Kepemimpinan yang Berempati Selamatkan Perusahaan dari Terpaan Krisis
Dalam industri kreatif, pemimpin yang memiliki empati dan semangat kolaborasi mutlak diperlukan untuk menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. Pemimpin yang optimistis akan mampu membawa kemajuan bersama.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri kreatif menjadi salah satu sektor paling terdampak pandemi Covid-19. Agar bisa bertahan dan tetap berinovasi, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor industri kreatif membutuhkan kepemimpinan yang mengedepankan empati.
CEO and Creative Head Sembilan Matahari Adi Panuntun menyampaikan, dalam menghadapi masa krisis akibat Covid-19, perusahaan memerlukan kepemimpinan yang mengedepankan empati. Sebab, kepedulian menjadi fondasi utama dalam proses berpikir kreatif.
”Dalam masa krisis ini, kita butuh cara baru yang tidak biasa, yaitu dengan mengedepankan semangat rebel (berontak), tetapi responsible (bertanggung jawab). Berontak dengan tidak menggunakan cara lama dan biasa-biasa saja,” ujar Adi, Rabu (16/12/2020).
Diskusi ini mengemuka dalam Webinar Series bertemakan ”Leadership in Creative Industry”. Webinar yang diadakan oleh Everidea Education juga menghadirkan narasumber, antara lain, Principle of Aaksen Responsible Aarchitecture Yanuar Pratama Firdaus dan Co-Founder and Creative Director PT Panenmaya Digital Dicky Sukmana.
Lebih lanjut, Adi mengatakan, selain empati, pemimpin harus memiliki harapan sebagai energi untuk memberikan semangat dan mengambil keputusan. Apabila pemimpin tidak optimistis terhadap yang dikerjakan, hasilnya pun tidak akan maksimal.
Sikap kolaboratif juga tidak kalah pentingnya untuk dimiliki seorang pemimpin. Dengan kerja sama dan kolaborasi, karya yang dihasilkan akan lebih baik dibandingkan dengan jika dikerjakan oleh masing-masing orang.
”Kalau kita teriak sendiri-sendiri, enggak akan berhasil. Virus korona aja berjamaah menyerang kita, masa kita enggak berjamaah menyerang virus ini?” ujar Adi yang merintis usaha sejak 2007.
Salah satu karya Sembilan Matahari, yaitu video mapping Gedung Sate ”Terbakar”, diceritakan Adi sebagai semangat kolaborasi dan solidaritas yang tetap relevan dilakukan saat ini. Kepemimpinan yang kuat disertai kekompakan akan membawa kemajuan bersama.
”Dalam sejarahnya, Gedung Sate memang tidak dibakar, tetapi punya relevansi kontak dengan sejarah Bandung Lautan Api. Suasana ini yang memanggil memori kita untuk saling merangkul dan menyumbangkan kapabilitas masing-masing,” kata Adi.
Semangat empati dan kolaborasi juga dibawa oleh Yanuar. Menurut dia, kunci menjalankan organisasi dalam masa krisis adalah peduli dan terus berkomunikasi agar memiliki pemikiran yang sama dalam menghadapi tantangan.
”Kita harus terus berinovasi di tengah perubahan yang terus terjadi. Masa pandemi ini juga memberikan peluang bagi kami untuk menyiapkan amunisi ketika ekonomi sudah mulai membaik ke depan, Aaksen pun siap,” ucapnya.
Aaksen, kata Yanuar, berupaya menghadirkan kualitas hidup yang lebih baik dengan menyediakan solusi terbaik melalui pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Salah satu desain yang dihasilkan adalah Home-Office-Pods AAND Sayana.
”Kami mencoba membuat shelter atau hunian yang meaningful (berarti) dengan kembali melihat arsitektur konvensional Indonesia yang dibuat lebih modern. Karya ini kita kerjakan dengan hati sehingga produk bisa lebih bernilai. Maka, penting bagi pemimpin memiliki empati,” ujar Yanuar.
Berpikir kritis
Dicky mengatakan, perusahaan harus memiliki budaya. Di perusahaannya, Panenmaya, ia menanamkan budaya ”why” (mengapa) kepada setiap karyawan untuk terus mempertanyakan segala sesuatu agar terbangun budaya berpikir kritis.
Kolaborasi menjadi langkah berikutnya yang harus dibangun industri kreatif. Sebagai perusahaan konsultan pemasaran digital, Dicky membangun kolaborasi dari level individu karena kantor merupakan rumah kedua yang harus diisi orang-orang dengan visi dan misi serupa.
”Kreativitas juga menjadi poin penting yang harus dimiliki pemimpin dan setiap karyawan. Maka, karyawan yang bekerja di Panenmaya hanya boleh tujuh tahun, setelahnya hubungan kami adalah partner,” ujarnya.
Ketika hal-hal itu dibangun dalam perusahaan, kata Dicky, produktivitas akan meningkat meski di tengah pandemi. Pada akhirnya, kebahagiaan akan menjadi penghargaan bagi setiap orang yang terlibat.