Upah Minimum Tinggi, 11 Perusahaan Berencana Tinggalkan Sidoarjo
Pengusaha menjadikan upah minimum kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu alasan merelokasi usaha ke luar daerah itu.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Setidaknya 11 perusahaan besar berencana merelokasi tempat usahanya dari Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ke daerah lain dalam waktu dekat. Salah satu alasannya, biaya produksi akibat upah minimum daerah.
Relokasi ini dikhawatirkan menambah angka pengangguran terbuka dan meningkatkan kemiskinan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Sidoarjo Fenny Apridawati mengatakan, 11 perusahaan itu merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Sektor usaha padat karya itu antara lain industri sepatu dan alas kaki.
”Ada sejumlah alasan hengkangnya industri besar dari Sidoarjo. Salah satu permasalahan yang paling banyak disampaikan adalah soal upah minimum yang tinggi karena Sidoarjo merupakan kawasan ekonomi di ring satu Jatim,” ujar Fenny, Kamis (10/12/2020).
Sebelas perusahaan itu merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja
Upah minimum kabupaten (UMK) Sidoarjo 2021 sebesar Rp 4.293.581 per bulan. Upah itu naik Rp 100.000 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni Rp 4.193.581. Kenaikan upah itu mengakomodasi aspirasi pekerja, sedangkan kelompok pengusaha menghendaki nilai upah tetap sama dengan alasan kondisi ekonomi makro terkontraksi akibat pandemi Covid-19.
UMK Sidoarjo jauh lebih tinggi dibandingkan dengan UMK daerah di pinggiran Jatim, seperti Kabupaten Nganjuk dan Madiun yang sekitar Rp 1,9 juta. Disparitas upah ini menjadi alasan industri besar untuk merelokasi usaha ke daerah lain di Jatim.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, pihaknya telah berupaya menahan para pengusaha yang berencana merelokasi usaha dengan memberikan sejumlah fasilitas, seperti kemudahan pengurusan perizinan melalui pengurusan perizinan secara dalam jaringan (online single submission/OSS). Sidoarjo juga menawarkan keunggulan sumber daya manusia melalui pelatihan keterampilan bagi pekerja.
Cara itu dilakukan agar industri tidak merelokasi usaha, yang dapat meningkatkan angka pengangguran. Meski belum ada data rinci terkait jumlah pekerja yang terdampak di 11 perusahaan tersebut, diperkirakan jumlahnya lebih dari 10.000 orang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka di Sidoarjo per Agustus 2020 sebesar 10,97 persen dari penduduk usia kerja atau sebanyak 131.000 orang. Angka ini meningkat dibandingkan dengan Agustus 2019 yang sebanyak 54.000 orang atau 4,62 persen.
Sidoarjo mencatat kenaikan tingkat pengangguran terbuka paling tinggi dari 37 kabupaten dan kota lain di Jatim, yakni 6,35 persen atau sebanyak 77.000 orang. Kenaikan jumlah penganggur ini merupakan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Data BPS menunjukkan, penambahan jumlah penganggur merupakan dampak pandemi Covid-19. Sebanyak 357.700 penduduk usia kerja terkena dampak pandemi Covid-19, yang terdiri dari 47.000 penganggur dan 9.600 orang bukan angkatan kerja.
Penambahan jumlah penganggur merupakan dampak pandemi Covid-19.
Sementara jumlah penduduk yang tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 12.900 orang dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 sebanyak 288.200 orang.
Sidoarjo juga berkontribusi terhadap kondisi ketenagakerjaan di Jatim. Dalam setahun terakhir, jumlah penganggur di Jatim bertambah 466.020 orang. Dari jumlah itu, 131.000 orang di antaranya merupakan kontribusi Sidoarjo.
Daya tawar
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim Achmad Fauzi berharap pemerintah daerah bisa merangkul pengusaha agar tetap mempertahankan usaha mereka di Jatim. Fauzi optimistis Sidoarjo memiliki daya tawar tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
”Salah satunya, keterampilan kerja yang dimiliki pekerja di Sidoarjo tidak bisa dibandingkan dengan pekerja di daerah lain. Keterampilan kerja pekerja di sini lebih bisa diandalkan dan produktivitasnya tinggi,” ujar Fauzi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sidoarjo Ari Suryono menyatakan, peluang pengembangan usaha di Sidoarjo tetap bagus. Hal itu tecermin dari ketertarikan sejumlah investor untuk membangun kawasan industri halal di Sidoarjo sebagai yang terbesar di Jatim pada 2021.
Hingga kini, permintaan lahan untuk pengembangan industri halal seluas lebih dari 400 hektar.