RUU Energi Baru dan Terbarukan sedang dibahas di DPR. UU yang dihasilkan nanti diharapkan bisa mempercepat transisi energi di Indonesia. Namun, ada polemik apakah energi baru atau energi terbarukan yang dioptimalkan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan energi baru akan diberi ruang pada tata kelola dan pengembangan energi di Indonesia di masa mendatang. Salah satu jenis energi baru yang masih menjadi polemik adalah energi nuklir untuk pembangkit listrik. Dalam kebijakan energi nasional, energi nuklir menjadi pilihan terakhir apabila sumber energi lain tak mencukupi untuk kebutuhan di dalam negeri.
Energi baru adalah energi yang dihasilkan melalui pemanfaatan teknologi baru, baik yang menggunakan sumber energi terbarukan maupun yang tak terbarukan, seperti nuklir, gas metana, gasifikasi batubara, ataupun likuifikasi batubara. Gasifikasi batubara adalah pemrosesan batubara menjadi dimetil eter (DME) sebagai pengganti gas, sedangkan likuifikasi batubara bertujuan untuk menghasilkan metanol.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa, Syaikhul Islam, Senin (21/12/2020), mengatakan, potensi energi fosil dan energi terbarukan di Indonesia sama-sama melimpah. Potensi kedua jenis energi tersebut harus dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, DPR, yang tengah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan, akan mengambil jalan tengah.
”Energi baru tetap diberi ruang untuk dimanfaatkan agar potensinya tidak percuma. Indonesia punya sumber daya thorium atau uranium yang bisa dipakai sebagai pembangkit bertenaga nuklir (PLTN). Ada juga gasifikasi batubara menjadi DME untuk menggantikan elpiji,” kata Syaikhul dalam seminar daring ”Peran Parlemen Mendorong Transisi Energi di Indonesia”.
DPR, yang tengah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan, akan mengambil jalan tengah.
Kendati tetap memberi ruang pada pengembangan energi baru, lanjut Syaikhul, transisi energi menuju pemanfaatan energi terbarukan harus tetap dilaksanakan. Apalagi, potensi energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai lebih dari 400.000 megawatt (MW).
Pengembangan energi terbarukan di Indonesia mensyaratkan sejumlah hal, seperti kesiapan industri manufaktur untuk menaikkan tingkat komponen dalam negeri, pasar, dan dukungan pembiayaan. Potensi pasar di Indonesia sangat besar.
”Apabila industri manufaktur dan pembiayaan mendukung, harga listrik energi terbarukan di Indonesia bisa bersaing dengan energi fosil, khususnya batubara,” katanya.
Peneliti pada Indonesian Parliamentary Center, Arbain al Banjary, menyatakan, dalam penyusunan RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan, asas transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sangat menentukan kualitas UU yang disusun nanti. Apabila asas tersebut diabaikan, tak menutup kemungkinan pruduk UU yang dihasilkan akan bermasalah di kemudian hari.
”RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan, yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021, harus singkron dengan RUU lain terkait energi. Sayangnya, RUU terkait tersebut tidak masuk dalam Prolegnas 2021,” ujarnya.
Asas transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sangat menentukan kualitas UU yang disusun nanti.
Sementara itu, Spesialis Iklim dan Energi Terbarukan pada WWF Indonesia, Chrisandini, mengingatkan, pengembangan energi terbarukan juga berdampak terhadap lingkungan. Ia mencontohkan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), misalnya, membutuhkan lahan seluas 1,4 hektar untuk kapasitas 1 MW. Dampak negatif akan timbul apabila PLTS dibangun dengan cara alih fungsi lahan.
”Bisa saja alih fungsi lahan tersebut menimbulkan fragmentasi yang bisa merusak habitat satwa liar dan mengganggu keseimbangan keragaman hayati. Perlu ada perencanaan berkelanjutan untuk meminimalisir dampak lingkungan. Penentuan lokasi pembangunan pembangkit energi terbarukan sangat penting pada dampak yang ditimbulkan,” papar Chrisandini.
Mengutip data dari Kementerian ESDM, potensi sumber energi terbarukan di Indonesia mencapai 417.800 MW. Potensi terbesar ada di tenaga surya yang mencapai 207.800 MW peak (MWp), lalu tenaga bayu 60.600 MW, bioenergi 32.600 MW, panas bumi 23.900 MW, dan gelombang laut 17.900 MW. Dari semua potensi itu yang termanfaatkan baru 10.400 MW atau sekitar 2,4 persen saja. Sementara porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional masih sekitar 10,9 persen.