Tenaga Surya Bisa Percepat Target Bauran Energi Nasional
Indonesia punya target ambisius bauran energi nasional sebesar 23 persen dari energi baru dan terbarukan pada 2025. Dengan besaran 10,9 persen saat ini, pemasangan PLTS atap diyakini bisa mempercepat pencapaian target.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap bisa mempercepat pencapaian target bauran energi nasional pada 2025, yaitu 23 persen berasal dari energi baru dan terbarukan. Pemasangan yang mudah dan relatif cepat serta harga produk yang terjangkau adalah beberapa faktor yang mempercepat pencapaian target. Potensi tenaga surya di Indonesia terbilang besar mencapai 207.800 megawatt peak.
Dalam webinar bertajuk ”Mengejar Orde Gigawatt Energi Surya di Indonesia”, Selasa (15/12/2020), Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyampaikan, pertumbuhan PLTS atap di Indonesia kurang begitu menggembirakan. Target Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap yang diluncurkan pada 2017 belum menyentuh angka yang diharapkan. Sejauh ini baru terpasang 11,5 megawatt atau jauh dari target 1.000 megawatt atau 1 gigawatt di 2020.
”Kenapa 1 gigawatt yang dijadikan patokan? Apabila angka 1 gigawatt tercapai, penetrasi PLTS atap akan semakin mudah. Semakin besar skala pemasangan, biaya akan menjadi semakin murah. Harga masih menjadi faktor penting terhadap pengembangan energi terbarukan,” kata Fabby.
Fabby menambahkan, Vietnam yang pertumbuhan kapasitas terpasang PLTS per tahun rata-rata 300 megawatt, kini dalam tiga tahun terakhir melonjak pesat menjadi 600-700 megawatt per tahun. Bahkan, dalam setahun, negara tersebut mampu membangun dengan kapasitas 1.000 megawatt.
Target Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap yang diluncurkan pada 2017 belum menyentuh angka yang diharapkan. Sejauh ini baru terpasang 11,5 megawatt atau jauh dari target 1.000 megawatt atau 1 gigawatt di 2020.
”Bagaimana Indonesia agar bisa meniru Vietnam? Kuncinya ada di PLTS atap rumah tangga di Indonesia, terutama di kota besar. Apabila semua terpasang, target 23 persen bauran energi baru terbarukan di 2025 bisa dicapai. Jadi, yang perlu didorong adalah pemasangan PLTS atap di level rumah tangga dan komersial,” tutur Fabby.
Sementara itu, bagi Ketua Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) Bambang Sumaryo, terdapat sejumlah hal yang membuat kapasitas PLTS atap di Indonesia berjalan lamban. Salah satu sebabnya adalah alat pencatat meteran tenaga listrik dari tenaga surya yang untuk dijual (ekspor) ke PLN. Ketersediaan alat khusus tersebut terbatas.
”Selain itu, soal aturan jual beli kelebihan daya listrik PLTS atap yang bisa dijual ke PLN. Aturan yang ada saat ini membatasi maksimal sebesar 65 persen dari kapasitas terpasang yang bisa dijual ke PLN,” ujar Bambang.
Salah satu perusahaan yang bergerak pada pemasangan PLTS atap, ATW Solar, menyebutkan bahwa tren pemasangan PLTS atap di sektor rumah tangga tumbuh pesat di masa pandemi Covid-19. Penyebabnya adalah konsumsi tenaga listrik rumah tangga meningkat selama kebijakan bekerja di rumah diberlakukan. Salah satu motivasi konsumen memasang PLTS atap adalah untuk mengurangi biaya tagihan rekening listrik PLN.
Tren pemasangan PLTS atap di sektor rumah tangga tumbuh pesat di masa pandemi Covid-19.
”Selama pandemi Covid-19, pertumbuhan pasar kami mencapai 2,3 lipat dibanding tahun 2019. Selain untuk menekan biaya tagihan listrik PLN, sudah tumbuh kesadaran di masyarakat untuk beralih ke penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan,” kata Vice President Distribution & Residential ATW Solar Chairiman.
Sebelumnya, dari sektor pengembangan sumber energi terbarukan di Indonesia, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya mengungkapkan, sampai triwulan II-2020, porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 10,9 persen. Padahal, pada 2025, target yang dicanangkan pemerintah adalah 25 persen. Diperlukan percepatan pengembangan energi terbarukan untuk mencapai target tersebut.
”Untuk mencapai target tersebut, kami berfokus pada pengembangan energi terbarukan yang lebih cepat dibangun dan pembiayaan pembangunannya kompetitif, seperti PLTS,” kata Harris.
Hingga 2035, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik dari energi terbarukan sebesar 47.500 megawatt. Dari target tersebut, PLTS adalah pemilik porsi terbesar, yaitu mencapai 17.540 MW yang disusul pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 7.815 megawatt, dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 7.170 megawatt.