Penularan di Area-area Peristirahatan Akan Diantisipasi
Aspek pembantu transportasi (”auxiliary”) perlu diperhatikan karena berpotensi menjadi titik penularan Covid-19. Contoh aspek ini, antara lain, adalah tempat istirahat, restoran, dan toilet.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aspek-aspek pembantu sistem transportasi, seperti tempat istirahat, restoran, dan toilet, masih rentan menjadi titik penularan Covid-19. Karena pelaku perjalanan berisiko terpapar Covid-19 di titik-titik itu, strategi teknis pencegahan, terutama saat masa liburan akhir tahun, diusulkan.
Staf Ahli Menteri Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Kementerian Perhubungan Cris Kuntadi, Senin (21/12/2020), mengatakan, upaya pemerintah menurunkan jumlah penumpang angkutan tidak berdampak pada pergerakan kasus Covid-19.
”Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya Covid-19 dan bukan (karena) transportasi,” ujarnya dalam seminar daring ”Mudik Natal dan Tahun Baru di Masa Pandemi” yang digelar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Hingga saat ini, lanjut Cris, regulasi di bidang transportasi untuk mencegah penularan Covid-19 mengandalkan kepatuhan masyarakat. Regulasi-regulasi yang cenderung imbauan tersebut menitikberatkan pada etika kelompok masyarakat yang dapat diatur pemerintah.
Peneliti senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada, Arif Wismadi, menuturkan, ada sejumlah aspek yang berada di luar sistem transportasi, tetapi menyokong keberjalanan angkutan. Contohnya tempat istirahat, restoran, dan toilet.
”Aspek pembantu (auxiliary) itu perlu diperhatikan karena berpotensi menjadi titik penularan Covid-19. Ketika pelaku perjalanan darat makan di tempat, masker akan dilepas sehingga risikonya meningkat,” ujarnya.
Aspek pembantu itu perlu diperhatikan karena berpotensi menjadi titik penularan Covid-19. Ketika pelaku perjalanan darat makan di tempat, masker akan dilepas sehingga risikonya meningkat.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan, rambu dan tanda yang menunjang protokol kesehatan masih perlu ditingkatkan di sejumlah tempat istirahat jalan tol. Potensi kerumunan orang di tempat-tempat tersebut juga masih ada.
Oleh karena itu, peringatan rutin mengenai protokol kesehatan melalui pengeras suara di sejumlah titik tempat istirahat diperlukan. Langkah ini penting untuk meningkatkan kesadaran pelaku perjalanan.
”Pencegahan penularan Covid-19 krusial agar tidak terjadi lonjakan kasus selepas libur akhir tahun. Potensi kenaikan kasus masih membayangi dan berpotensi meningkatkan beban tenaga kesehatan,” katanya.
Ketua Umum MTI Agus Taufik Mulyono berpendapat, tempat istirahat terkait erat dengan pelaku perjalanan darat. Risiko pelaku perjalanan pengguna kendaraan pribadi ataupun sewa tergolong tinggi karena tak ada jaminan penerapan protokol kesehatan. Dampaknya, potensi transmisi virus secara lokal bisa tinggi.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, menilai, regulasi pemerintah membutuhkan konsistensi sepanjang tahun. Aturan bagi pelaku perjalanan saat ini berlaku hanya selama masa libur akhir tahun.
Konsistensi juga perlu disertai dengan pengetatan pengawasan dan penegakan aturan. Regulasi yang ada juga perlu disusun hingga tataran implementasi teknisnya.
Alvin juga menyorot sejumlah aturan yang dibentuk pemerintah, tetapi malah menyebabkan kerumunan yang berisiko pada penularan Covid-19. Misalnya Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan selama Liburan Natal dan Tahun Baru yang mewajibkan pelaku perjalanan mengisi e-HAC (Indonesia Health Alert Card).
”Saya memantau, server e-HAC seketika down dan menimbulkan kerumunan di bandar udara karena pelaku perjalanan harus mengisi secara manual,” ujarnya.