Kondisi perekonomian yang tidak pasti akibat pandemi Covid-19 menurunkan permintaan kredit. Kredit perbankan tumbuh negatif.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/Dewi Indriastuti
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang tutup tahun 2020, pertumbuhan kredit semakin terperosok ke zona negatif. Peran pemerintah, sebagai penggerak pertumbuhan kredit, perlu semakin aktif untuk memuluskan pemulihan intermediasi perbankan pada 2021.
Otoritas keuangan semakin realistis membaca perkembangan dan situasi kredit. Sebelumnya, sampai dengan akhir Oktober 2020, Otoritas Jasa Keungan (OJK) masih optimistis memasang target pertumbuhan kredit berkisar 2-3 persen pada akhir tahun ini. Namun, pada awal pekan ini, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyangsikan target tersebut bisa tercapai karena segmen kredit korporasi belum pulih.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit perbankan per November 2020 terkontraksi 1,39 persen secara tahunan. Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan dengan Oktober 2020, yakni negatif 0,47 persen. Kondisi pada Oktober 2020 tersebut berbalik dari September 2020 yang tumbuh 0,12 persen secara tahunan.
Sebaliknya, dana pihak ketiga (DPK) justru tumbuh tinggi meskipun dalam tiga bulan terakhir semakin melambat. Pada September 2020, DPK yang dihimpun perbankan tumbuh 12,88 persen secara tahunan. Pada Oktober 2020, pertumbuhan DPK melambat menjadi 12,12 persen secara tahunan dan pada November 2020 tumbuh 11,55 persen.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sekaligus Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) Aviliani menilai, pemerintah punya peran signifikan untuk menggerakkan permintaan kredit perbankan pada awal 2021.
”Pemberian insentif hingga kerja sama dengan badan usaha dapat menjadi pilihan. Sebaiknya hal ini sudah disiapkan agar pada bulan Januari ada pertumbuhan kredit yang digerakkan pemerintah sehingga menghasilkan efek domino untuk pemulihan ekonomi,” kata Aviliani saat dihubungi, Jumat (25/12/2020).
Ia mencontohkan, pemerintah dapat memperbanyak skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU) dalam melaksanakan proyek infrastruktur. Kehadiran pemerintah dalam memberikan jaminan terhadap kredit dapat memberi efek positif bagi sektor-sektor terkait yang juga membutuhkan penyaluran kredit perbankan.
Sejauh ini, lanjut Aviliani, perbankan masih berhati-hati dalam merespons permintaan kredit yang mulai meningkat. Sebab, ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 belum kunjung reda.
”Pemerintah juga dapat meningkatkan serapan produk-produk domestik untuk memacu perekonomian Indonesia. Hal ini bisa berdampak pada kenaikan permintaan kredit yang dilakukan masyarakat atau sektor usaha,” ujarnya.
Sebaiknya hal ini sudah disiapkan agar pada bulan Januari ada pertumbuhan kredit yang digerakkan pemerintah sehingga menghasilkan efek domino untuk pemulihan ekonomi. (Aviliani)
Dalam siaran pers Rapat Dewan Gubernur BI, pekan lalu, BI memandang pertumbuhan kredit yang rendah disebabkan sisi permintaan dunia usaha yang terbatas. Kondisi ini ditambah persepsi risiko dari sisi penawaran kredit perbankan.
Pertumbuhan kredit yang rendah disebabkan sisi permintaan dunia usaha yang terbatas.
Dalam siaran pers itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menuturkan, pertumbuhan kredit berpotensi meningkat pada sejumlah sektor. Sektor-sektor itu di antaranya industri makanan dan minuman, industri logam dasar, serta industri kulit dan alas kaki.
”Di samping itu, dari sejumlah sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan ekspor," ujar Erwin.
Tanda perbaikan
Direktur Treasury & International Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Panji Irawan mengatakan, meskipun pertumbuhan kredit hingga November 2020 masih terkontraksi, pertumbuhan kredit pada Desember 2020 menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan kredit secara industri pada 2020 akan berkisar negatif 1 persen hingga 0 persen. Sementara proyeksi pertumbuhan kredit perseroan secara konsolidasi sepanjang tahun ini pada zona positif.
Sampai dengan triwulan III-2020, pertumbuhan kredit Bank Mandiri secara konsolidasi 3,79 persen.
”Prospek dan kinerja perbankan diperkirakan relatif lebih baik pada 2021. Permintaan terhadap kredit diperkirakan akan melewati masa terendahnya pada tahun ini sejalan dengan mulai bergeraknya sebagian aktivitas ekonomi masyarakat,” kata Panji.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 sebesar 2,97 persen secara tahunan. Pada triwulan II-2020, pertumbuhan ekonomi terkontraksi cukup dalam, yakni 5,32 persen secara tahunan. Pada triwulan III-2020. kontraksi berkurang, yakni tumbuh minus 3,49 persen secara tahunan.
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menjelaskan, pertumbuhan kredit bisa negatif karena debitor yang sudah ada tetap membayar cicilan atau melunasi kredit. Sebaliknya, tidak ada kredit baru yang disalurkan atau permintaan kredit baru sangat terbatas.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menambahkan, permintaan kredit yang rendah membuat tren pertumbuhan tahun ini cukup menantang. Meski sebagian sektor membaik, kinerja sebagian besar sektor masih lamban. Penyaluran kredit perbankan juga diikuti prinsip yang masih sangat hati-hati untuk menghindari pemburukan kualitas kredit lanjutan.
Permintaan kredit yang rendah membuat tren pertumbuhan tahun ini cukup menantang.
Andry berpendapat, perbaikan pertumbuhan kredit akan bergantung pada stimulus lanjutan pemerintah, seperti bantuan sosial dan subsidi gaji.
”Peningkatan kepercayaan melalui vaksin serta belanja agresif pada proyek besar menjadi kunci pembalikan tren pertumbuhan kredit,” ujarnya.
Dalam wawancara khusus dengan Kompas, pekan lalu, Menteri Kooordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan, kondisi perekonomian menunjukkan tanda-tanda positif.
Airlangga mengutip data BPS perihal ekspor Indonesia yang pada November 2020 senilai 15,275 miliar dollar AS atau naik 9,54 persen dalam setahun. ”Kondisi ini menambah cadangan devisa kita,” katanya.
Berdasarkan data BI, cadangan devisa Indonesia per 30 November 2020 sebesar 133,556 miliar dollar AS.
Airlangga juga menyebutkan Indeks Harga Saham Gabungan yang kembali melewati posisi 6.000 dan nilai tukar Rp 14.000-an per dollar AS. Menurut dia, level ini adalah level sebelum pandemi Covid-19 serta konsisten dengan perbaikan Indeks Manajer Pembelian (IPM).
Pada Rabu (23/12), IHSG ditutup pada posisi 6.008,709. Dengan demikian, sejak awal tahun ini, IHSG melemah 4,62 persen.
Adapun nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate per Rabu (23/12) senilai Rp 14.282 per dollar AS. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 1 Desember 2020.
”Persoalan kita adalah kekurangan kontainer untuk ekspor sehingga harga kontainer naik 20-30 persen. Permintaan kontainer untuk ekspor meningkat sehingga menjadi tanda perekonomian kita mulai menggeliat,” katanya.