Covid-19 dan Respons Tren Perikanan
Pandemi mengubah tren ekspor dan permintaan produk perikanan. Untuk mengoptimalkan peluang, keamanan pangan dan ketersediaan sumber daya alam berkelanjutan, produk bernilai tambah, dan pemasaran digital dibutuhkan.
Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir setahun membuka babak baru bagi sektor kelautan dan perikanan. Sejumlah pekerjaan rumah menanti untuk bisa mengoptimalkan peluang di tahun depan.
Ketika sejumlah sektor industri babak belur dan berupaya bangkit akibat dampak pandemi, ekspor perikanan cenderung pulih lebih cepat dan menunjukkan tren meningkat. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), volume ekspor perikanan pada Januari-Oktober 2020 sekitar 1,04 juta ton dengan nilai sekitar 4,28 miliar dollar AS.
Volume ekspor itu naik 11,27 persen secara tahunan. Adapun impor perikanan pada Januari-Oktober 2020 turun 227.680 ton (minus 6,4 persen) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Namun, peta perdagangan komoditas perikanan bergeser. Dari sisi volume, Amerika Serikat (AS) yang menempati posisi teratas negara tujuan ekspor perikanan Indonesia tergeser China. Ekspor Indonesia ke China dalam kurun Januari-Oktober 2020 sebesar 346.960 ton, disusul AS 196.820 ton. Meski begitu, nilai ekspor perikanan Indonesia ke AS tetap teratas, yaitu 1,72 miliar dollar AS, disusul China 674,39 juta dollar AS.
Ketika sejumlah sektor industri babak belur dan berupaya bangkit akibat dampak pandemi, ekspor perikanan cenderung pulih lebih cepat dan menunjukkan tren meningkat.
Jejak virus
Namun, tren peningkatan ekspor Indonesia ke China tersandung persoalan dengan adanya temuan virus korona baru (SARS-CoV-2) pada produk perikanan yang dikirim ke China. Dalam kurun September-Desember 2020, Otoritas Bea dan Cukai China (GACC) mendeteksi lima kasus kontaminasi virus penyebab Covid-19 pada kemasan dan produk ikan yang dikirim oleh Indonesia.
Lima kasus temuan virus penyebab Covid-19 itu menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terbanyak dalam temuan kasus kontaminasi SARS-CoV-2 pada produk perikanan yang dikirim ke China. Akibatnya, ekspor produk perikanan beku Indonesia terancam dihentikan sementara atau diembargo otoritas China.
Persoalan itu direspons Pemerintah Indonesia dengan menjanjikan pengawasan ketat proses hulu-hilir produk perikanan yang diekspor ke China. Lewat perundingan yang alot, China akhirnya mengurungkan rencana embargo, tetapi persyaratan atas pembelian produk perikanan dari Indonesia diperketat. Per 1 Januari 2021, China menambah sejumlah persyaratan.
Persyaratan tambahan untuk ekspor ikan beku tangkapan itu meliputi kewajiban unit pengolahan ikan (UPI) mencantumkan seluruh nama kapal penangkapan ikan dan lokasi tangkapan. Syarat tambahan lainnya adalah perlunya sistem kontrol berupa tes Covid-19 bagi anak buah kapal dan pekerja pabrik olahan, serta produk perikanan yang dikirim ke China.
Adapun persyaratan ekspor ikan hasil budidaya meliputi pencantuman usaha dan lokasi tambak, serta penerapan sistem kontrol uji Covid-19.
Baca juga: China Temukan Lagi Jejak Virus Korona Tipe Baru pada Produk Perikanan RI
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti mengakui, persyaratan impor di negara tujuan semakin ketat seiring pandemi Covid-19. Persyaratan keamanan pangan, ketertelusuran (traceability), dan penerapan prinsip keberlanjutan (sustainability) semakin menguat.
Oleh karena itu, sertifikasi kesehatan produk perikanan akan didorong lebih mudah, murah dan sederhana, mulai dari sektor hulu hingga hilir perikanan. Mengintegrasikan hulu-hilir perikanan secara transparan menjadi pekerjaan rumah Indonesia.
Pergeseran tren
Di sisi lain, Indonesia perlu mencermati pergeseran tren pasar global selama pandemi yang diperkirakan berlanjut pascapandemi. Tren pergeseran itu terlihat dari konsumen yang mencari produk siap olah, seperti produk dalam kemasan, irisan daging, ikan beku, dan ikan kaleng.
