Industri Pelayaran Menanti Pinjaman Berbunga Rendah
Perusahaan pelayaran nasional perlu dukungan suku bunga pinjaman yang lebih rendah dan jangka waktu pinjaman yang lebih panjang.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pelayaran di Indonesia masih menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19. Di tengah kondisi itu, pelaku usaha perkapalan berharap mendapatkan pinjaman berjangka waktu cukup panjang, seperti halnya proyek infrastruktur.
Dukungan di sisi moneter, berupa tingkat suku bunga lebih menarik dengan jangka waktu pembayaran lebih panjang, dinilai dapat membantu industri pelayaran nasional.
Wakil Ketua Bidang Perhubungan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Carmelita Hartoto, di Jakarta, Senin (14/12/2020), mengatakan, saat ini suku bunga pinjaman berkisar 8,5-14 persen untuk rupiah dan 6-8 persen untuk dollar AS. Jangka waktu pinjaman di Indonesia masih cukup pendek, yakni 3-5 tahun.
”Sebagai perbandingan, di negara lain jangka waktunya 7-10 tahun dengan suku bunga 1-2 persen,” kata Carmelita dalam diskusi virtual Forum Wartawan Perhubungan bertajuk ”Optimisme Industri Pelayaran di Tahun 2021”.
Pelaku industri pelayaran nasional sedang meminta dukungan dari sisi pembiayaan. Apalagi, pemerintah menyatakan akan memberikan perhatian terhadap sektor kelautan, antara lain melalui program tol laut.
Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) Buddy Rakhmadi, kapal merupakan sarana pendukung tol laut.
”Jadi, kami meminta agar kapal, seperti halnya proyek infrastruktur, bisa mendapatkan tempo pembayaran yang lebih panjang,” katanya.
Dengan cara itu, perusahaan pelayaran nasional memiliki daya saing saat harus berlaga di kancah internasional.
Pelaku industri pelayaran nasional sedang meminta dukungan dari sisi pembiayaan.
Tak bisa sendiri
Sementara itu, Wakil Ketua Umum INSA Darmansyah Tanamas menuturkan, pelayaran merupakan salah satu sektor usaha bercorak padat modal. Perkembangan sektor pelayaran tidak terlepas dari unsur pembiayaan perbankan.
”Pelayaran tidak bisa menyediakan pembiayaan sendiri 100 persen. Harapan kami ada suatu skema pembiayaan khusus untuk pengadaan kapal,” kata Darmansyah.
Ada dua hal yang kini mengganggu arus kas perusahaan pelayaran di masa pandemi Covid-19. Pertama, tagihan yang tertunda dari beberapa klien atau pelanggan pengguna jasa industri pelayaran. Kedua, kontrak sebagian anggota INSA dipotong.
Dia mencontohkan rencana kontrak yang semula lima tahun, mendadak harus dievaluasi kembali. Bahkan, ada kontrak yang dihentikan karena beberapa proyek dari pemilik barang terlilit kesulitan akibat pandemi Covid-19.
”Ada juga yang biaya sewanya dinegosiasi ulang. Kesemuanya ini berpengaruh pada arus kas perusahaan, khususnya dalam kemampuan (perusahaan pelayaran) membayar kepada perbankan,” ujar Darmansyah.
Hingga kini, INSA sedang berusaha mengatasi permasalahan tersebut. Persoalan lain yang dihadapi adalah pelaku usaha memerlukan restrukturisasi pinjaman.
Sebelumnya, Lektor Kepala Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember I Ketut Gunarta mengatakan, secara umum, profitabilitas perusahaan pelayaran sebelum pandemi Covid-19 cukup baik. Namun, sebagian besar memiliki struktur modal yang didominasi pinjaman dengan beban biaya dana cukup besar.
”Sehingga kemampuan membayarnya cukup rentan,” kata Gunarta, pekan lalu.
Menurut dia, relaksasi bunga akan dapat membantu perusahaan pelayaran memiliki daya tahan likuiditas.
Persoalan lain yang dihadapi adalah pelaku usaha memerlukan restrukturisasi pinjaman.