5.000 Karyawan Korban PHK Pandemi Covid-19 Didorong Jadi Wirausaha
Sebanyak 5.000 karyawan pabrik yang terkena pemutusan hubungan kerja sebagai dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 didorong menjadi wirausaha. Pemkab Sidoarjo berikan stimulus ekonomi dan jaring pengaman sosial.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Sebanyak 5.000 karyawan pabrik yang terkena pemutusan hubungan kerja sebagai dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 didorong menjadi wirausaha dan diminta tidak hanya berorientasi mencari kerja di sektor formal. Pemkab Sidoarjo memberikan sejumlah stimulus ekonomi seperti bantuan modal usaha dan bantuan tunai Rp 600.000.
Ratusan karyawan PT Young Tree mendatangi kantor BPR Delta Artha Sidoarjo di Jalan Ahmad Yani, Senin (14/12/2020). Mereka berdiri berdesakan mengantre pencairan bantuan langsung tunai sebesar Rp 600.000 per orang. Pengabaian protokol kesehatan itu berlangsung hingga aparat kepolisian menertibkan.
“Saya diberitahu oleh perusahaan untuk datang ke kantor BPR Delta Artha. Katanya dapat uang bantuan. Nilainya berapa dan bantuan darimana tidak tahu,” ujar Laila (26) salah satu karyawan.
Laila menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum Lebaran lalu. Dia tidak mendapatkan pesangon karena statusnya karyawan kontrak. Sejak itu ia berupaya mencari kerja di pabrik lain namun hingga kini belum mendapatkan pekerjaan karena banyak pabrik di Sidoarjo yang merasionalisasi karyawannya.
Dinas Tenaga Kerja Sidoarjo menyebutkan jumlah pekerja yang terkena rasionalisasi akibat pandemi Covid-19 sebenarnya lebih dari 12.000 orang. Namun, mayoritas merupakan pendatang dari berbagai daerah di sekitar Sidoarjo. Hasil pendataan melalui kartu identitas diperoleh 5.000 orang yang merupakan penduduk Sidoarjo.
Sebanyak 5.000 orang ini merupakan karyawan dari 66 perusahaan atau pabrik. Mereka merasionalisasi karyawan karena produksi berkurang. Penjualan produk turun karena pandemi Covid-19 (Fenny Apridawati)
“Sebanyak 5.000 orang ini merupakan karyawan dari 66 perusahaan atau pabrik. Mereka merasionalisasi karyawan karena produksi berkurang. Penjualan produk turun karena pandemi Covid-19,” ujar Kepala Disnaker Sidoarjo Fenny Apridawati.
Meringankan beban
Kepala Dinas Sosial Sidoarjo Tirto Adi menambahkan untuk meringankan beban ekonomi para pekerja yang di PHK, pemda menyalurkan bantuan tunai Rp 600.000 per orang. Ini merupakan program jaring pengaman sosial untuk pekerja di sektor formal.
Adapun anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 3 miliar. Dana itu bersumber dari APBD-Perubahan 2020. Adapun untuk mempercepat pencairan bantuan tunai tersebut, pemda bekerjasama dengan BPR Delta Artha dan pihak perusahaan tempat karyawan itu bekerja.
“Ada tujuh titik pencairan bantuan yang disiapkan, antaralain di kantor BPR Delta Artha dan di sejumlah lokasi pabrik. Hal itu untuk mencegah terjadinya kerumunan massa dalam jumlah besar,” kata Tirto.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono saat menyerahkan bantuan secara simbolis kepada pekerja berpesan agar uang itu digunakan untuk hal yang produktif bukan konsumtif. Dia meminta para pekerja tidak patah semangat dan berusaha bangkit dengan mencari kerja di tempat lain.
“Mengingat banyak perusahaan yang terdampak pandemi, harapannya para pekerja ini agar mencoba membangun wirausaha mandiri,” ujar Hudiyono.
Pemkab Sidoarjo sejatinya memiliki sejumlah program stimulus yang dirancang untuk mengatasi dampak ekonomi pandemi Covid-19. Contohnya bantuan modal bagi usaha mikro yang disalurkan melalui pemerintah desa. Ada juga bantuan subsidi bunga pinjaman modal usaha bagi pelaku UMKM.
Stimulus ekonomi ini diharapkan mampu mengakselerasi kebangkitan dunia usaha yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Pemda Sidoarjo juga ingin mendorong tumbuhnya pelaku UMKM baru yang mampu bertahan di tengah pandemi. Bahkan UMKM diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi selain industri.
Mengingat banyak perusahaan yang terdampak pandemi, harapannya para pekerja ini agar mencoba membangun wirausaha mandiri (Hudiyono)
Kondisi industri sendiri belum stabil. Bahkan baru-baru ini ada 11 perusahaan besar yang sudah meminta izin merelokasi tempat usahanya dari Sidoarjo ke daerah lain dalam waktu dekat. Salah satu alasannya, tingginya biaya produksi yang disebabkan oleh upah minimum daerah.
Sebanyak 11 perusahaan itu merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja baik pekerja lokal maupun pekerja yang berasal dari daerah sekitar. Sektor usaha padat karya itu antaralain industri sepatu dan alas kaki. Ada sejumlah alasan yang melatari hengkangnya industri besar ini, namun yang paling banyak disampaikan soal upah minimum yang tinggi.
Upah tinggi itu sejatinya wajar karena Sidoarjo merupakan kawasan ring satu ekonomi Jatim. Upah Minimum Kabupaten (UMK) Sidoarjo 2021 ditetapkan sebesar Rp 4.293.581 per bulan per pekerja. Upah itu naik Rp 100.000 dibandingkan tahun sebelumnya Rp 4.193.581 per bulan.
Kenaikan upah itu mengakomodir aspirasi pekerja, sedangkan kelompok pengusaha menghendaki nilai upah tetap sama dengan alasan kondisi ekonomi makro terkontraksi akibat pandemi Covid-19. Meski kenaikannya kecil, namun nilai UMK Sidoarjo jauh lebih tinggi dibandingkan UMK daerah di pinggiran Jatim.
Contohnya Kabupaten Nganjuk dan Madiun yang nilai UMK-nya berada di kisaran Rp 1,9 juta atau sekitar 50 persennya dari UMK Sidoarjo. Disparitas upah ini menjadi daya bagi industri besar untuk merelokasi usahanya ke daerah pinggiran.