Nilai Ekspor Sumsel Menyentuh Titik Terendah sejak Tiga Tahun Terakhir
Nilai ekspor Sumsel menurun signifikan pada November 2020 karena belum pulihnya perekonomian negara tujuan ekspor.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Nilai ekspor Sumsel menurun signifikan pada November 2020. Bahkan, penurunan ekspor ini merupakan yang terparah sejak tiga tahun terakhir. Penurunan ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara tujuan ekspor yang belum pulih akibat pandemi Covid-19. Keberadaan vaksin diharapkan dapat mendongkrak kembali kegiatan ekspor-impor, terutama untuk komoditas unggulan di Sumsel.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih, Selasa (15/12/2020), menuturkan, nilai ekspor Sumsel pada November 2020 sebanyak 304,19 juta dollar AS atau turun 8,53 persen dibandingkan dengan nilai ekspor Sumsel pada Oktober 2020, yakni mencapai 332,57 juta dollar AS. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, tingkat penurunannya mencapai 6,78 persen.
Penurunan nilai ekspor di Sumsel itu sudah terjadi sejak tiga tahun terakhir. BPS mencatat, nilai ekspor Sumsel pada Januari-November 2018 mencapai 4,07 miliar dollar AS, sementara pada periode yang sama tahun 2019, nilai ekspor Sumsel turun menjadi sekitar 3,71 miliar dollar AS. Pada Januari-November 2020, nilai ekspor Sumsel menyentuh titik terendah, yakni sekitar 3,21 miliar dollar AS.
Penurunan ekspor ini terjadi di beberapa komoditas unggulan di Sumsel, seperti karet, bubur kertas, dan kertas tisu. Nilai ekspor karet di Sumsel pada Oktober 2020 mencapai 124,19 juta dollar AS, tetapi pada November 2020 menurun menjadi 103,55 juta dollar AS.
Sepanjang Januari-November 2020, nilai ekspor karet Sumsel juga mengalami hal serupa. Pada periode itu, nilai ekspor karet di Sumsel mencapai 1,06 miliar dollar AS, turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,2 miliar dollar AS.
Penurunan nilai ekspor Sumsel terjadi karena adanya penurunan nilai ekspor di beberapa negara tujuan ekspor utama, seperti China, Korea Selatan, dan India. Penurunan ekspor paling tinggi terjadi di China yang mencapai 105 juta dollar AS atau menurun 14,40 persen ketimbang nilai ekspor di negara yang sama pada Oktober 2020.
Penurunan nilai ekspor ke China itu sangat berpengaruh signifikan terhadap keseluruhan nilai ekspor Sumsel.
Penurunan nilai ekspor ke China itu sangat berpengaruh signifikan terhadap keseluruhan nilai ekspor Sumsel karena negara ”Tirai Bambu” ini berkontribusi paling besar terhadap serapan ekspor di Sumsel. Sepanjang Januari-November 2020, nilai ekspor Sumsel ke China mencapai 1,1 miliar dollar AS dari total ekspor Sumsel sebesar 3,2 miliar dollar AS.
Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan Alex Kurniawan Eddy menuturkan, memang terjadi penurunan nilai ekspor karet di Sumsel pada November tahun ini. Itu terjadi karena kondisi perekonomian di China belum pulih benar. ”Pertumbuhan ekonomi di China belum masif sehingga berpengaruh terhadap serapan ekspor,” ucap Alex.
Dia menambahkan, akibat pandemi, industri karet di Sumsel memang sangat terpukul. Produksi dan ekspor karet turun signifikan. Pada 2019, produksi karet di Sumsel mencapai 981,809 ton. Dari jumlah tersebut, 945.443 ton diekspor ke beberapa negara. Namun, pada 2020, total produksi karet di Sumsel hanya 780.829 ton. Sebanyak 757.271 ton di antaranya diekspor.
Alex mengatakan, memang saat ini harga karet di pasar dunia jauh membaik, yakni sekitar 1,55 dollar AS per kilogram (kg), melonjak tajam dibandingkan dengan Mei 2020 yang pernah menyentuh 1,08 dollar AS per kg. ”Walau harga membaik, tidak otomatis ekspor naik karena kontrak komoditas karet biasanya sudah dilakukan dua-tiga bulan sebelum pengapalan,” ucap Alex.
Dia berharap kondisi ekspor karet Sumsel bisa membaik, terutama ketika vaksin Covid-19 sudah digunakan sehingga secara tidak langsung berpengaruh para pergerakan ekonomi dunia.