RI Tingkatkan Kerja Sama dengan Jepang dan Sasar Pasar Afrika
Ratifikasi Protokol Amendemen ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (1st Protocol to Amend AJCEP) dan Indonesia-Mozambik Preferential Trade Agreement (IM-PTA) ditargetkan rampung pada triwulan I-2021.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengejar ratifikasi dua perjanjian dagang dengan Jepang dan Mozambik melalui instrumen peraturan presiden. Peluang Indonesia di panggung perdagangan global semakin terbuka, tidak hanya dengan pasar ekspor tradisional, tetapi juga pasar nontradisional, seperti negara-negara Afrika.
Perjanjian dagang dengan Jepang ditempuh lewat ratifikasi protokol amendemen terhadap Kemitraan Ekonomi Komprehensif ASEAN-Japan atau AJCEP (1st Protocol to Amend AJCEP). Sementara kerja sama dengan Mozambik dieksekusi lewat ratifikasi Perjanjian Perdagangan Preferensial Indonesia-Mozambik (IM-PTA). Keduanya ditargetkan rampung pada triwulan I-2021.
Perjanjian AJCEP sudah diratifikasi Indonesia sejak 2009 lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 50 Tahun 2009. Namun, AJCEP sebelumnya hanya mencakup perdagangan barang antara negara ASEAN dan Jepang. Dengan amendemen terbaru ini, kerja sama diperluas menjadi investasi, perdagangan jasa, dan pergerakan orang (movement of natural persons/MNP).
Sementara IM-PTA merupakan perjanjian dagang barang pertama Indonesia dengan negara di kawasan Afrika. Lewat IM-PTA, kedua negara sama-sama memberi penurunan tarif bea masuk untuk beberapa produk unggulan. Mozambik diharapkan dapat menjadi hub (penghubung) ekspor Indonesia untuk menembus kawasan lain di Afrika Selatan dan Timur.
”Harapannya, kita bisa menjaga ekspor ke pasar tradisional sekaligus meningkatkan ekspor ke negara nontradisional. Mozambik dan Afrika kini sedang berkembang. Pemerintah perlu agresif meningkatkan nilai ekspor untuk memacu pemulihan ekonomi saat pandemi,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (11/12/2020).
Harapannya, kita bisa menjaga ekspor ke pasar tradisional sekaligus meningkatkan ekspor ke negara nontradisional. Mozambik dan Afrika kini sedang berkembang.
Agus mengatakan, implementasi protokol AJCEP diproyeksikan meningkatkan ekspor sektor jasa Indonesia ke Jepang menjadi 729,3 juta dollar AS pada 2022 dan 891,9 juta dollar AS pada 2025. Selain itu, protokol ini diprediksi akan meningkatkan nilai investasi Jepang ke Indonesia sebesar 3-5 persen hingga 2024, dengan total nilai investasi sebesar 6,25 miliar dollar AS.
Dalam lima tahun ke depan, implementasi IM-PTA diproyeksikan akan meningkatkan ekspor Indonesia ke Mozambik dari 129,71 juta dollar AS pada 2019 menjadi 257 juta dollar AS pada 2025. Indonesia diproyeksikan akan menikmati surplus sebesar 177 juta dollar AS.
Ratifikasi kedua perjanjian dagang ini sudah disetujui oleh Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat kerja dengan Kemenerian Perdagangan pada Selasa (8/12/2020). Mekanismenya disepakati diserahkan sepenuhnya ke pemerintah lewat penerbitan peraturan presiden.
Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza mengatakan, mekanisme ratifikasi lewat perpres diyakini bisa lebih cepat dibandingkan dengan pembahasan dengan DPR. Ratifikasi yang dibahas dengan DPR biasanya diterapkan untuk perjanjian yang dinilai berdampak sangat luas bagi masyarakat.
Sementara kedua perjanjian dengan Jepang dan Mozambik itu dinilai cukup melalui mekanisme perpres. ”Semoga Maret 2020 ini sudah bisa dituntaskan sehingga pada masa sidang berikutnya ini, DPR dan pemerintah sudah bisa membahas penerbitan perpres ini,” katanya.
