Jelang Natal dan Tahun Baru, Harga Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kupang Melonjak
Menjelang Natal dan Tahun Baru kali ini, harga sejumlah bahan pokok, termasuk daging, di sejumlah pasar tradisional dan pusat-pusat perbelanjaan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengalami kenaikan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Menjelang Natal dan Tahun Baru kali ini, harga sejumlah bahan pokok, termasuk daging, di sejumlah pasar tradisional dan pusat-pusat perbelanjaan di Kota Kupang mengalami kenaikan. Para pedagang mengaku tidak mengetahui penyebab kenaikan itu karena saat mendapatkan barang-barang tersebut dari pemasok, harganya juga telah naik.
Matilde Tambayong (54), pedagang bahan pokok, ditemui di tengah hujan deras di kios ”Utama” Pasar Kasih, Kota Kupang, Rabu (16/12/2020), mengatakan, kenaikan harga bahan pokok terjadi pada minyak goreng, telur, beras, tepung terigu, dan bumbu dapur, terutama bawang merah dan bawang putih.
”Kenaikan ini bervariasi, dari Rp 2.000 sampai dengan Rp 20.000 untuk setiap jenis barang. Beberapa jenis barang justru mengalami kenaikan sejak pertengahan November 2020, seperti minyak goreng. Sebagian harga bahan pokok mulai mengalami kenaikan awal Desember 2020, yakni beras dan bumbu dapur,” kata Matilde.
Minyak goreng merek Bimoli ukuran 1 liter naik dari Rp 28.000 per botol menjadi Rp 33.000 per botol, ukuran paling kecil 250 ml dijual Rp 12.500-Rp 14.000 per botol. Minyak goreng Tropicana 1 liter senilai Rp 27.500-Rp 32.900 per botol dan Sania Rp 27.600-Rp 30.700 per liter.
Beras Bulog masih dijual dengan harga Rp 9.500 per kg, tetapi ada pula pedagang menjual dengan harga Rp 10.000. Beras jeruk, Rp 12.000 per kg-Rp 13.200 per kg, beras nona Kupang Rp 12.700-Rp 13.200 per kg, dan beras super poles Sulawesi Rp 12.500-Rp 13.000 per kg.
Harga bumbu dapur, seperti bawang putih, naik sejak awal Desember 2020, dari Rp 30.000 per kg menjadi Rp 35.000 per kg, sementara bawang merah Rp 25.000-Rp 33.000 per kg. Dua jenis bumbu dapur ini pun didatangkan dari luar NTT.
Mariance (43), pedagang ayam potong di Pasar Oebobo, Kota Kupang, mengatakan, harga ayam potong sejak November 2020 sudah mengalami kenaikan, langsung dari peternak dengan alasan harga pakan naik.
Saat itu, harga satu ayam setara 1 kg dijual Rp 45.000 per ekor menjadi Rp 50.000 per ekor, berlangsung sampai akhir November 2020. Memasuki awal Desember 2020 naik lagi menjadi Rp 53.000 per kg, pekan kedua naik lagi Rp 55.000 per ekor.
”Pekan depan mendekati Natal dan Tahun Baru bakal naik Rp 60.000-Rp 70.000 per ekor. Sekarang, beberapa pedagang ayam terpaksa membagi ayam menjadi dua sampai empat bagian agar bisa laku dibeli konsumen,” kata Mariance.
Daging sapi relatif stabil karena mayoritas masyarakat Kupang enggan mengonsumsi daging sapi ketimbang daging babi atau ayam pada hari raya. Harga daging sapi pada Agustus-awal Desember 2020 masih berkisar Rp 90.000-Rp 95.000 per kg. Sementara daging babi naik dari Rp 60.000 menjadi Rp 80.000 per kg, jauh lebih murah dibandingkan dengan daging sapi.
Harga bahan pokok di pusat-pusat berbelanjaan, seperti supermarket dan swalayan, pun mengalami kenaikan. Swayalan ”Putra Fajar” Kupang, misalnya, beras nona Kupang 20 kg pada November 2020 dijual dengan harga Rp 220.000 per karung, naik menjadi Rp 235.000 per karung, beras jeruk 10 kg, naik dari Rp 110.000 per karung menjadi Rp 127.000 per karung.
Produksi hortikultura ini pun paling 4-5 ton per bulan sehingga sebagian pengusaha swalayan dan restoran masih mendatangkan dari luar NTT. Pemda harus berdayakan petani lokal guna memenuhi kebutuhan seperti sayur-mayur dan bumbu dapur. (Fredy)
Magdalena Somi (43), warga Kelurahan Oepura, Kota Kupang, ditemui di Pasar Kasih Kupang, mengatakan, dirinya tidak punya persiapan memasak jenis makanan tertentu untuk Nataru. Ia datang ke pasar itu hanya berbelanja sayur, tempe, beras, dan minyak goreng.
”Tidak seperti tahun lalu, saat suami masih kerja. Sejak suami diberhentikan dari PT Semen Kupang, Mei 2020, kami empat orang di rumah harus hidup lebih irit,” ujarnya.
Paling penting di masa pandemi Covid-19, menurut dia, sekeluarga masih bisa makan. ”Sekarang suami beralih kerja menjadi tukang ojek, penghasilan tidak tentu, syukur kalau bisa bawa pulang Rp 20.000-Rp 50.000 per hari,” katanya.
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Kasih Kupang, Marthen, mengatakan, kenaikan harga bahan pokok menjelang hari raya bukan saja terjadi tahun ini. Hampir setiap menjelang hari raya, seperti Natal dan Tahun Baru serta Idul Fitri selalu terjadi kenaikan.
Kenaikan ini merupakan bagian dari spekulasi para pedagang, terutama pedagang besar, yang menguasai lalu lintas perdagangan komoditas tertentu seperti beras, bawang, minyak goreng, ayam potong, dan telur. Pedagang menilai bisa mendapat keuntungan pada saat-saat seperti ini.
”Kalau mereka sudah kasih naik, kami pedagang kecil ini ikut juga. Kalau kami jual dengan harga lama, ya, rugi. Kenaikan itu memang dari sumbernya. Ayam, misalnya, jika peternak di Kupang menaikkan harga ayam dari kandang langsung, kami pun terpaksa menaikkan harga serupa kepada konsumen untuk menutup biaya angkut dan lain-lain,” kata Marthen.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur Fredy Ongkosaputra mengatakan, kenaikan harga bahan pokok itu memang wajar. Kota Kupang atau NTT pada umumnya sangat tergantung dari Surabaya dan Makassar. Bahkan, bawang, jahe, serai, kunyit, cabai, dan wortel saja harus didatangkan dari luar NTT.
Saat ini ada sejumlah anak muda tertarik mengembangkan pertanian hortikultura, seperti kol, sawi, wortel, tomat, dan cabe. Namun, hasil produksi dari tanaman ini langsung dikirim ke sejumlah swalayan, restoran, dan rumah-rumah warga yang sudah menjadi pelanggan tetap.
”Produksi dari hasil-hasil hortikultura ini pun paling 4-5 ton per bulan sehingga sebagian pengusaha swalayan dan restoran masih harus mendatangkan dari luar. Pemda harus berdayakan petani lokal guna memenuhi kebutuhan, seperti sayur-mayur dan bumbu dapur,” kata Fredy.