Pada masa pandemi Covid-19, masyarakat kian aktif berbelanja di platform digital. Namun, seiring peningkatan itu, pengaduan masyarakat perihal e-dagang juga bertambah.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Seorang warga melihat penawaran promo belanja daring 10.10 di aplikasi e-dagang, Sabtu (10/10/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Belanja masyarakat melalui kanal perdagangan secara elektronik atau e-dagang meningkat selama pandemi Covid-19. Namun, peningkatan belanja diikuti lonjakan pengaduan konsumen.
Menurut data ”Catatan Akhir Tahun”, pada 2020 Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima 1.276 aduan konsumen. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan 2019, yakni 1.518 aduan.
Akan tetapi, aduan konsumen perihal e-dagang melonjak dari 32 aduan pada 2017-2019 menjadi 282 aduan pada 2020. Porsi aduan mengenai e-dagang, yang semula 1,35 persen terhadap total aduan, meningkat menjadi 23,11 persen.
Ketua Komisi Advokasi BPKN Rolas B Sitinjak mengatakan, masyarakat paling sering mengadukan perihal uang dari pengembalian tiket, kata kunci sekali pakai, dan pengelabuan pada platform digital. Namun, sebagian besar hal yang diadukan itu disebabkan ketidaktelitian konsumen. ”Misalnya, ketika mengembalikan tiket, nama yang digunakan di akun dan rekening berbeda sehingga tidak dapat diproses,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (14/12/2020).
Masyarakat paling sering mengadukan perihal uang dari pengembalian tiket, kata kunci sekali pakai, dan pengelabuan pada platform digital.
Dari 282 aduan tersebut, sebanyak 94 aduan di antaranya telah selesai diproses. BPKN memfasilitasi pemulihan hak konsumen tanpa melibatkan proses hukum.
Menurut Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga, kenaikan jumlah aduan muncul seiring peningkatan transaksi e-dagang.
Mengutip data Bank Indonesia, nilai transaksi e-dagang Rp 429 triliun pada tahun ini atau meningkat dari Rp 205 triliun pada 2019.
Kompas
Total Belanja Tahunan E-dagang
Bima berpendapat, konsumen perlu memahami model bisnis platform e-dagang demi menekan risiko bertransaksi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020, pelaku e-dagang akan memfasilitasi aduan jika konsumen merasa tak puas.
Konsumen perlu memahami model bisnis platform e-dagang demi menekan risiko bertransaksi.
Bima menambahkan, anggota idEA kerap mengadakan kegiatan edukasi bagi konsumen. ”Langkah ini strategis bagi konsumen agar memperhatikan hal-hal penting dalam melindungi diri ketika bertransaksi secara daring,” katanya.
Peneliti di Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, pelaku e-dagang mesti menindaklanjuti tren kenaikan aduan dengan meningkatkan kapasitas keamanan aplikasi agar dapat mendeteksi potensi penipuan.
Adapun peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menyoroti keberadaan sistem dalam e-dagang yang mampu mendeteksi potensi penipuan pada penjual.
Dari sisi regulator, anggota Komisi VI DPR, Deddy Yevri H Sitorus, mengimbau Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Keuangan untuk duduk bersama membahas aturan teknis dalam rangka menyikapi lonjakan aduan konsumen di e-dagang. ”Di tengah peningkatan aktivitas belanja daring yang dapat berdampak positif bagi pemulihan ekonomi nasional perlu regulasi setingkat peraturan menteri demi melindungi konsumen,” katanya.