Pembangunan PLTS Apung Dimulai, Industri Panel Surya Berpotensi Tumbuh
PLTS adalah salah satu pembangkit yang diandalkan untuk mempercepat capaian bauran energi nasional pada 2025. Namun, hal ini perlu didukung dengan tumbuhnya industri di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bersama perusahaan dari Uni Emirat Arab memulai pembangunan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS terapung berkapasitas 145 megawatt di Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Momentum tersebut dapat menjadi kesempatan bagi industri panel surya di Indonesia untuk tumbuh berkembang.
PLTS terapung itu merupakan yang pertama dan terbesar di kawasan ASEAN. Proyek itu dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali, anak usaha PLN, bersama Masdar, pengembang listrik dari energi terbarukan yang berbasis di Abu Dhabi.
Kedua pihak membentuk perusahaan patungan bernama PT Pembangkit Jawa Bali Masdar Solar Energy. Nilai kerja sama proyek tersebut sebesar 129 juta dollar AS atau setara Rp 1,7 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, Minggu (20/12/2020), mengatakan, tahun ini adalah tahun yang positif bagi pertumbuhan PLTS di Indonesia. Minat industri di Indonesia menggunakan PLTS atap sebagai salah satu sumber pasokan energi mulai tumbuh pesat.
PLTS atap yang dipasang di kelompok rumah tangga juga tumbuh tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Ini adalah momentum bagi sektor industri PLTS di Indonesia untuk tumbuh berkembang.
”Untuk meningkatkan tingkat kandungan lokal di sektor ini, rantai pasok seluruh komponen pada panel tenaga surya juga harus ditumbuhkan,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Minat industri di Indonesia menggunakan PLTS atap sebagai salah satu sumber pasokan energi mulai tumbuh pesat. PLTS atap yang dipasang di kelompok rumah tangga juga tumbuh tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Fabby menambahkan, harus ada skala keekonomian agar industri PLTS di Indonesia tumbuh pesat. Untuk mendukung industri panel surya, setidaknya dibutuhkan permintaan domestik dengan kapasitas terpasang mencapai 500-600 MW per tahun. Agar kompetitif dari segi harga jual tenaga listrik, PLTS di Indonesia setidaknya perlu tumbuh 1.000 MW sampai 2.000 MW per tahun.
Untuk mendukung industri panel surya, setidaknya dibutuhkan permintaan domestik dengan kapasitas terpasang mencapai 500-600 MW per tahun.
Direktur Mega Proyek PLN Muhammad Ikhsan Asaad menyebutkan, proyek itu menjadi bagian dari pencapaian target bauran energi 23 persen dari sumber energi baru dan terbarukan pada 2025 nanti. Listrik yang dihasilkan dari PLTS terapung Cirata akan masuk ke dalam sistem jaringan dan transmisi PLN.
”Saya optimistis proyek PLTS terapung Cirata ini dapat menaikkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Sebab, PLTS terapung Cirata ini adalah yang terbesar di kawasan ASEAN,” kata Ikhsan melalui siaran pers seusai peresmian dimulainya pembangunan PLTS terapung Cirata pekan lalu.
Sementara itu, CEO Masdar Mohammad Jameel al Ramahi mengatakan, Indonesia menjadi bagian dari kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Masdar berkomitmen mendukung proses alih teknologi sebagai pengembangan solusi energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Pertamina (Persero) meresmikan pemasangan PLTS atap pada 63 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) milik Pertamina. Ke-63 SPBU tersebut tersebar di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Total sebanyak 1.100 panel surya terpasang dengan kapasitas mencapai 385 kilowatt peak (kWp).
”Pembangunan PLTS di SPBU ini merupakan wujud komitmen Pertamina mendorong peningkatan bauran energi sebagai bagian dari percepatan transisi energi yang dimulai dari halaman rumah sendiri. Ini adalah langkah kecil kami untuk memulai langkah besar dalam transisi energi di Indonesia,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Pengembangan PLTS atap bisa mempercepat pencapaian target bauran energi nasional pada 2025, yaitu 23 persen berasal dari energi baru dan terbarukan. Pemasangan yang mudah dan relatif cepat serta harga produk yang terjangkau adalah beberapa faktor yang mempercepat pencapaian target. Potensi tenaga surya di Indonesia terbilang besar, mencapai 207.800 megawatt peak (MWp).
Hingga 2035, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik dari energi terbarukan sebesar 47.500 MW. Dari target tersebut, PLTS adalah pemilik porsi terbesar, yaitu mencapai 17.540 MW, disusul pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 7.815 MW dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 7.170 MW.