Pengembangan Biodiesel dan Peremajaan Sawit Rakyat Jadi Prioritas
Program mandatori biodiesel dan peremajaan sawit rakyat menjadi prioritas Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Kedua program itu saling terkait dan saling mendukung untuk keberlangsungan industri sawit.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program mandatori biodiesel dan peremajaan sawit rakyat akan menjadi program hilir dan hulu yang diprioritaskan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dengan menjalankan kedua program itu, BPDPKS ingin agar tercipta kestabilan harga minyak sawit mentah atau CPO, penguatan industri hilir, dan perbaikan kesejahteraan petani.
”Dukungan dana sawit yang kami kelola di sektor hilir, seperti program mandatori biodiesel, akan berdampak positif pada sektor hulu seperti program peremajaan sawit rakyat. Integrasi program hulu dan hilir sawit sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dapat membuat industri sawit terus hidup dan berkembang,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam siaran pers, Jumat (18/12/2020), di Jakarta.
Menurut Eddy, dalam pengembangan sektor sawit, perlu dilihat kebutuhan industri dan dampak ganda terhadap perekonomian. Sebagai contoh, industri sawit memerlukan penciptaan tambahan permintaan dari pasar domestik agar produk sawit bisa lebih banyak terserap, salah satunya melalui program mandatori biodiesel.
Melalui program tersebut, tujuan untuk stabilisasi harga CPO dan juga ekspor sawit bisa tercapai. Tanpa adanya program-program itu, tidak akan ada dana sawit. Padahal, penggunaan dana sawit juga ditujukan untuk pengembangan industri sawit, tidak hanya di sektor hilir, tetapi juga di sektor hulu.
Peniadaan program mandatori biodiesel akan berpengaruh kepada tidak terjadinya stabilisasi harga CPO dan stok menumpuk sehingga akan mengakibatkan keseimbangan industri sawit terganggu. Begitu juga sebaliknya, tanpa dukungan program peremajaan sawit rakyat, program biodiesel akan terancam keberlanjutannya karena terbatasnya pasokan bahan baku sebagai dampak kondisi kebun sawit yang sudah tidak produktif karena rata-rata sudah memasuki usia lebih dari 25 tahun.
”Itulah sebabnya integrasi program hulu dan hilir diperlukan. Program peremajaan sawit rakyat harus dijalankan bersamaan dengan program mandatori biodiesel agar kebun rakyat semakin produktif sehingga pasokan untuk kebutuhan industri hilir juga tersedia. Di sinilah dibutuhkan dukungan dana sawit agar program-program untuk mewujudkan sawit berkelanjutan bisa terlaksana,” tutur Eddy.
Eddy menyampaikan, setiap program memiliki tantangannya masing-masing, yang tentu menjadi pekerjaan rumah bagi BPDPKS dan pemangku kepentingan industri sawit. ”Pada program mandatori biodiesel, di tahun 2021, faktor pergerakan harga minyak dunia memberikan tantangan bagi kebutuhan dana insentif biodiesel,” ujarnya.
Sementara dalam program peremajaan sawit rakyat, lebih banyak lagi tantangan pada 2021, antara lain validitas data lahan dan profil pekebun swadaya, status lahan, kelembagaan petani, akses terhadap dukungan finansial/perbankan, dan kesiapan kelembagaan petani dalam pemenuhan persyaratan peremajaan sawit rakyat. Hal-hal tersebut akan menjadi fokus penyempurnaan kebijakan pada tahun 2021.
”Pada akhirnya dukungan program sektor hulu dan hilir oleh BPDPKS dan pemerintah merupakan prioritas bersama. Tidak ada satu program yang lebih penting dari program lainnya. Integrasi pelaksanaan semua program di BPDPKS sangat penting untuk didorong dan koordinasi serta kolaborasi antarpemangku kepentingan menjadi sangat krusial untuk terus didorong.”
Capaian BPDPKS 2020
Sepanjang tahun 2020, industri sawit sempat dihantam oleh semakin melebarnya gap antara harga CPO dan harga minyak dunia. Kondisi tersebut mendorong peningkatan yang sangat signifikan terhadap kebutuhan dana insentif biodiesel pada tahun 2020 dan proyeksi kebutuhan dana biodiesel pada tahun 2021. Sepanjang tahun 2020, BPDPKS bersama seluruh pemangku kepentingan, baik dari pemerintah maupun pelaku industri sawit, telah berusaha mengatasi tantangan tersebut dengan menyimulasikan berbagai skenario serta merumuskan alternatif kebijakan untuk menjaga kecukupan dana yang dikelola BPDPKS.
Pada akhir triwulan III tahun 2020, pemerintah telah memutuskan kebijakan untuk mengubah tarif pungutan ekspor sawit dan produk turunannya. Kebijakan itu diwujudkan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, untuk menyesuaikan kebutuhan dana bagi pendanaan program-program sawit berkelanjutan, sekaligus meyakinkan seluruh pemangku kepentingan mengenai keberlanjutan program mandatori biodiesel B30.
Program mandatori biodiesel ini tidak hanya penting untuk kedaulatan dan kemandirian energi nasional, tetapi juga menjaga kestabilan harga sawit. Program insentif biodiesel melalui pendanaan dari BPDPKS yang implementasi pertamanya sejak Agustus 2015 dan terlaksana sampai November 2020 telah menyerap biodiesel dari sawit sekitar 23,49 juta kiloliter, setara dengan pengurangan greenhouse gas emissions sebesar 34,68 juta ton CO2 ekuivalen dan menyumbang sekitar Rp 4,83 triliun pajak yang dibayarkan kepada negara.
Dari program dukungan penelitian dan pengembangan sawit, sejak tahun 2015 hingga 2020, BPDPKS telah memberikan total dukungan pendanaan riset sebesar Rp 326,2 miliar, dengan melibatkan 43 lembaga penelitian, 667 peneliti, 346 mahasiswa, serta telah menghasilkan output sebanyak 192 publikasi jurnal internasional dan nasional, 5 buku, serta 40 paten.
Di sisi lain, program peremajaan sawit rakyat dilaksanakan untuk membantu pekebun rakyat memperbarui perkebunan kelapa sawitnya dengan pohon kelapa sawit yang lebih produktif dan tandan buah segar yang lebih berkualitas, penerapan prinsip-prinsip good agricultural practices serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal seperti Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan (Land Use, Land-Use Change and Forestry).
Dalam program ini, untuk memastikan prinsip keberlanjutan, peserta program juga difasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama.
Sejak dimulai pada 2016 hingga saat ini, program peremajaan sawit rakyat telah melibatkan lebih dari 100.000 petani rakyat dan lebih dari 200.000 hektar kebun yang menerima dana peremajaan sawit rakyat. Untuk mempermudah penyaluran dana peremajaan sawit rakyat juga terus dilakukan penyempurnaan, meliputi penyederhanaan persyaratan, verifikasi terintegrasi, dan aplikasi peremajaan sawit rakyat secara online, sebagai media untuk pengajuan proposal, evaluasi dan monitoring-nya.