Kekhawatiran Membayangi Warga Melewatkan Masa Liburan
Kecemasan melanda warga yang ingin melewatkan liburan akhir tahun. Mereka khawatir tertular Covid-19 saat berada di keramaian. Agar aman dari potensi itu, mereka mengubah rencana liburan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Libur Natal dan pergantian tahun kali ini terasa bagai hari libur akhir pekan biasa bagi keluarga David Purba (26). Setelah melalui perayaan Natal di rumah saja, waktu cuti bersama orangtua dan saudaranya hanya dihabiskan untuk sesekali keluar di sekitar Jakarta, tempat mereka tinggal.
Dia mengurungkan liburan rutin di Puncak, Kabupaten Bogor, untuk menghindari potensi penularan Covid-19 pada kedua orangtuanya yang lansia. Dia mengubah rencana dengan jalan-jalan ke mal atau restoran. Sayangnya, lokasi itu tidak membuatnya tenang. Keramaian di sana justru membuatnya enggan keluar rumah.
”Kalau kata peribahasa ini bagai makan buah simalakama, maju kena, mundur kena, ke mana-mana serba salah,” ujar warga Kramat Jati, Jakarta Timur tersebut, Minggu (27/12/2020).
Daisy Ratnasari (28) juga mengalami kegelisahan yang sama ketika tahu ada kebijakan tes usap dan tes cepat antigen yang harus disiapkan pelancong dari Bali dan Jakarta. Perempuan yang kini sedang berbulan madu bersama suaminya di Bali itu mengaku hampir membatalkan tiket perjalanannya.
”Awalnya kami keberatan karena harus mengeluarkan lagi biaya untuk liburan yang sudah kami tekan sedemikian rupa. Tetapi, kami pikir enggak apa-apa untuk jaminan kesehatan kami. Apalagi, kami masih harus balik bekerja besok, setelah libur Natal,” tuturnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta Diana Dewi menilai, libur Natal dan Tahun Baru kali ini tidak bisa diandalkan pelaku usaha untuk menambah pendapatan seperti saat normal. Ketika pembatasan wisata dan persyaratan kesehatan ketat diterapkan di banyak daerah, termasuk di Jakarta, pelaku usaha wisata terimbas dampaknya.
Berdasarkan Instruksi Gubernur Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengendalian, Seruan Gubernur Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kegiatan Masyarakat, dan Surat Edaran Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Nomor 427 tahun 2020, semua tempat wisata tutup pada tanggal 25 dan 31 Desember, lalu 1 Januari 2021.
Tidak hanya itu, penutupan hingga pengawasan ketat juga diberlakukan di beberapa jalan dan kawasan yang menjadi pusat kuliner atau perdagangan. Kebijakan itu dibuat agar mengurangi kerumunan yang berpotensi meningkatkan kasus penularan Covid-19.
”Saat hari raya atau libur panjang, Jakarta biasanya ditinggalkan warganya mudik atau berlibur ke luar kota. Namun, selama pandemi ini warga diharapkan tetap di dalam kota saja. Sayangnya, karena situasi, pelaku usaha wisata dan hiburan tetap merasakan penurunan besar pada tingkat kunjungan dan pendapatan,” katanya.
Berdasarkan data Kadin, baik di Jakarta maupun di luar Jakarta, tingkat keterisian kamar hotel masih rendah berkisar 20-30 persen, lebih rendah dari maksimal kapasitas selama pembatasan sosial sebesar 50 persen. Selain di Jakarta, Bali yang normalnya dikunjungi 70 persen wisatawan asing, kini sebagian hotel tutup operasionalnya.
Wisatawan domestik nyatanya belum dapat diandalkan. Rendahnya pergerakan jarak jauh wisatawan domestik, terutama yang membutuhkan moda transportasi udara, tergambar dari laporan pergerakan penumpang melalui bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II Persero (AP II).
Menurut data Humas AP II, pergerakan penumpang pesawat di 16 bandara yang mereka kelola, hanya 30-40 persen jumlah pergerakan penumpang saat libur Natal tahun 2019. Kondisi ini memberatkan pelaku usaha wisata. Sebagian yang tidak kuat bertahan, berguguran satu-satu. Sudah selayaknya, pemerintah melakukan sesuatu agar mereka dapat bertahan di tengah situasi yang sulit.