Penerimaan Pajak Anjlok, Belanja Pemerintah Meroket
Per 23 Desember 2020, penerimaan pajak mencapai Rp 1.019,56 triliun atau 85,65 persen dari target APBN. Namun, realisasi belanja per 30 November 2020 naik 12,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan pajak tahun 2020 diperkirakan 15 persen lebih rendah dari target APBN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Penurunan penerimaan perpajakan lebih dalam dari perkiraan pemerintah.
Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan perpajakan per 23 Desember 2020 mencapai Rp 1.019,56 triliun atau 85,65 persen dari target APBN. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak per 30 November 2019 yang Rp 1.312,4 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Jumat (25/12/2020), berpendapat, realisasi fiskal yang terperosok paling dalam memang penerimaan pajak. Setidaknya ada dua faktor penyebabnya, yakni penurunan pajak penghasilan (PPh) badan dan PPh impor.
Penerimaan PPh badan, per 30 November 2020, turun 36,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini turut dipengaruhi oleh pemangkasan tarif PPh badan, dari 25 persen menjadi 22 persen, mulai pertengahan 2020. Pemerintah memproyeksikan potensi penerimaan yang hilang akibat pemangkasan itu sekitar Rp 80 triliun per tahun.
Sementara penerimaan PPh impor turun 19,43 persen sejalan dengan turunnya impor bahan baku dan bahan penolong industri. Secara umum, hampir semua penerimaan per jenis pajak terkontraksi.
”Penerimaan perpajakan yang anjlok ini dikhawatirkan menjadi beban besar tahun depan apakah pajak masih punya masa depan cerah atau tidak. Terlebih tantangan tahun depan masih luar biasa besar,” kata Tauhid.
Secara terpisah, Kamis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penurunan penerimaan perpajakan tahun 2020 diperkirakan mencapai 15 persen. Proyeksi penurunan penerimaan perpajakan lebih dalam dari perkiraan. Sebelumnya, pemerintah optimistis penerimaan perpajakan turun sekitar 10 persen.
Tekanan terhadap penerimaan pajak dipengaruhi perlambatan aktivitas ekonomi dan bisnis selama pandemi Covid-19. Kondisi ini diperparah oleh penurunan harga komoditas dan perdagangan internasional. Pemerintah juga mengucurkan kebijakan relaksasi pajak yang memengaruhi hilangnya potensi penerimaan.
”Akibat Covid-19, penerimaan dari sisi pajak, kepabeanan, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mengalami tekanan sangat besar,” kata Sri Mulyani.
Pencairan anggaran
Di sisi lain, belanja negara justru meningkat tajam. Realisasi belanja negara per 30 November 2020 mencapai Rp 2.306,7 triliun atau naik 12,7 persen dibandingkan dengan November 2019. Kenaikan bersumber dari belanja pemerintah pusat yang sebesar 20,5 persen, sementara transfer ke daerah dan dana desa turun 0,7 persen.
Sri Mulyani menambahkan, 19.871 satuan kerja kementerian/lembaga akan segera menuntaskan pencairan anggaran. Belanja negara pada akhir tahun diproyeksikan meningkat 12,7 persen dibandingkan dengan 2019. ”Peningkatan dan percepatan pencairan anggaran tetap dengan menjaga akuntabilitas dan transparansi,” ujarnya.
Percepatan pencairan anggaran ditempuh melalui penyederhanaan regulasi fleksibilitas pelaksanaan anggaran, percepatan revisi daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), penyesuaian aturan penyampaian surat perintah membayar (SPM), percepatan pembayaran melalui mekanisme uang persediaan (UP), dan tambahan uang persediaan (TUP).
Sebelumnya, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, berpendapat, salah satu masalah dalam pencairan anggaran adalah cenderung menumpuknya pencarian di akhir tahun. Akibatnya, dampak terhadap perekonomian tahun berjalan tidak signifikan.
Selain pencairan yang lambat, sebagian anggaran kerap gagal dibelanjakan. Kegagalan pemerintah merealisasikan sebagian belanja akan mengurangi manfaat belanja bagi perekonomian. Hal lebih fatal apabila anggaran yang gagal dibelanjakan justru berpotensi memiliki efek pengganda yang besar.