Penyelesaian Terminal Baru Bandara Sam Ratulangi Molor
Pembangunan terminal perluasan Bandara Sam Ratulangi, Manado, diperkirakan selesai April 2021, empat bulan lebih lambat dari target awal.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pembangunan terminal perluasan Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, diperkirakan selesai April 2021, empat bulan lebih lambat dari target awal. Molornya waktu penyelesaian dimanfaatkan untuk mengharmonisasi arsitektur terminal lama dengan yang baru menggunakan dana tambahan Rp 25 miliar.
Dimulai sejak Maret 2020, proyek terminal baru Bandara Sam Ratulangi ditargetkan selesai pada Desember 2020. Namun, laju pembangunan baru mencapai 78,82 persen per akhir pekan kedua Desember. Angka ini diukur dari keterselesaian struktur bangunan, desain interior, lanskap parkir, instalasi peralatan, dan sebagainya.
Ugik Sugiarto, manajer proyek dari PT Adhi Karya yang menjadi penanggung jawab pembangunan, menyebut pandemi Covid-19 sebagai penghambatnya. ”Pengiriman material dan peralatan jadi terlambat. Material yang kami pakai memang mayoritas impor karena kualitasnya lebih baik,” kata Ugik, Rabu (16/12/2020).
Peralatan yang terlambat kedatangannya antara lain peralatan pemindahan bagasi (baggage handling system) yang didatangkan dari Austria. Sementara pendingin ruangan didatangkan dari Amerika Serikat dan genset didatangkan dari Jerman dan Jepang.
”Kemungkinan baru datang Februari 2021. Pasti akan datang sebelum konstruksi bandara jadi. Kami usahakan semua selesai pada medio April 2021,” kata Ugik.
Pembangunan terminal baru itu akan meningkatkan luas terminal dari 26.481 meter persegi menjadi 57.296 meter persegi. Dengan peningkatan itu, Bandara Sam Ratulangi akan dapat melayani 5,72 juta penumpang per tahun, naik dari sebelumnya 2,64 juta orang.
Jumlah pintu keberangkatan akan bertambah dari empat menjadi tujuh, sedangkan jembatan tetap (fixed bridge) bertambah dari tiga menjadi lima. Ugik mengatakan, terlewatinya target pengerjaan selama empat bulan tidak akan menambah biaya pembangunan terminal baru dari yang telah disepakati di awal, yaitu Rp 477,5 miliar.
Hingga Rabu, ornamen fasad bangunan terminal, yang berupa pola kain bentenan khas Minahasa, masih dikerjakan dan dipoles. Di dalam, para pekerja sibuk memasang keramik lantai serta material langit-langit di bawah plafon. Beberapa bagian gedung, seperti ruang konter check in dan toilet, sudah selesai.
Pada saat yang sama, molornya jangka waktu pembangunan dimanfaatkan untuk memugar bangunan terminal lama. General Manager Bandara Sam Ratulangi dari PT Angkasa Pura I Minggus Gandeguai mengatakan, hal ini dilakukan agar bentuk bangunan, desain, hingga warna terminal lama yang hijau dan biru selaras dengan terminal baru yang abu-abu.
”Ini kami sebut dengan harmonisasi. Sebab, kalau bangunan terminal lama beda jauh dari yang baru, orang akan malas ke terminal lama. Jadi, kami akan ubah cat di luar, kami tambah kaca di lantai atas yang dulu restoran, dan konter check in kami beri latar baru. Anggarannya sekitar Rp 25 miliar,” kata Minggus.
Menurut Minggus, terminal lama dan baru akan terintegrasi, seperti antarkonter check in dan ruang kedatangan yang tersambung. Bagian yang sudah terintegrasi ini akan segera digunakan dalam pelayanan harian dalam waktu dekat. ”Memang ada material yang belum datang. Namun, secara teknik sipil, bangunan sudah kokoh dan dapat dipakai,” ujarnya.
Ia berharap pembangunan terminal baru dapat membawa dampak positif bagi perekonomian Sulut. Beberapa peluang bisnis baru juga terbuka, seperti pemanfaatan area untuk perawatan pesawat. Sudah ada dua peminat dari dalam negeri dan Filipina. Akan ada lebih banyak pesawat berbadan lebar, seperti Airbus 330-200, yang singgah di Manado.
”Ke depan, Bandara Sam Ratulangi akan dijadikan bandara simpul untuk Indonesia bagian timur. Kita akan dapat melihat efek jangka panjangnya dalam lima tahun,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Sulut Olly Dondokambey berharap terminal baru itu dapat mendatangkan lebih banyak wisatawan mancanegara yang jumlahnya mencapai 122.000 orang pada 2019. Perpaduan dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Likupang akan dapat menarik setidaknya 162.000 pelancong dari luar negeri.