Komitmen RI atas Transformasi Pengelolaan Laut Berkelanjutan Diuji
Komitmen RI terhadap Agenda Transformasi Menuju Ekonomi Kelautan Berkelanjutan ditunggu. Agenda Panel Laut itu mencakup 74 tindakan prioritas yang fokus pada kekayaan, kesehatan, keadilan, keuangan, dan pengetahuan laut.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan laut secara berkelanjutan menjadi komitmen yang perlu dibuktikan Pemerintah Indonesia dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Keberlanjutan laut tidak hanya berdampak pada kelestarian sumber daya, tetapi juga mendatangkan manfaat ekonomi yang besar.
Agenda Transformasi Menuju Ekonomi Kelautan Berkelanjutan disepakati 14 negara dalam Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan (Panel Laut) pada 3 Desember 2020. Negara-negara itu adalah Indonesia, Australia, Kanada, Chile, Ghana, Jamaika, Jepang, Fiji, Kenya, Meksiko, Namibia, Norwegia, Palau, dan Portugal. Agenda itu mencakup 74 tindakan prioritas yang fokus pada lima area, yaitu kekayaan, kesehatan, keadilan, keuangan, dan pengetahuan laut.
Negara-negara yang mewakili 40 persen dari keseluruhan garis pantai dan 30 persen zona ekonomi eksklusif dunia itu memiliki target mengelola 100 persen wilayah laut di wilayah yurisdiksi nasional secara berkelanjutan mulai 2025 dengan mengacu pada Agenda Transformasi Ekonomi Kelautan Berkelanjutan. Negara-negara itu juga akan mendorong semua negara pesisir dan samudra untuk menerapkan komitmen tersebut sehingga pada 2030 seluruh wilayah laut di bawah yurisdiksi nasional dikelola secara berkelanjutan.
Komitmen negara-negara untuk merealisasikan Agenda Panel Laut itu untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) penting agar dapat bangkit dari krisis saat ini dengan ekonomi yang lebih kuat dan masyarakat yang lebih sehat.
Co-Chair High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy Expert Group Mari Elka Pangestu, Selasa (22/12/2020), mengatakan, komitmen negara-negara untuk merealisasikan Agenda Panel Laut itu untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) penting agar dapat bangkit dari krisis saat ini dengan ekonomi yang lebih kuat dan masyarakat yang lebih sehat. Pengelolaan laut secara berkelanjutan akan menguntungkan secara ekonomi, melestarikan sumber daya laut, dan berkontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca.
Komitmen itu diwujudkan, antara lain, dengan memulihkan stok ikan di laut, penangkapan dengan sistem yang berkelanjutan, serta ekspansi perikanan budidaya dan tangkap untuk meningkatkan produksi. Langkah konkret lainnya adalah menghapuskan praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUUF), serta subsidi perikanan yang mengakibatkan dampak negatif.
Hingga saat ini, lanjut Mari, Indonesia dinilai sudah mengarah pada upaya mengembalikan stok ikan di laut dengan adanya peningkatan stok ikan hingga 30 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Upaya itu perlu ditindaklanjuti dengan penangkapan dan budidaya ikan berkelanjutan.
”Diperlukan kerja sama dengan swasta untuk mengembangkan produksi perikanan melalui iklim investasi yang kondusif, tetapi tetap menjaga kelestarian lingkungan,” ujarnya dalam webinar ”Transformasi Menuju Pembangunan Ekonomi Kelautan yang Berkelanjutan” yang digelar Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI).
Menurut Mari, upaya lain yang bisa dilakukan adalah menekan dampak perubahan iklim dengan pemanfaatan energi terbarukan berbasis sumber daya laut. Di sektor transportasi, 90 persen pengangkutan perdagangan lewat kapal laut dengan bahan bakar minyak. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengurangi penggunaan kapal berbahan bakar minyak, pengembangan teknologi kapal, dan pelabuhan yang bebas emisi karbon.
Pencegahan dan pemulihan kerusakan keragaman hayati di laut akibat penangkapan ikan berlebih, kerusakan akibat transportasi, dan pariwisata, juga perlu dilakukan. Caranya dengan menambah area perlindungan laut. Area perlindungan laut juga akan mendatangkan banyak ikan di kawasan sekitarnya sehingga menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat.
”Pengelolaan laut secara menyeluruh membutuhkan komitmen internasional dan nasional. Di dalam negeri, butuh keterlibatan seluruh pemangku kepentingan serta pengumpulan data yang benar. Pengelolaan laut secara berkelanjutan dan terintegrasi akan menguntungkan secara ekonomi,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinatior Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti mengemukakan, laut adalah sumber pangan dan penggerak ekonomi masa depan. Potensi ekonomi maritim Indonesia mencapai 1,3 triliun dollar AS per tahun, termasuk di antaranya industri maritim, perikanan, energi, pengolahan, dan pariwisata.
Perikanan budidaya dinilai akan berperan penting dalam produksi perikanan global. pertumbuhan produksi perikanan global pada 1950-2018 rata-rata 3,6 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi perikanan budidaya pada periode yang sama rata-rata 8,1 persen per tahun. Tahun 2018, produksi perikanan global tercatat 211,9 juta ton.
Direktur Eksekutif SDGs Center Universitas Padjadjaran Suzy Anna menuturkan, potensi kekayaan laut Indonesia sebesar Rp 1.700 triliun atau 93 persen dari total APBN 2018. Dari potensi itu, kekayaan wilayah pesisir berkontribusi terbesar, yakni Rp 560 triliun, bioteknologi Rp 400 triliun, kekayaan perikanan Rp 312 triliun, kekayaan minyak bumi Rp 210 triliun, dan transportasi laut Rp 200 triliun.
Faktanya, pemanfaatan potensi masih minim dan kontribusi perikanan baru 2-3 persen terhadap PDB. Perencanaan pengelolaan ekonomi kelautan yang berkelanjutan perlu didukung pendanaan memadai. Dibutuhkan pula kerja sama lintas sektor, pemerintah pusat, daerah, dan swasta.
”Perencanaan sebagus apa pun kalau tidak didukung pendanaan memadai akan menjadi sia-sia,” katanya.
Faktanya, pemanfaatan potensi masih minim dan kontribusi perikanan baru 2-3 persen terhadap PDB.
CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa menilai agenda transformasi menuju ekonomi kelautan yang berkelanjutan hanya mengonkretkan arah kebijakan yang sudah ada. Pengelolaan perikanan laut, terumbu karang, dan padang lamun yang berkelanjutan dinilai akan membawa manfaat ekonomi.
”Kalau keberlanjutan laut diterapkan, kita akan mendapatkan tiga manfaat sekaligus, yakni ekonomi, eksosistem terjaga, dan kesejahteraan rakyat tercapai,” kata Achmad.
Data Dana Dunia untuk Alam (WWF) pada 2015 menunjukkan, nilai total aset laut dunia ditaksir mencapai 24 triliun dollar AS. Sementara luas lautan Indonesia adalah 6,4 juta kilometer persegi atau 5,32 persen luas laut dunia, yakni 361,13 juta kilometer persegi. Potensi ekonomi yang bisa dihasilkan dari laut Indonesia diperkirakan Rp 18.513 triliun.