Beberapa kali, proses pemulihan ekonomi di Indonesia tertahan akibat melonjaknya kasus Covid-19. Sulit mengharapkan kesinambungan pemulihan ekonomi tanpa peningkatan penanganan sisi kesehatan.
Oleh
M Fajar Marta
·4 menit baca
Kompas
M Fajar Marta, Wartawan Kompas
Memasuki triwulan IV-2020, data-data ekonomi Indonesia makin membuncahkan harapan. Berdasarkan data Google Mobility Report, aktivitas masyarakat di tempat-tempat perbelanjaan ritel dan grosir pada Oktober dan November cenderung meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya selama pandemi. Kondisi ini mencerminkan daya beli masyarakat yang semakin baik meskipun belum pulih seperti sediakala.
Membaiknya daya beli juga tecermin dari meningkatnya kembali harga-harga barang yang mendorong terjadinya inflasi pada Oktober dan November 2020 masing-masing 0,07 persen dan 0,28 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Kompas/Priyombodo
Pengujung menikmati santap siang di pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (8/11/2020). Pusat perbelanjaan mulai ramai dikunjungi warga pada libur akhir pekan.
Kondisi ini tak terlepas dari makin derasnya aliran stimulus pemerintah, baik melalui sisi permintaan untuk mendongkrak konsumsi dan daya beli maupun melalui sisi penawaran yang mendorong produksi barang. Stimulus tersebut digunakan untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pemerintah daerah, dukungan UMKM, dan insentif usaha.
Hingga 18 November 2020, pemerintah telah menggelontorkan dana program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 408,61 triliun dari total pagu senilai Rp 695,2 triliun untuk tahun ini.
Meningkatnya aktivitas ekonomi juga tampak dari konsumsi listrik bulan Oktober yang meningkat 1,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya seiring naiknya Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari 47,2 persen pada September menjadi 47,8 persen pada Oktober.
Kenaikan harga komoditas di pasar global, seperti minyak kelapa sawit dan tembaga, turut mengerek kinerja ekspor Indonesia, membuat neraca perdagangan pada Oktober 2020 surplus 3,61 miliar dollar AS.
Di sektor keuangan, investor asing kembali percaya menanamkan uangnya pada portofolio domestik, terutama surat berharga negara (SBN), pada Oktober dan November 2020, dengan pembelian bersih (net buy) masing-masing Rp 22 triliun dan Rp 15 triliun.
Per 10 Desember 2020, total kepemilikan asing pada SBN mencapai Rp 969 triliun, sudah jauh di atas titik terendahnya sebesar Rp 918 triliun yang tercatat pada 13 April 2020 saat terjadi gelombang aksi jual besar-besaran SBN oleh investor asing pada periode awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Kendati demikian, jumlah kepemilikan asing tersebut masih jauh periode sebelum pandemi yang mencapai Rp 1.077 triliun pada akhir Januari 2020.
Masuknya kembali dana asing membuat nilai tukar rupiah yang sempat terkulai di posisi Rp 16.608 per dollar AS pada 23 Maret 2020 kembali menguat ke level Rp 14.158 per dollar AS per 14 Desember 2020. Cadangan devisa pun kembali meningkat menjadi 133,6 miliar dollar AS pada akhir November 2020.
Memanfaatkan momentum ekonomi yang mulai menggeliat dan turunnya ketidakpastian global, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 3,75 persen pada 19 November 2020, yang tercatat sebagai yang terendah sepanjang sejarah republik. Harapannya, ini akan mempercepat penurunan suku bunga kredit perbankan sehingga bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong permintaan kredit.
Lesunya sektor rill dan rendahnya daya beli masyarakat selama pandemi telah membuat permintaan kredit anjlok drastis. Per Oktober 2020, pertumbuhan kredit terkontraksi minus 0,47 persen secara tahunan (year on year/yoy). Bahkan, secara tahun berjalan (year to date/ytd), pertumbuhan kredit telah minus 2,43 persen. Apabila keran kredit yang tersumbat kembali terbuka, perekonomian Indonesia akan pulih lebih cepat.
Tidak seimbang
Sayangnya, ketidakseimbagan antara penanganan Covid-19 dari sisi ekonomi dan sisi kesehatan kembali terjadi, seperti halnya pada periode Juni-Juli 2020. Saat itu, seiring kebijakan pelonggaran pembatasan sosial di berbagai daerah, perekonomian perlahan kembali menggeliat sepanjang Juni-Juli 2020.
Akan tetapi, membaiknya perekonomian tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan testing, tracing, dan treatment (3T) serta disiplin penerapan protokol kesehatan untuk memitigasi risiko penyebaran Covid-19 yang cenderung naik seiring meningkatnya mobilitas warga.
Kompas/Priyombodo
Petugas medis melakukan tes usap reaksi berantai polimerase (PCR) dengan sistem drive thru di Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium (GSI Lab), Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (14/12/2020).
Akibatnya, pada Agustus 2020, jumlah kasus harian yang terinfeksi Covid-19 melonjak. Masyarakat pun khawatir sehingga kembali mengerem aktivitas dan mobilitasnya. Dampaknya, geliat ekonomi kembali melemah sehingga pertumbuhan ekonomi triwulan III menjadi minus 3,49 persen, lebih rendah dari ekspektasi.
Ketidakseimbangan kembali terjadi saat ini. Sejak 10 November 2020, tren kasus harian kembali meningkat. Bahkan, pada 3 Desember 2020, jumlah kasus harian menyentuh angka 8.369 orang. Per 14 Desember 2020, total jumlah yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia mencapai 617.820 kasus dengan total kematian sebanyak 18.819 orang.
Jika situasi ini tak segera dikendalikan, perekonomian akan melesu kembali sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020. Meskipun pemberian vaksin Covid-19 segera diimplementasikan, pemerintah dan masyarakat seyogianya tidak kendur dalam menerapkan 3T dan protokol kesehatan. Hanya dengan cara ini pemulihan ekonomi dapat berkesinambungan, tidak terus-terusan tertahan akibat terjadinya lonjakan jumlah yang terinfeksi Covid-19.