Varian baru virus korona menambah ketidakpastian. Investor pasar modal yang cemas melepas saham.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sentimen global memunculkan kepanikan investor pasar modal sehingga mereka melepas kepemilikan saham. Sentimen tersebut membuat Indeks Harga Saham Gabungan kembali berakhir di zona negatif pada perdagangan Rabu (23/12/2020).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada posisi 6.008,709 atau anjlok 0,242 persen. Sepanjang perdagangan, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 390,66 miliar.
IHSG sempat dibuka menguat hingga menyentuh posisi tertinggi kemarin, yakni 6.104,355 atau menguat 1,35 persen. Namun, setelah itu, IHSG anjlok 2,823 persen ke posisi 5.853,261, lalu sempat menyentuh zona hijau meski kembali ditutup pada zona negatif.
Sejak awal tahun, IHSG melemah 4,62 persen. Adapun investor asing membukukan penjualan bersih Rp 47,74 triliun sejak awal tahun.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, pelemahan IHSG disebabkan sejumlah sentimen dari dalam negeri dan luar negeri. Sentimen utama yang membuat IHSG masuk ke zona merah adalah kekhawatiran investor perihal varian virus korona di Inggris.
Sentimen tersebut juga membuat bursa saham Inggris dan bursa saham Amerika Serikat memerah. Bursa saham Dow Jones AS ditutup anjlok 0,67 persen ke level 30.015,51. Sementara indeks FTSE 100 Inggris anjlok 0,23 persen ke level 6.438,45.
”Hingga saat ini belum diketahui jika vaksin racikan perusahaan farmasi mampu mengatasi virus baru tersebut. Jika tidak bisa, dibutuhkan waktu lebih lama lagi untuk pemulihan ekonomi global,” ujar Hans saat dihubungi Kompas.
Pelemahan IHSG disebabkan sejumlah sentimen dari dalam negeri dan luar negeri.
Sentimen global tersebut, lanjut Hans, menimbulkan kecemasan investor sehingga memicu aksi jual. Adapun sentimen dari dalam negeri berasal dari pernyataan Menteri Keuangan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020 berkisar negatif 2 persen untuk batas terbawah.
Meski tak menjadi sentimen utama, Hans menilai pernyataan perihal proyeksi pertumbuhan ekonomi itu berdampak negatif.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), tiga sektor meningkat yang dimotori sektor pertanian, yakni 0,42 persen. Berikutnya sektor perdagangan 0,29 persen dan sektor industri dasar 0,12 persen.
Sementara tujuh sektor terkoreksi. Sektor aneka industri terkoreksi paling dalam, yaitu minus 1,34 persen, diikuti sektor pertambangan dan sektor konsumer masing-masing minus 0,75 persen dan minus 0,61 persen.
Analis Binaartha Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan, aksi jual saham investor pada perdagangan Rabu dipicu sentimen kenaikan jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air. Sentimen itu ditambah situasi global, yakni hak veto Presiden AS Donald Trump terkait stimulus AS yang turut menekan pasar.
”Presiden AS Donald Trump mengancam tidak akan meneken stimulus ekonomi senilai hampir 900 miliar dolar AS untuk bantuan tambahan Covid-19,” katanya. Pada Rabu, ada tambahan 7.514 kasus Covid-19 terkonfirmasi. Secara keseluruhan sejak 2 Maret 2020, ada 685.639 kasus terkonfirmasi.
Aksi jual saham investor pada perdagangan Rabu dipicu sentimen kenaikan jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air.
Nilai tukar
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah menjelang libur Natal dan akhir pekan ini. Berdasarkan nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Rabu, nilai tukar Rp 14.282 per dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan, BI akan mengintervensi langsung pasar tunai antarbank untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah risiko global.
Sementara Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan, pada perdagangan di pasar uang, Rabu, sentimen eksternal yang memengaruhi penguatan rupiah di pasar tunai adalah pelemahan dollar AS akibat pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyatakan kemungkinan ia tidak menandatangani RUU Covid-19.