Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas tidak hanya bisa mendatangkan untung, tetapi juga buntung jika tidak dihadapi dengan bijak.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hari Belanja Online Nasional kembali diselenggarakan pada tanggal cantik 12 Desember 2020. Berbagai peritel yang berjualan secara daring, termasuk yang melalui e-dagang, berlomba-lomba menawarkan diskon atau promo belanja menarik. Perayaan ini tidak hanya bisa mendatangkan untung, tetapi juga buntung jika tidak dihadapi dengan bijak.
Verlita (26) sangat antusias menyambut Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), pada hari ini, Sabtu (12/12/2020). Berbeda dengan Harbolnas beberapa bulan terakhir yang juga mengambil tanggal cantik, kali ini ia telah mencatat beberapa barang yang ingin ia beli.
Berdasarkan pengalamannya, Harbolnas memberikan banyak keuntungan karena banyak produk mendapat potongan harga besar dan penawaran lainnya, seperti gratis ongkos kirim dan cash back atau uang kembali. Di sisi lain, promo-promo tersebut kerap membuatnya kalap dalam berbelanja.
”Kalau tidak direncanakan, biasanya saya jadi kalap. Bulan lalu, misalnya, saya belanja hampir 10 barang, yang tidak semuanya saya butuhkan saat ini. Sudah begitu, beberapa tidak sesuai kualitasnya seperti yang terlihat di foto dan dideskripsikan di toko e-dagang,” katanya.
Ketidakpuasan berbelanja saat Harbolnas juga pernah dialami Arrum Laksmi (29). Ia mengatakan pernah tertipu iklan di media sosial yang mengarahkannya belanja di e-dagang. Ia mencontohkan, dalam iklan, harga satu produk makanan kucing menjadi sangat miring, dengan keterangan mulai dari Rp 1.000. Harga itu lebih rendah dari harga normal berkisar Rp 7.000.
”Ketika hendak check-out, harga terendah yang tercantum hanya harga plastik pembungkusnya. Walaupun tidak jadi beli pada akhirnya, tetapi tetap kecewa, sih, dengan penjual yang pintar memainkan informasi penjualan demi menarik banyak orang,” katanya.
Sementara Arrum pernah beruntung bisa menghindari kecerdikan penjual, Hendra Gusman (31) pernah tertipu saat membeli bola basket melalui e-dagang. Kendati harganya tidak banyak terdiskon saat Harbolnas, ia yakin harga jual yang mahal sejalan dengan kualitas barang yang ia tangkap dari deskripsi produk.
”Ketika di tangan saya, ternyata barangnya keluaran lama dan banyak cacat. Saya pun kapok beli barang yang kita butuh kualitasnya di bukan official store (toko resmi),” ujarnya.
Rio Priyambodo, Staf Bidang Pengaduan Konsumen Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), melaporkan, pengaduan masyarakat terkait belanja online atau daring selama tiga tahun terakhir selalu menempati tiga besar dari berbagai sektor layanan yang sering diadukan.
Tahun 2019, misalnya, YLKI mencatat, pengaduan terkait belanja daring dan transportasi daring menempati urutan ketiga dengan persentase 6,3 persen. Sementara urutan teratas ditempati pengaduan terkait jasa keuangan sebesar 46,9 persen dan perumahan 14,4 persen.
"Terkait Harbolnas, pada 2018, kami banyak mendapat pengaduan, seperti barang tidak sampai dan barang yang diterima tidak sesuai karena beragam gimik,” katanya.
Sebagaimana dikeluhkan masyarakat di atas, gimik yang banyak dibuat pelaku usaha yang berjualan secara daring seperti menjual barang yang kualitasnya tidak sebaik iklan. ”Untuk itu, kita sarankan agar masyarakat belanja sesuai keinginan dan tidak termakan gimik-gimik pedagang,” pesannya.
Dengan semakin tingginya jumlah pengaduan yang YLKI dapatkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, mereka memberi masukan kepada pemerintah agar melakukan pengawasan intensif terhadap pelaku usaha.
Selain itu juga menyinkronasikan regulasi terkait belanja daring yang dipegang Kementerian Perdagangan, Kementerian Telekomunikasi dan Informatika, serta Kementerian Keuangan dan lembaga keuangan lain yang mengurus transaksi daring.
Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik juga dinilai belum terasa karena minimnya sosialisasi. Kepada pelaku usaha, Rio juga mengingatkan agar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dipatuhi.
”Pelaku usaha juga kami harapkan agar jujur dalam berusaha, sesuai amanat Undang-Undang Konsumen, beri hak jujur pada konsumen agar barang yang ditawarkan ke konsumen jelas dan jujur. Media pemasaran juga sudah diatur agar apa pun event-nya harus tunduk dengan aturan,” pungkasnya.