Baterai Bekas Pakai Kendaraan Listrik Masih Bernilai Ekonomi
Baterai bekas pakai kendaraan listrik masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan di luar transportasi. Pemanfaatan seperti ini dapat meringankan beban lingkungan sekaligus bernilai ekonomi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan limbah baterai agar tidak membebani lingkungan merupakan salah satu masalah pengembangan kendaraan listrik. Pemanfaatan baterai bekas pakai kendaraan listrik untuk keperluan lain dapat memperpanjang umur pemakaian baterai tersebut.
Kepala Program Studi Teknik Elektro Universitas Pelita Harapan Henri P Uranus, Rabu (16/12/2020), mengatakan, selama ini konsumen biasanya menganggap baterai kendaraan listrik sudah tidak memadai ketika kapasitasnya telah di bawah 80 persen. Baterai bekas pakai kendaraan listrik tersebut kemudian langsung dibawa ke industri daur ulang.
”Padahal, baterai bekas pakai kendaraan listrik yang kapasitasnya tinggal 70 persen pun sebenarnya masih cukup bagus dipakai untuk aplikasi atau perangkat lain yang tidak serumit kendaraan listrik,” ujarnya dalam Electric Vehicle Indonesia Webinar 2020 The Readiness Electric Vehicles in Indonesia yang digelar secara virtual.
Menurut Henri, baterai bekas pakai kendaraan listrik masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan lampu penerangan jalan. Selain itu, baterai tersebut juga bisa dipakai untuk menopang UPS (uninterruptible power supply/pasokan daya bebas gangguan) dan BTS (base transceiver station) telekomunikasi.
Selama ini konsumen biasanya menganggap baterai kendaraan listrik sudah tidak memadai ketika kapasitasnya telah di bawah 80 persen. Baterai bekas pakai kendaraan listrik tersebut kemudian langsung dibawa ke industri daur ulang.
Skema pemanfaatan baterai bekas pakai kendaraan listrik memiliki banyak manfaat. Pertama, membantu mengurangi beban lingkungan dari limbah baterai, karena dengan pemanfaatan baterai bekas, umur pakai baterai bisa sampai 10 tahun.
Kedua, lanjut Henri, manfaat ekonomi baterai bekas. Pengguna akan mendapatkan harga baterai yang lebih bersaing dengan memanfaatkan baterai bekas pakai kendaraan listrik tersebut. Nilai ekonomi baterai bekas pakai untuk keperluan lain ini diharapkan dapat menekan biaya kepemilikan kendaraan listrik.
Vice President Planning and New Ventures of PT Pertamina (Persero) Ary Kurniawan menuturkan, salah satu tantangan pengembangan baterai adalah belum adanya standardisasi baterai di Indonesia. Standardisasi baterai dibutuhkan untuk memberi kejelasan dalam menentukan jenis dan spesifikasi baterai yang akan dikembangkan.
Tantangan lain dalam bisnis baterai adalah teknologinya yang selalu berkembang dari tahun ke tahun. ”Baterai bukan produk yang dapat dipertahankan dalam 20 tahun. Bisnis baterai adalah bisnis teknologi, di mana perubahannya bisa terjadi setiap lima tahun,” katanya.
Baterai bukan produk yang dapat dipertahankan dalam 20 tahun. Bisnis baterai adalah bisnis teknologi, di mana perubahannya bisa terjadi setiap lima tahun.
Menurut Ary, bukan hanya Indonesia yang ingin memiliki kemampuan memproduksi baterai kendaraan listrik. Saat ini banyak negara yang ingin menjadi produsen baterai berusaha menarik investor agar berminat mengembangkan baterai kendaraan listrik di negara mereka.
Thailand, misalnya, lumayan agresif memberikan insentif supaya investor bersedia membangun bisnis baterai di negara tersebut. ”Harapan kami, Pemerintah Indonesia bisa memberikan insentif yang lebih baik dibandingkan negara pesaing untuk pengembangan baterai kendaraan listrik,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Sarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan Mohamad Risal Wasal mengatakan, ada insentif fiskal biaya uji tipe kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Insentif fiskal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah mendorong perkembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Indonesia.
Biaya uji tipe kendaraan bermotor bakar untuk jenis sepeda motor Rp 9,5 juta, mobil penumpang Rp 27,8 juta, dan bus Rp 126,9 juta. Sementara itu, biaya uji tipe kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk jenis sepeda motor hanya Rp 4,5 juta, mobil penumpang Rp 13,2 juta, dan bus Rp 13,2 juta.