Ekosistem Agrobisnis Terintegrasi Bantu Petani Naik Kelas
Kurangnya modal, panjangnya rantai distribusi, dan lemahnya akses pasar menjadi persoalan yang kerap dihadapi petani. Ekosistem digital terintegrasi pun diperlukan untuk membuat petani naik kelas.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor pertanian dan peternakan selalu menghadapi persoalan yang sama, mulai dari permodalan, distribusi, hingga pemasaran. Ekosistem agrobisnis yang terintegrasi penting dibangun agar petani dapat naik kelas.
Badan Pusat Statistik mencatat, sebanyak 48,62 persen pelaku usaha di sektor pertanian dan peternakan mengalami penurunan harga produk. Sejalan dengan itu, 82 persen pelaku usaha juga mengaku membutuhkan modal usaha, tetapi baru 15 persen yang telah menerimanya.
Tidak hanya modal usaha, pelaku usaha di sektor pertanian dan peternakan juga membutuhkan bantuan lain, yaitu keringanan tagihan listrik (66 persen), pemasaran (64 persen), kemudahan administrasi pinjaman (60,7 persen), relaksasi pinjaman (45,8 persen), dan penundaan pajak (40,6 persen).
Survei ini terangkum dalam Hasil Analisis Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha Jilid II yang dilaksanakan pada 12-23 Oktober 2020 secara nasional. Responden terdiri dari pelaku usaha menengah dan besar (4.289 orang), pelaku usaha mikro dan kecil (28.923 orang), dan pelaku usaha di sektor pertanian dan peternakan (2.780 orang).
Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Samsul Widodo menyampaikan, ada sebanyak 82,77 persen penduduk desa yang bekerja di sektor pertanian. Persoalan yang dihadapi pun selalu sama.
Mulai dari persoalan rendahnya skala ekonomi, lemahnya akses pasar, jalur distribusi yang panjang, rendahnya sarana pascapanen, hingga kesulitan permodalan. Untuk itu, perlu pengembangan komoditas unggulan desa yang memenuhi skala ekonomi.
”Selama ini, para petani kita tergantung kepada tengkulak yang membuat jalur distribusi menjadi panjang sehingga harga pun tidak stabil. Maka perlu ada ekosistem digital yang menghubungkan dari hulu ke hilir secara lebih efisien dan efektif,” kata Samsul, Rabu (23/12/2020).
Paparan ini disampaikan dalam webinar bertemakan ”Punya Hasil Komoditas dari Desa? Jual di Ekosis, Dapatkan Pembeli dari Seluruh Indonesia”. Acara ini diadakan oleh Direktorat Jenderal PDT, Kementerian Desa yang bekerja sama dengan PT Ekosistem Bisnis Nusantara, penyedia platform Ekosis.
Dalam upaya mengakselerasi penerapan ekosistem digital, kata Samsul, pemerintah mendukung platform Ekosis untuk membantu para petani, nelayan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Melalui platform ini, para produsen dapat bertransaksi langsung dengan pembeli.
”Pemerintah punya program dana desa dengan anggaran Rp 72 triliun di sekitar 75.000 desa. Dana ini tidak hanya infrastruktur, tetapi bisa juga untuk pelatihan bagaimana memanfaatkan platform Ekosis ini untuk mengembangkan produk unggulan perdesaan,” kata Samsul.
Terintegrasi
Direktur Utama PT Ekosistem Bisnis Nusantara Herson Sentosa menjelaskan, Ekosis menghubungkan produsen (petani, nelayan, dan UMKM) dengan pembeli (perusahaan atau industri, distributor, hotel, restoran, kafe, dan konsumen). Keduanya dapat bertemu langsung dan bertransaksi secara dalam jaringan (daring).
Ekosis juga menghubungkan jasa logistik yang membantu distribusi produk melalui jasa angkutan dan jasa penyimpanan serta jasa keuangan untuk akses permodalan. Selain itu juga penyedia fasilitas pendukung untuk membantu kebutuhan produksi, dan jasa manajemen kualitas untuk peningkatan kualitas produk.
”Kalau dibayangkan, Ekosis itu seperti kita pergi ke suatu tempat yang terdapat pasar yang tidak hanya ada penjual dan pembeli, tetapi juga ada pemodal, penyedia logistik, serta konsultan. Jadi di satu tempat itu ada semua, dan berkat bantuan teknologi, tempat tersebut bisa diakses melalui ponsel atau komputer,” kata Herson.
Spesialis pengembangan bisnis Ekosis, Felicia Yulie Mills, menyampaikan, hingga saat ini sudah ada lebih dari 50.000 pengguna platform ekosistem agrobisnis terintegrasi. Para pengguna tersebar di 100 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Melalui platform ini, kata Felicia, diharapkan harga jual di tingkat petani dapat meningkat seiring dengan rantai pasok yang lebih efisien dan konsumen yang lebih berkualitas. Saat ini, Ekosis tengah mengembangkan fitur untuk masuk dan berjualan di pasar ekspor.
”Kami mencoba membuat ekosistem dari hulu ke hilir dan tidak hanya jual beli, Ekosis juga menyediakan layanan bagi pengguna untuk bisa saling berkomunikasi. Harapannya, semoga bisa menjadi satu ekosistem yang kuat, terintegrasi, dan saling menunjang,” kata Felicia.