Infrastruktur Pengisian Daya Kendaraan Belum Cukup
Penyediaan energi bersih untuk kendaraan listrik menjadi keharusan. Tujuan pengurangan pencemaran dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil tak tercapai signifikan apabila listrik dipasok dari PLTU.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Kompas
Pengisian baterai Hyundai Kona Electric di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, Rabu (11/11/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendirikan sejumlah infrastruktur pengisian daya listrik bagi kendaraan listrik belum cukup untuk mengurangi ketergantungan penggunaan bahan bakar minyak atau BBM di Indonesia. Penggantian pembangkit listrik berbahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan tidak bisa diabaikan guna menekan ketergantungan tersebut.
Kendaraan listrik menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam mengurangi tingkat pencemaran udara. Sebab, menurut catatan Kementerian Perhubungan, 60 persen pencemaran udara ditimbulkan oleh asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar beroktan rendah. Oleh karena itu, pemerintah mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal bertenaga listrik.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, idealnya, listrik untuk pengisian daya kendaraan listrik dipasok dari pembangkit yang menggunakan energi bersih dan terbarukan. Dengan cara itu, usaha mengurangi pencemaran udara dan ketergantungan terhadap BBM dapat terwujud. Pemerintah harus memperhatikan benar sumber pasokan listrik dalam konteks kendaraan listrik tersebut.
”Saat ini, populasi kendaraan listrik di Indonesia masih minim, sekitar 3.000 unit. (Jumlah) Ini belum signifikan terhadap tujuan pengurangan pencemaran udara dan mengurangi pemakaian BBM,” kata Fabby saat dihubungi, Minggu (13/12/2020).
Pemerintah harus memperhatikan benar sumber pasokan listrik dalam konteks kendaraan listrik tersebut.
Stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang diresmikan di PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, di Jakarta, Selasa (29/10/2019). SPKLU ini sebagai bagian dari implementasi kelengkapan infrastruktur bagi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (”Battery Electric Vehicle”).
Fabby menambahkan, dengan mayoritas jenis pembangkit listrik di Indonesia adalah yang berbahan bakar batubara (PLTU), faktor emisi di sistem Jawa-Bali mencapai 0,8-0,9 ton karbon dioksida per megawatt jam (MWh). Angka faktor emisi diperkirakan meningkat seiring bertambahnya proyek pembangunan PLTU di Indonesia. Dengan demikian, tujuan penggunaan kendaraan listrik belum tercapai sepenuhnya apabila PLTU di Indonesia makin banyak yang beroperasi.
Stasiun pengisian
PT Pertamina (Persero) meresmikan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) secara komersial untuk yang pertama pada pekan lalu. Kelebihan SPKLU tersebut, yang berlokasi di Jalan Fatmawasi, Jakarta Selatan, adalah memiliki fasilitas pengisian daya cepat (fast charging) 50 kilowatt (kW). Selain itu, pada SPKLU tersebut terdapat fasilitas pengisian daya cepat untuk dua kendaraan sekaligus.
”Kendaraan listrik akan menjadi tren di masa mendatang di Indonesia. Dengan dukungan semua pemangku kepentingan, Pertamina siap mengembangkan bisnis pengisian daya listrik bagi kendaraan listrik untuk mendukung Indonesia bebas polusi,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman.
Guna mendorong percepatan pemanfaatan kendaraan listrik, Pertamina menggandeng Gojek Indonesia dalam kerja sama penggantian baterai untuk sepeda motor listrik. Nota kesepahaman telah ditandatangani kedua pihak pada April 2020 dan diharapkan segera teralisasi pada 2021. Kedua pihak sepakat untuk menguji 25 sepeda motor listrik yang dioperasikan mitra Gojek.
Pertamina menggandeng Gojek Indonesia dalam kerja sama penggantian baterai untuk sepeda motor listrik.
”Pertamina menyediakan infrastruktur pengisian daya listrik dan fasilitas penukaran baterai kendaraan listrik mitra Gojek yang tersedia di lima SPBU di Jakarta Pusat,” kata Fajriyah.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Tampilan layar dari akun Youtube Kementerian Perhubungan terkait paparan Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Kukuh Kumara pada seminar dalam jaringan bertajuk Kendaraan Bermotor Menggunakan Penggerak Listrik, Rabu (25/11/2020).
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Peraturan ini telah diundangkan pada 12 Agustus 2019 lalu.
Aturan itu antara lain menyebutkan, percepatan kendaraan berbasis baterai diselenggarakan melalui pengembangan industri baterai dalam negeri, pemberian insentif, penyediaan infrastruktur pengisian listrik, dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk kendaraan berbasis baterai.
Adapun untuk mengurangi pemakaian BBM kotor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan peraturan bernomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dalam aturan penggunaan BBM bagi kendaraan roda empat itu, nilai oktan bahan bakar (research octane number/RON) minimal yang dipersyaratkan adalah 91. Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria itu adalah jenis pertamax dengan RON 92.
Akan tetapi, aturan tersebut tidak berjalan efektif lantaran masalah harga. BBM dengan RON 88 dijual lebih murah, yaitu Rp 6.450 per liter, sedangkan BBM dengan RON 92 dijual seharga Rp 9.000 per liter. Di samping itu, SPBU yang menjual BBM beroktan tinggi juga sedikit atau hanya 18 persen dari total SPBU di Indonesia yang sebanyak 5.768 unit.