Sebelum ini, pemerintah baru meneken perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan akan segera meratifikasi perjanjian dagang terbesar yang melibatkan 14 negara lain itu. Selain itu, pada 18 Desember 2020 akan ada pula penandatangaann Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Korea Selatan (IK-CEPA).
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, peluang ekspor sektor jasa lewat perjanjian AJCEP perlu diikuti dengan reformasi serius untuk membenahi kualitas SDM dan standar jasa nasional serta efisiensi iklim usaha agar bisa lebih berdaya saing. Selama ini, Indonesia masih lebih banyak mengimpor jasa dari Jepang ketimbang mengekspor jasa.
Di sisi lain, ratifikasi protokol amendemen AJCEP itu bisa memberi dampak lebih luas di luar sektor jasa. ”Kemudahan pergerakan orang dan fasilitasi tenaga kerja terampil Jepang ke Indonesia bisa menciptakan lebih banyak kegiatan perdagangan, investasi, serta peluang alih teknologi dan keterampilan ke Indonesia. Ini bisa meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia,” kata Shinta.
Kemudahan pergerakan orang dan fasilitasi tenaga kerja terampil Jepang ke Indonesia bisa menciptakan lebih banyak kegiatan perdagangan, investasi, serta peluang alih teknologi dan keterampilan ke Indonesia.
Terkait kerja sama dengan Mozambik, Shinta menilai, kerja sama itu tetap strategis meski cakupan perjanjian serta pasar Mozambik terbilang kecil. Posisi Mozambik sebagai hub regional dan konektivitas perdagangannya yang baik dengan Afrika Selatan bisa membantu meningkatkan perdagangan Indonesia dengan Afrika Selatan. Meski Afrika Selatan negara ekspor tujuan terbesar kedua di Afrika, Indonesia belum memiliki perjanjian dagang bilateral dengan negara itu.
”Selain itu, Mozambik ini sangat strategis untuk mendiversifikasi tujuan ekspor dan sumber impor. Ini penting untuk meningkatkan daya tahap ekonomi nasional kita agar kita tidak bergantung pada pasokan atau pasar tertentu saja,” kata Shinta.
Sementara itu, acara pameran dagang Trade Expo Indonesia Virtual Event 2020 (TEI-VE 2020), yang masa penayangan pameran virtualnya resmi ditutup pada 10 Desember 2020, membukukan total nilai transaksi prospektif sebesar 1,2 miliar dollar AS.
Capaian itu melampaui target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 1 miliar dollar AS meski lebih rendah dari capaian transaksi TEI 2019 senilai 10,96 miliar dollar AS. Pemerintah sengaja tidak memasang target tinggi karena pameran pada masa pandemi diadakan secara virtual.
”Memang, selama berjalannya TEI, ada tantangan yang dihadapi karena kita melakukannya secara nonfisik akibat pandemi. Pergerakan buyer untuk masuk itu terbatas, jangankan luar negeri, dalam negeri juga. Tetapi, ternyata capaiannya bisa melampaui target,” kata Agus.
Total transaksi tersebut terdiri dari transaksi barang dan jasa dari 15 negara senilai 1,1 miliar dollar AS, serta transaksi investasi sebesar 110 juta dollar AS dengan dua negara, yaitu Jepang (100 juta dollar AS) untuk produk limbah cair minyak kelapa sawit (palm oil mill effluents) dan Mesir (10 juta dollar AS) untuk pabrik joint venture.
Sementara 15 produk ekspor yang mencatat transaksi terbesar selama pameran adalah minyak kelapa sawit, kertas dan produk kertas, makanan dan minuman, produk kopi, kendaraan dan suku cadangnya, industri strategis, bumbu masak dan rempah, produk kayu ringan, furnitur kayu, produk perikanan, furnitur rumah tangga, furnitur rotan, alas kaki, serta kerajinan kayu dan batu.