Pengalaman Belanja Langsung Tak Tergantikan oleh ”Online”
Pandemi Covid-19 tak menghentikan langkah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan harian melalui berbelanja di toko ritel. Penerapan protokol kesehatan pun menjadi penting ketika berbelanja di pusat perbelanjaan.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Di tengah pandemi Covid-19, masih banyak masyarakat yang tetap memilih berbelanja secara langsung ke pusat perbelanjaan. Tak dimungkiri, pergi ke toko ritel memang memberikan pengalaman tersendiri bagi sebagian konsumen yang tak dapat digantikan dengan sentuhan layar.
Maria Fransisca Frizca Febryana (40) atau akrab disapa Sisca menyatakan, berbelanja secara dalam jaringan (daring atau online) menjadi pilihan terakhir apabila tidak dapat pergi ke pusat perbelanjaan. Bahkan, sekarang sudah hampir setiap hari pergi ke pasar ataupun pusat perbelanjaan untuk memenuhi kebutuhan harian.
Bagi ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di daerah Batam ini, pengalaman memilih barang secara langsung memberikan kepuasan tersendiri ketika berbelanja. Tambahan ongkos kirim (kirim) juga menjadi pertimbangan baginya ketika berbelanja daring.
”Rasanya memang sudah seperti normal lagi dan kita cenderung menganggap (Covid-19) sama dengan flu biasa. Namun, tetap harus hati-hati. Saya kalau ke luar, selain masker, juga selalu pakai lengan panjang untuk mengurangi risiko terkena Covid-19,” kata Sisca saat dihubungi pada Selasa (22/12/2020).
Riyan Nurrahman (25) juga memiliki pengalaman serupa. Tenaga Kontrak Dinas Bina Marga Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ini menyampaikan, belanja daring hanya untuk mencari barang-barang dengan spesifikasi khusus, misalnya untuk barang elektronik yang sulit ditemui di pasaran.
Sementara, untuk melengkapi kebutuhan harian, Riyan lebih memilih berbelanja langsung ke pusat perbelanjaan. Menurut dia, harga produk harian di pusat perbelanjaan lebih rendah dibandingkan dengan toko-toko daring yang harus ditambah ongkir.
”Saya biasanya belanja bulanan. Jadi, paling sekali sebulan dan jalan sendiri. Orang rumah nitip supaya enggak semakin ramai juga. Soalnya, kalau saya lihat, masih ada pusat perbelanjaan yang setengah hati menerapkan protokol kesehatan yang sebatas formalitas,” tutur Riyan.
Longgarnya penerapan protokol kesehatan di sektor ritel juga dialami Hugo Enggar Prayoga (27). Aparatur sipil negara di daerah Tangerang, Banten, ini sering kali mendapati toko ritel dengan antrean konsumen yang padat, bahkan tidak mengenakan masker.
”Kalau lagi ramai begitu, ya, kembali lagi ke inisiatif diri sendiri untuk menjaga jarak. Namun, sebaiknya, peritel juga memberikan batasan-batasan antrean untuk pelanggan yang mengantre sehingga jaraknya tidak berdekatan,” kata Hugo.
Inisiatif menjaga diri sendiri di pusat perbelanjaan juga datang dari Muhammad Irfan (24). Menurut dia, sebelum memutuskan pergi ke supermarket, toko ritel, atau mal, membuat perencanaan daftar belanja merupakan hal penting.
Melalui daftar belanja, kita akan menghemat waktu dan biaya karena hanya membeli barang-barang yang memang dibutuhkan. Selain itu, penting juga mencari toko yang benar-benar menerapkan protokol kesehatan secara ketat sehingga memberikan rasa aman dan nyaman ketika berbelanja.
”Sebisa mungkin, kalau berbelanja ke luar, lebih baik sendiri agar tidak berkerumun. Hal yang paling penting tetap memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak,” kata Irfan yang merupakan jurnalis di daerah Solo, Jawa Tengah.
Terus berbenah
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Fernando Repi menyampaikan, tantangan terbesar dalam masa peralihan ke penjualan daring adalah bagaimana peritel mempersiapkan penggunaan teknologi. Budaya atau perilaku organisasi juga harus disesuaikan agar lebih siap.
Misalnya, ada ritel yang berstrategi dengan pengiriman 30 menit setelah pemesanan. Namun, belum semua ritel terbiasa melakukan strategi tersebut sehingga perlu ada penyesuaian untuk menerapkan budaya digital.
Hingga akhir tahun, penjualan daring di ritel diperkirakan berkontribusi maksimum 18 persen dari total penjualan. Ke depan, diharapkan dapat terus meningkat seiring dengan kebiasaan orang berbelanja daring.
”Yang paling penting, peritel offline sejati itu harus bisa menjaga pengalaman konsumen di toko mereka. Ke depan, saya yakin akan begitu banyak customer experience yang akan ada di dalam toko, seperti halnya di luar negeri yang menggunakan tapping kartu kredit saat berbelanja,” ujarnya.
Paparan ini dikemukakan dalam acara KompasTalks bertemakan ”Aman Berbelanja di Ritel Modern Terdekat”. Dalam masa pandemi, kata Fernando, jenis produk yang menunjukkan peningkatan, yaitu produk kebutuhan harian dan kesehatan.
Menurut dia, dari sekitar 45.000 jenis barang dagangan yang ada di pusat-pusat perbelanjaan, hanya sekitar 7.000 jenis barang yang kerap ditransaksikan. Pemanfaatan teknologi pun menjadi sangat dibutuhkan untuk melihat data perilaku konsumen.
Selain itu, kata Fernando, agar bisnis tetap berjalan dan konsumen bisa memenuhi kebutuhan dengan aman dan nyaman, jam operasional harus disesuaikan. Tidak bisa apabila harus tutup pukul 19.00 karena masih banyak masyarakat yang memerlukan waktu berbelanja setelah selesai bekerja.
”Dalam operasional toko, kami tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk masuk ke area toko, tidak hanya bagi pelanggan, tetapi juga karyawan. Konsumen dalam hal ini juga harus mampu membantu dengan menggunakan masker dan melakukan jaga jarak secara sadar,” ujar Fernando.