Tren lainnya adalah menguatnya pasar ritel yang ditopang belanja daring. Permintaan ikan ke hotel, restoran, dan kafe (horeka) yang menurun selama pandemi disikapi dengan mengubah strategi pemasaran ke pasar ritel atau penjualan langsung ke konsumen melalui layanan pesan antar produk perikanan. Tren pasar ritel ini juga diperkirakan berlanjut pascapandemi.
Sejumlah langkah pembenahan pasar perlu dilakukan agar Indonesia mampu menggapai target besar. Tahun 2025, Indonesia menargetkan masuk peringkat 5 besar negara eksportir perikanan dunia. Hingga 2019, Indonesia baru menempati peringkat ke-11 eksportir perikanan dunia.
Tantangan itu menciptakan pekerjaan rumah besar, antara lain, keamanan produk pangan yang berkelanjutan, mencipta produk olahan ikan unggulan, dan meningkatkan inovasi teknologi pemasaran. Apalagi jika mengingat Indonesia tercatat sebagai produsen perikanan budidaya terbesar ke-2 setelah China.
Tantangan itu menciptakan pekerjaan rumah besar, antara lain, keamanan produk pangan yang berkelanjutan, mencipta produk olahan ikan unggulan, dan meningkatkan inovasi teknologi pemasaran.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin mengatakan, tantangan Indonesia adalah meningkatkan nilai tambah produksi perikanan melalui inovasi teknologi dan pemasaran. Pengembangan produk perikanan perlu difokuskan pada komoditas unggulan ekspor, yakni udang, tuna-cakalang, dan cumi-sotong-gurita.
Tahun 2019, nilai ekspor perikanan Indonesia 4,9 miliar dollar AS atau peringkat ke-11 negara eksportir perikanan. Untuk menempati peringkat 5 besar negara eksportir perikanan, maka nilai ekspor sedikitnya 8,2 miliar dollar AS pada 2024.
Peran usaha rintisan perikanan berbasis teknologi digital perlu terus ditumbuhkan untuk meningkatkan produksi dan pemasaran. Berkembangnya usaha rintisan perikanan berbasis digital diharapkan mendorong inovasi teknologi untuk pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap sesuai dengan kapasitas maksimum yang diperbolehkan (maximum sustainable yield/MSY), peningkatan produktivitas kelautan dan perikanan, pemanfaatan lahan budidaya perikanan secara optimal, serta integrasi tata ruang laut dan darat.
Baca juga: Digitalisasi Perikanan Dorong Pemulihan Ekonomi
Tantangan
Ketua Umum Asosiasi Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo berpendapat, tantangan peningkatan pasar adalah memperbanyak produk bernilai tambah. Pasar dalam negeri potensial untuk terus dikembangkan, di samping peningkatan pasar ekspor.
Oleh karena itu, kebutuhan pasar perlu dijawab dengan jaminan keamanan pangan, ketertelusuran, dan keberlanjutan produk perikanan yang dipasok. Teknologi digital perlu digarap dan dikembangkan untuk memastikan integrasi informasi secara nasional dari proses hulu-hilir perikanan.
Pada tahun ini, pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran berharga. Memasuki 2021, para pemangku kepentingan terkait perlu merapatkan barisan dan membenahi sektor perikanan ini. Keberhasilan sektor perikanan melalui masa-masa sulit pandemi Covid-19 menjadi landasan untuk bangkit melaju di tahun depan.
Baca juga: Komitmen RI atas Transformasi Pengelolaan Laut Berkelanjutan Diuji
Apalagi Indonesia bersama 13 negara telah menyepakati Agenda Transformasi Menuju Ekonomi Kelautan Berkelanjutan dalam Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan (Panel Laut) pada 3 Desember 2020. Agenda itu mencakup 74 tindakan prioritas yang fokus pada lima area, yaitu kekayaan, kesehatan, keadilan, keuangan, dan pengetahuan laut.
Sudah saatnya Indonesia sebagai negara produsen perikanan menggarap serius pemasaran untuk memperkuat posisi Indonesia dalam kancah perikanan global dengan jaminan produk yang aman dan berkelanjutan. Siapkah kita?