Sejumlah menteri baru yang diumumkan Presiden Joko Widodo bakal menghadapi tantangan yang dinilai tidak mudah. Segenap ketidakpastian di tengah pandemi Covid-19 menuntut kerja ekstra dari para pembantu Presiden.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para menteri baru yang diumumkan dan menurut rencana akan dilantik Presiden Joko Widodo pada Rabu (23/12/2020) akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Segenap ketidakpastian di tengah kelesuan ekonomi dan pandemi menuntut kerja keras para pembantu Presiden untuk memulihkan perekonomian Indonesia.
Pada Selasa sore, Presiden Joko Widodo mengumumkan nama enam menteri baru. Mereka adalah Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial, Sandiaga Salahudin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan, Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama, Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, serta M Lutfi sebagai Menteri Perdagangan.
Soal pengangkatan M Lutfi, Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, pejabat baru menteri perdagangan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah untuk memperbaiki kinerja perdagangan di tengah pandemi Covid-19. Meski neraca perdagangan terakhir, yakni pada November 2020, menunjukkan surplus dan tren pemulihan, pemerintah tidak boleh terlena.
”Harus ada perubahan strategi secara besar, pemerintah tidak bisa lagi menggunakan cara yang lama. Selama ini, pemerintah selalu menjadikan perjanjian dagang dengan negara lain sebagai obat. Namun, di tengah kondisi seperti ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan hal itu,” kata Faisal.
Seiring dengan pemulihan ekonomi, impor ditengarai akan ikut meningkat. Namun, agar neraca perdagangan tidak defisit, sisi ekspor harus digenjot dengan kuat supaya tumbuh lebih cepat dan bisa melampaui kinerja impor. Strategi yang diambil ke depan pun harus komprehensif dan lintas kementerian/lembaga untuk memperbaiki persoalan struktural perdagangan dari sisi hulu.
”Hal ini menjadi tantangan bagi Menteri Perdagangan yang baru untuk berkoordinasi dan berkomunikasi lintas sektor untuk memulihkan kinerja perdagangan secara komprehensif. Selain itu, bagaimana menggerakkan mesin di internal Kementerian Perdagangan agar mau mengubah strategi kerja secara besar-besaran,” ujarnya.
Sementara itu, terkait penunjukan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Rektor IPB University Arif Satria berpendapat, sosok Sakti memiliki kepemimpinan yang kuat dan keberpihakan terhadap kemandirian pangan. Menteri terpilih diharapkan mendorong investasi dalam negeri untuk memanfaatkan potensi sumber daya ikan yang melimpah sebagai hasil dari kebijakan kelautan dan perikanan lima tahun terakhir.
”Upaya mendorong investasi armada nasional diperlukan untuk perairan Nusantara dan memanfaatkan potensi di laut internasional,” katanya, Selasa (22/12/2020).
Menteri Kelautan dan Perikanan juga dinilai perlu membuktikan pengembangan perikanan budidaya. Komoditas yang belum digenjot maksimal antara lain produk unggulan ekspor dan produk budidaya yang memenuhi hajat hidup orang banyak serta dibutuhkan pasar dalam negeri.
Selain itu, percepatan pemanfaatan teknologi 4.0 diperlukan untuk mengembangkan perikanan tangkap dan budidaya. Harapannya, Indonesia tidak tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Menurut CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa, Menteri Kelautan dan Perikanan perlu berkomitmen menjaga stok ikan dan kedaulatan perikanan nasional. Saat ini ada kecenderungan penegakan hukum perikanan melemah.
Oleh karena itu, menteri kelautan terpilih diharapkan tidak memberikan izin kepada kapal ikan asing dan kapal buatan asing yang berpotensi membuka celah masuknya modal asing serta berpotensi menimbulkan penangkapan ikan yang tidak terkendali.
Ia menambahkan, Indonesia juga masih menghadapi tantangan pencurian ikan. Penegakan hukum perikanan akan semakin sulit jika izin kapal asing dibuka. ”Industri galangan kapal nasional sudah cukup untuk didorong membangun kapal-kapal ikan dalam negeri. Jika kapal buatan luar negeri dibuka, maka membuka celah dan berpotensi menjadi modal asing terhadap kapal perikanan,” katanya.