Industri Perunggasan Perlu Peta Jalan dan Transparansi Data
Industri perunggasan membutuhkan peta jalan yang jelas, ketegasan pemerintah, serta akurasi dan transparansi data untuk tumbuh berkelanjutan. Pemangkasan produksi bukan solusi ideal untuk mengatasi fluktuasi harga.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga ayam di tingkat peternak membaik seiring pengendalian produksi dua bulan terakhir. Namun, dalam jangka menengah dan panjang, industri perunggasan membutuhkan peta jalan yang jelas, ketegasan pemerintah, serta keterbukaan dan akurasi data agar tumbuh berkelanjutan.
Dua tahun terakhir, fluktuasi harga menekan peternak sebab harga berulang jatuh di bawah ongkos produksi. Pandemi Covid-19 menambah situasi semakin parah. Langkah stabilisasi pun ditempuh, antara lain melalui pengendalian produksi bibit dan afkir dini indukan.
Dampaknya, menurut catatan Petugas Informasi Pasar, rata-rata harga ayam hidup secara nasional naik 9,45 persen sepanjang September-November 2020. Di tingkat peternak, harga berangsur naik dari Rp 17.124 per kilogram (kg), Rp 17.984 per kg, hingga Rp 20.479 per kg.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah menyatakan, ketidakstabilan harga ayam hidup secara nasional disebabkan pandemi Covid-19. Menurut Badan Pusat Statistik, ujarnya, permintaan turun hingga 43,2 persen.
Dalam kondisi normal, potensi produksi mencapai 3,48 juta ton dan kebutuhan 3,44 juta ton. Namun, akibat Covid-19, kebutuhan turun hingga 2,2 juta ton. Lewat intervensi, potensi produksi dapat ditekan jadi 3,28 juta ton. ”Apa yang kami lakukan bersifat jangka pendek. Ke depan perlu kelembagaan logistik, harus ada ’Bulog’-nya ayam,” kata Nasrullah, dalam webinar Kompas Talks, Kamis (17/12/2020).
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko mengapresiasi langkah pemerintah yang mampu menciptakan keseimbangan produksi dan permintaan sehingga peternak kembali untung. ”Namun, (berdasarkan data impor grand parent stock/GPS 2018 dan 2019) kami melihat masih ada ancaman (kelebihan produksi) di 2021,” ujarnya.
Kebutuhan data
Terkait hal itu, Kementerian Pertanian tengah memproses revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Regulasi ini salah satunya akan mengatur kewajiban pelaporan data teknis tentang performa peternakan, populasi, produksi, dan distribusi. Transparansi dan validitas data dibutuhkan agar kebijakan efektif.
”Proses revisi sampai tahap ketiga dan nanti pada tahap kelima ada public hearing (dengar pendapat publik). Kami berharap peternak ataupun korporasi memberikan data yang valid sehingga kita tahu berapa kebutuhan sebenarnya,” ujar Nasrullah.
Menurut Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Achmad Dawami, guna menjaga industri perunggasan berkembang baik, selain data yang akurat, impor GPS mesti mempertimbangkan keseimbangan pasokan dan permintaan di dalam negeri.
Akademisi IPB University, Rachmat Pambudy, berpendapat, dalam jangka panjang diperlukan kebijakan yang komprehensif lintas sektoral. Selain peta jalan, data perunggasan mesti transparan, akurat, dan terkini (realtime) untuk menopang kebijakan yang efektif.
Menurut ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, segenap solusi telah diketahui bersama. Maka, selain transparansi dan akurasi data, yang dibutuhkan adalah ketegasan pemerintah.