Inklusi Masif Bangun Ekonomi Rakyat
Inklusi keuangan di daerah-daerah perlu ditingkatkan secara masif, terutama untuk rakyat kecil dan pelaku UMKM. Pendirian kelompok usaha rakyat dan kelompok tani serta upaya membangkitkan koperasi perlu terus didorong.
JAKARTA, KOMPAS — Strategi meningkatkan literasi dan inklusi keuangan harus dilakukan dengan agresif dan terarah demi mendukung pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Kesenjangan akses keuangan yang masih tinggi antara wilayah perkotaan dan perdesaan serta antara Jawa dan luar Jawa harus dijawab dengan program yang lebih inklusif dan meluas.
Presiden Joko Widodo, Kamis (10/12/2020), mengatakan, cara-cara biasa sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk meningkatkan akses keuangan secara merata di masyarakat. Strategi inklusi dan literasi keuangan di daerah butuh terobosan.
Strategi perluasan akses keuangan daerah harus lebih agresif. Masyarakat harus dibuat percaya pada lembaga keuangan serta diberikan informasi memadai untuk mengakses pembiayaan dan menabung. Cara-cara baru dan inovatif dalam sosialisasi dan edukasi harus terus disesuaikan dengan karakter kelompok sasaran.
”Apalagi, dalam menghadapi krisis perekonomian akibat pandemi Covid-19 ini. Kita harus melakukan langkah-langkah yang luar biasa, cepat, inovatif agar ekonomi kita segera pulih, bahkan mampu bangkit lebih cepat dari negara lain,” kata Presiden saat membuka acara Rapat Koordinasi Nasional Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) secara virtual di Jakarta.
Apalagi, dalam menghadapi krisis perekonomian akibat pandemi Covid-19 ini. Kita harus melakukan langkah-langkah yang luar biasa, cepat, inovatif agar ekonomi kita segera pulih, bahkan mampu bangkit lebih cepat dari negara lain.
Presiden juga menyinggung belum meratanya akses kredit bank umum di Indonesia. Per September 2020, sebanyak 73,7 persen kredit bank umum masih terpusat di Pulau Jawa. Masih ada pula ketimpangan antara indeks literasi dan inklusi keuangan antardaerah. Inklusi keuangan di DKI Jakarta, misalnya, sudah mencapai 90 persen, sedangkan di Nusa Tenggara Timur baru mencapai 60 persen.
Kesenjangan akses keuangan itu juga terlihat di wilayah perkotaan dan perdesaan. Hasil survei TPAKD, akses keuangan di kota sudah mencapai 83,6 persen, sedangkan di desa masih 68,49 persen. Untuk itu, upaya meningkatkan akses keuangan harus lebih inklusif dan meluas.
”Tingkatkan inklusi keuangan di daerah-daerah yang masif, terutama untuk rakyat kecil dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Program kredit usaha rakyat, kredit ultramikro, bank wakaf mikro harus ditingkatkan penyerapannya agar meningkatkan kelas UMKM kita,” kata Jokowi.
TPAKD harus aktif terlibat mendorong pendirian kelompok usaha rakyat dan kelompok tani serta membangkitkan kembali koperasi rakyat di tengah pandemi. ”Pendampingan dan asistensi kepada masyarakat harus terus diintensifkan. Percepatan tidak mungkin dilakukan kalau caranya masih biasa-biasa saja,” kata Presiden.
Baca juga : Presiden Minta Percepatan Akses Keuangan Lebih Agresif dan Inklusif
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada 2013-2019 menunjukkan, tingkat literasi dan inklusi keuangan terus meningkat. Pertumbuhan paling pesat terlihat pada inklusi keuangan dibandingkan literasi keuangan.
Tingkat literasi keuangan pada 2013 adalah 21,84 persen, meningkat menjadi 29,66 pada 2016, dan menjadi 38,03 persen pada 2019. Sementara tingkat inklusi keuangan tumbuh dari 59,74 persen pada 2013 menjadi 67,82 persen pada 2016 dan pada 2019 mencapai 76,19 persen.
Peta jalan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, akses keuangan yang seluas-luasnya pada masa pandemi berperan penting untuk pemulihan ekonomi. Saat ini, sudah terbentuk 224 TPAKD di 32 provinsi dan 192 kabupaten/kota. Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dibandingkan 120 TPAKD pada 2019. Saat pertama kali dibentuk pada 2015, hanya ada 45 TPAKD di seluruh Indonesia.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, OJK telah menyusun peta jalan (road map) strategi mengoptimalkan peran TPAKD untuk lima tahun ke depan dari 2021-2025. Untuk 2021, program kerja dan rencana aksi tahunan diprioritaskan pada percepatan pembukaan rekening tabungan serta pembiayaan yang mudah, cepat, dan murah lewat digitalisasi produk layanan keuangan. Hal itu disesuaikan dengan percepatan digitalisasi yang dipacu oleh pandemi Covid-19.
