Permintaan pembiayaan teknologi finansial pinjam-meminjam uang antarpihak diperkirakan meningkat pada 2021. Hal ini seiring kondisi ekonomi yang membaik dan jangkauan layanan digital.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara layanan teknologi finansial pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi perlu mulai fokus meningkatkan kualitas. Strategi ini untuk mengantisipasi lonjakan pengguna layanan.
Selain kecepatan dan kemudahan, perluasan jangkauan layanan digital juga meningkatkan proyeksi penyaluran pembiayaan tekfin pada 2021.
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan memproyeksikan, pada 2021 pertumbuhan layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jasa sektor keuangan lain. Penyebabnya, peningkatan akselerasi teknologi masyarakat.
”Pertumbuhan ini juga ditopang kondisi perekonomian nasional dan kemampuan penyelenggara dalam memenuhi ketentuan regulator,” ujarnya saat dihubungi Minggu (27/12/2020).
Untuk menghadapi 2021, OJK mengajak penyelenggara pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi atau peer to peer lending untuk fokus pada perbaikan kualitas di berbagai sektor. Kualitas layanan dan permodalan bisa ditingkatkan.
Pertumbuhan ini juga ditopang kondisi perekonomian nasional dan kemampuan penyelenggara dalam memenuhi ketentuan regulator.
Berdasarkan data OJK, pada akhir 2019, ada 164 penyelenggara layanan pinjam-meminjam terdaftar dan berizin. Per 15 Desember 2020, jumlah itu menyusut menjadi 151 penyelenggara. Dari 151 penyelenggara, ada 45 penyelenggara yang memiliki ekuitas di bawah Rp 2,5 miliar.
Per 30 November 2020, penyaluran pinjaman baru Rp 64,75 triliun atau tumbuh 24,82 persen dalam setahun. Akumulasinya sampai dengan November 2020 sebesar Rp 146,25 triliun.
Sementara itu, tingkat kolektibilitas atau kemampuan bayar 90 hari (TKB 90) sebesar 92,82 persen per 30 November 2020.
Secara keseluruhan ada 40,754 juta rekening peminjam di layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi. Sementara pemberi pinjaman sebanyak 705.643 rekening.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menjelaskan, penurunan TKB 90 sejak awal tahun memaksa anggota asosiasi meningkatkan perhatian terhadap risiko kredit macet dalam menyalurkan pinjaman pada periode pemulihan ekonomi pada 2021.
”Asosiasi tengah menyiapkan gugus tugas peningkatan kualitas aset. Tujuannya memperbaiki TKB 90 agar rasio kredit macet ditangani dengan cara lebih sistematis,” tuturnya.
Adrian juga mendorong penyelenggara tekfin pinjam-meminjam uang untuk fokus menyasar sektor yang bertahan di masa pandemi Covid-19. Caranya dengan lebih banyak mengandalkan teknologi untuk mengukur risiko kredit.
AFPI juga akan memperluas kolaborasi dengan berbagai ekosistem, di antaranya pemerintahan, perbankan, dan perusahaan teknologi lain.
”Ada lembaga keuangan atau ekosistem teknologi lain, seperti penyedia layanan perdagangan secara elektronik. Ekosistem ini potensial karena terus tumbuh,” ujarnya.
Menurut Adrian, penyedia layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi informasi yang bisa bekerja sama dengan bank dibatasi yang sudah memiliki izin. Bank bertindak sebagai pihak pemberi pinjaman. Sejauh ini baru 36 penyelenggara yang telah mendapatkan izin, sisanya sebanyak 115 penyelenggara baru terdaftar.
Adrian menambahkan, AFPI proaktif melihat berbagai kemungkinan dan ruang konsolidasi antar-penyelenggara tekfin. Ia mengakui, saat ini belum seluruh penyelenggara tekfin pinjam-meminjam uang antarpihak pada level pertumbuhan yang sama.
”Modal berarti penting. Apalagi di sektor jasa keuangan, modal inti jadi fokus pertumbuhan,” ujar Adrian.
Ia menargetkan penyaluran pinjaman Rp 86 triliun pada 2021. Sebenarnya, target sebesar itu ditetapkan pada 2021. Namun, target dipangkas karena kondisi ekonomi memburuk akibat pandemi Covid-19.
Apalagi di sektor jasa keuangan, modal inti jadi fokus pertumbuhan.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, memperkirakan konsolidasi tekfin akan marak pada 2021. Langkah itu untuk meningkatkan permodalan. Konsolidasi dan merger akan mengurangi jumlah tekfin pinjam-meminjam yang diperkirakan menjadi 90 penyelenggara.
Dengan tingkat permodalan yang kuat, tambah Bhima, penyelenggara tekfin pinjam-meminjam uang antarpihak bisa memiliki tenaga lebih banyak untuk menggenjot kredit ke sektor produktif dan wilayah di luar Pulau Jawa yang sejauh ini masih jarang tergarap. Selain itu, penyelenggara juga bisa meningkatkan teknologi terkait keamanan sistem.
”Yang membuat tekfin belum tertarik ke luar Jawa adalah biaya operasional tinggi. Kalau modal inti naik, seharusnya mereka bisa lebih ekspansif,” kata Bhima. (DIM)