Kinerja ekspor-impor dipengaruhi penanganan Covid-19. Penanganan yang meyakinkan akan membangkitkan optimisme pasar dan menggerakkan perdagangan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan Covid-19 menjadi sentimen yang memengaruhi optimisme pasar. Selanjutnya, optimisme akan menjadi faktor yang berdampak pada kinerja ekspor dan impor secara berlanjut
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Selasa (15/12/2020), neraca perdagangan Indonesia pada Januari-November 2020 surplus 19,655 miliar dollar AS. Kondisi ini berbalik dari Januari-November 2019 yang defisit 3,514 miliar dollar AS.
Pada Januari-November 2020, neraca nonmigas surplus 25,14 miliar dollar AS. Besaran surplus ini menutup defisit neraca migas yang sebesar 5,484 miliar dollar AS. Sementara pada Januari-November 2019, neraca nonmigas yang defisit 9,096 miliar dollar AS tak dapat ditutup neraca migas yang surplus 5,581 miliar dollar AS.
Meski demikian, mengacu pada data BPS, ekspor RI pada Januari-November 2020 yang sebesar 146,784 miliar dollar AS lebih rendah dibandingkan dengan ekspor pada Januari-November 2019, yakni 153,254 miliar dollar AS.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani menilai, normalisasi ekonomi secara global berdampak positif terhadap permintaan dan harga sejumlah komoditas. Situasi ini membuat kinerja ekspor pada November 2020 naik signifikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Akan tetapi, tambah Shinta, tren kinerja perdagangan yang baik akan sangat bergantung pada berbagai sentimen akibat Covid-19. Jika ada kemunduran dalam normalisasi ekonomi akibat sentimen negatif pandemi, permintaan diprediksi akan tetap atau turun setelah memasuki 2021.
Shinta menambahkan, perdagangan pada 2021 akan dipengaruhi sentimen akibat vaksinasi. ”Kemungkinannya, 50-50 kinerja saat ini akan bertahan karena sangat tergantung pada reaksi pasar global terhadap pandemi dan korelasinya dengan normalisasi ekonomi,” katanya.
Perdagangan pada 2021 akan dipengaruhi sentimen akibat vaksinasi.
Kinerja impor juga dipengaruhi sentimen optimisme pasar akibat penanganan Covid-19. Menurut Shinta, impor bahan baku dan penolong yang meningkat didorong upaya normalisasi di level domestik dan ekspektasi terhadap peningkatan permintaan di pasar domestik menjelang akhir tahun. Karena itu, volume impor pada November 2020 naik. Namun, banyak pelaku usaha yang masih memilih untuk menunggu situasi.
”Karena daya beli dan kepercayaan konsumsi masih tertahan, industri nasional tidak meningkatkan kinerja secara besar-besaran. Kondisi ini masih sangat jauh dari kinerja sebelum pandemi karena banyak pelaku usaha yang tidak mau mengambil risiko apabila salah proyeksi terhadap ekspektasi pasar,” ujarnya.
Ia menilai, perbaikan kinerja pada November 2020 belum cukup untuk meningkatkan investasi atau lapangan kerja baru dan mendukung pemulihan ekonomi nasional yang lebih signifikan. ”Risiko usaha masih sangat tinggi dalam jangka pendek. Perlu ada daya dorong lain selain optimisme pasar domestik untuk memulihkan kinerja industri domestik,” katanya.
Impor pada November 2020 senilai 12,662 miliar dollar AS, naik dibandingkan dengan Oktober 2020 yang senilai 10,786 miliar dollar AS.
Perbaikan kinerja pada November 2020 belum cukup untuk meningkatkan investasi atau lapangan kerja baru dan mendukung pemulihan ekonomi nasional yang lebih signifikan.
Kepastian pasar
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Ahmad Heri Firdaus, mengatakan, perbaikan kinerja ekspor Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi mulai terjadi di tingkat global. Beberapa negara dinilai sudah berhasil menangani Covid-19 sehingga roda perdagangannya kembali berputar. Hal ini berdampak positif terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia.
Indonesia juga harus berefleksi pada perbaikan sejumlah negara mitra dagang untuk meningkatkan kinerja industri dalam negeri. Indikasi kenaikan impor bahan baku dan penolong serta barang modal menunjukkan kinerja industri mulai bangkit meski masih di bawah performa sebelum pandemi Covid-19.
”Tahun depan diharapkan bisa tumbuh lebih positif lagi, khususnya untuk aktivitas industri dalam negeri. Akan tetapi, itu semua tergantung dari kepastian pasar. Dan, kondisi pasar sangat bergantung pada penanganan pandemi,” kata Heri.
Dalam konferensi pers secara dalam jaringan, Selasa, Kepala BPS Suhariyanto memaparkan, smua sektor berkontribusi positif terhadap kinerja ekspor.
”Kenaikan ekspor bisa terjadi karena ada kenaikan permintaan serta kenaikan harga untuk beberapa komoditas andalan. Perkembangan ini sangat bagus sekali dan menggembirakan,” katanya.
Pada Januari-November 2020, sekitar 73,17 persen barang impor berupa bahan baku dan penolong. Adapun sisanya berupa barang modal (16,65 persen) dan barang konsumsi (10,18 persen),
Impor barang konsumsi pada November 2020 naik 264,5 juta dollar AS atau 25,52 persen dibandingkan dengan Oktober 2020. Sementara impor bahan baku dan penolong naik 1,028 miliar dollar AS atau 13,02 persen secara bulanan dan barang modal naik 583,5 juta dollar AS 31,54 persen secara bulanan.
Suhariyanto mengatakan, meskipun secara kumulatif belum pulih, kenaikan impor barang modal dan bahan baku menunjukkan investasi dan industri dalam negeri tidak lagi lesu. ”Pertumbuhan impor ini menggembirakan. Diharapkan akan menggerakkan industri dalam negeri dan berpengaruh positif pada investasi,” katanya.