”Masyarakat daerah ini punya kegiatan ekonomi, tetapi mobilitas manusianya terbatas. Dengan digitalisasi, jualannya tidak harus lagi di pasar yang bersifat fisik. Mereka akan disiapkan untuk mulai menjual di platform e-dagang,” ujarnya.
Baca juga : Perkuat Sinergi Pemulihan Ekonomi Nasional
Beberapa model generik, lanjut Tirta, sudah berlangsung dan akan terus dikembangkan tahun depan untuk meyakinkan masyarakat beralih ke pembiayaan lembaga keuangan resmi. Dua program utama TPAKD adalah Kredit Lawan Rentenir yang saat ini sudah dijalankan 20 TPAKD di daerah serta membiayai lebih dari 48.000 orang debitor.
Selain itu, ada pula program Satu Rekening Satu Pelajar yang saat ini sudah mencapai 36 juta rekening simpel bagi pelajar. Meski demikian, untuk 2021, prioritas program akan lebih fokus pada UMKM, salah satunya lewat pengembangan program Kredit Lawan Rentenir.
”Kita lawan bunga tinggi rentenir dengan bunga atau imbal hasil yang sangat rendah. Di daerah tertentu, imbal hasilnya bahkan bisa sama sekali nol untuk sektor tertentu,” kata Tirta.
Pada 2022, TPAKD fokus pada akselerasi pemanfaatan digitalisasi produk dan layanan keuangan. Pada 2023, khusus percepatan pemanfaatan produk dan layanan keuangan syariah. Pada 2024, akselerasi pemanfaatan produk/layanan industri keuangan nonbank. Lalu, pada 2025, percepatan pemanfaatan produk/layanan pasar modal sebagai target puncak yang sulit karena perlu literasi keuangan yang tinggi.
Banpres dan KUR
Dalam rangka membantu pelaku usaha mikro yang terimbas pandemi, pemerintah telah menuntaskan penyaluran bantuan presiden (banpres) produktif bagi usaha mikro. Per 10 Desember 2020, bantuan berupa hibah senilai total Rp 28,8 triliun sudah disalurkan kepada 12 juta pelaku usaha mikro. Melalui program itu, pemerintah memberikan hibah Rp 2,4 juta kepada setiap pelaku usaha mikro.
Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) Hanung Harimba Rachman, Kamis, menuturkan, Kemenkop dan UKM telah mengusulkan program itu bisa berlanjut pada 2021. Hal ini mengingat baru 12 juta usaha mikro yang mendapatkan banpres produktif pada tahun ini.
”Dampak Covid-19 tidak serta-merta hilang tahun depan. Kemungkinan masih ada tekanan-tekanan ekonomi sehingga UMKM memerlukan dukungan pemerintah,” ujarnya.
Dampak Covid-19 tidak serta-merta hilang tahun depan. Kemungkinan masih ada tekanan-tekanan ekonomi sehingga UMKM memerlukan dukungan pemerintah.
Apabila program itu berlanjut, kata Hanung, banpres produktif akan diberikan bagi usaha mikro yang belum menerima hibah. Usaha mikro yang sudah menerima banpres produktif tahun ini diharapkan dapat mengakses program lain, seperti kredit usaha rakyat (KUR) supermikro.
”KUR supermikro merupakan pinjaman baru dengan persyaratan mudah, tidak perlu kolateral, dan bunganya 0 persen. Kami juga berharap program (KUR supermikro) yang digulirkan pada 2020 bisa berlanjut pada 2021,” katanya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP), realisasi penyaluran KUR supermikro per 9 Desember 2020 sebesar Rp 6,71 triliun bagi 763.542 debitor.
Baca juga : Penyaluran Banpres Produktif Usaha Mikro 2020 Tuntas
Infrastruktur desa
Untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa, pemerintah juga membangun infrastruktur kelistrikan berbasis energi terbarukan untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, salah satu program SDGs desa adalah mewujudkan desa berenergi bersih dan terbarukan. Konsumsi listrik masyarakat di perdesaan ditargetkan lebih dari 1.200 kilowatt jam per kapita.
Masyarakat yang sebelumnya menggunakan bahan bakar minyak untuk transportasi atau memasak bisa turun hingga di bawah 50 persen. ”Salah satu hal yang bisa dikembangkan adalah pengoptimalan biogas dari kotoran ternak sebagai pengganti minyak untuk memasak,” ujarnya.
Namun, Kemendesa PDTT tidak bisa mewujudkan program itu sendiri sehingga melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Kedua institusi ini sudah terlibat dalam program elektrifikasi di sejumlah desa di Papua.
”Di Papua ada pengembangan energi terbarukan dari tenaga surya, yaitu energi dari matahari ditangkap dan disimpan dalam baterai. Baterai tersebut digunakan warga sebagai sumber daya penerangan,” katanya.