Pengembangan usaha rintisan mendukung pertumbuhan semangat wirausaha.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan usaha rintisan dapat mendukung upaya menumbuhkan wirausaha baru. Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan rasio kewirausahaan yang terbilang masih rendah di Indonesia.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), rasio kewirausahaan Indonesia baru 3,47 persen dari populasi penduduk. ”Padahal, dibutuhkan minimum 4 persen untuk menjadi negara maju,” kata Menkop UKM Teten Masduki pada acara audiensi pemenang Korea-ASEAN Business Model Competition 2020 for SDG’s di Jakarta, Rabu (23/12/2020).
Teten menuturkan, berbagai studi melihat potensi Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Salah satu prasyarat bagi Indonesia untuk mewujudkan potensi itu adalah menambah jumlah wirausaha.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah melibatkan inkubator swasta dan perguruan tinggi untuk mencetak wirausaha-wirausaha baru.
”Mungkin yang paling cepat dan paling mudah adalah membesarkan usaha rintisan berbasis teknologi,” ujarnya.
Menurut Teten, langkah ini akan mendiversifikasi bidang usaha usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) selain di sektor makanan minuman, mode, atau kerajinan tangan yang selama ini telah banyak digarap. Produk unggulan UMKM juga harus terus dikembangkan dengan proses bisnis yang baik.
Inovasi digital semakin diperlukan untuk mempermudah UMKM, antara lain dalam mengakses pembiayaan dan mengakses pasar. ”Sebagai contoh, UMKM selama ini baru mengakses sekitar 20 persen pembiayaan perbankan. Padahal, sekitar 99 persen pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM,” ujar Teten.
Pemerintah melibatkan inkubator swasta dan perguruan tinggi untuk mencetak wirausaha-wirausaha baru.
Maka, tambah Teten, usaha rintisan berperan penting dalam membantu menyelesaikan beragam masalah yang dihadapi UMKM. Apalagi, Kemenkop UKM juga ingin mendorong agar UMKM dapat naik kelas.
”Kami ingin ada peningkatan skala dari yang mikro menjadi kecil, yang kecil menjadi menengah, dan yang menengah menjadi besar,” ujar Teten.
Deputi Produksi dan Pemasaran Kemenkop UKM Victoria Br Simanungkalit mengatakan, Korea-ASEAN Business Model Competition 2020 for SDG’s bertujuan mengembangkan usaha rintisan ASEAN dan Korea, khususnya di Indonesia.
Semula ada 200 usaha rintisan yang melamar dari Korea, Indonesia, Myanmar, Kamboja, dan Laos. ”Dalam prosesnya, mereka melewati beberapa tahapan dan diseleksi menjadi Top 26 dan selanjutnya Top 10,” ujar Victoria.
Sepuluh finalis tersebut kemudian mengikuti seksi bimbingan, presentasi di depan juri, dan mendapat pertanyaan di sesi demo. Mereka adalah pelaku usaha rintisan dari kalangan generasi muda atau milenial bertalenta.
”Usaha mereka berbasis riset dan pengembangan, digitalisasi, industri 4.0, industri hijau yang ramah lingkungan, serta termasuk energi terbarukan,” kata Victoria.
Bidang-bidang usaha tersebut nantinya akan semakin diperhatikan dan mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Afifa Irfani, pelaku usaha rintisan Crowde, yakni teknologi finansial yang fokus pada pertanian, menuturkan, pihaknya berupaya membantu memberi akses informasi tentang permodalan dan akses pasar kepada petani atau pebisnis pertanian.
Menurut dia, kendala modal kerap dialami petani yang tidak memiliki agunan. ”Kendala lain yang kerap kami temukan adalah begitu panen, hanya sekitar 70 persen yang dapat diserap pasar modern atau ritel,” katanya.
Kendala modal kerap dialami petani yang tidak memiliki agunan.
Di beberapa titik wilayah Jawa Barat, pihaknya mencoba mendukung pengolahan cabai yang tidak terserap menjadi cabai bubuk, sambal, dan lainnya. ”Dari situ kami bisa menaikkan nilai tambah produk lebih dari 50 persen. Hal ini menaikkan pendapatan petani dan keluarganya,” ujar Afifa. (CAS)