Dari Kredit Lawan Rentenir hingga Pembukuan Usaha
OJK dan TPKAD menggulirkan program ”Kredit Melawan Rentenir”. Ada tiga model kredit yang disiapkan, yakni kredit dengan proses cepat, kredit berbiaya rendah, serta kredit dengan proses cepat dan berbiaya rendah.
Benteng pertahanan usaha mikro, kecil, dan menengah dibangun serta diperkuat agar berdaya tahan menghadapi gempuran pandemi Covid-19. Tak hanya bantuan sosial, tetapi juga memberikan kredit atau pembiayaan modal kerja. Pendampingan juga dilakukan agar mereka tak terjerat rentenir dan bisa membukukan keuangan usaha.
Menatap 2021 yang masih penuh ketidakpastian akibat Covid-19, bantalan hidup bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih diperlukan. Pandemi telah memukul sektor usaha penopang ekonomi rakyat ini.
Hasil survei Asosiasi Business Development Services Indonesia pada April-Mei 2020 terhadap 6.405 UMKM di Jawa dan Bali, 36,7 persen responden mengakui tidak ada penjualan, 26 persen responden mengakui terdapat penurunan omzet lebih dari 60 persen.
Di sisi lain, hanya 3,6 persen responden yang mengalami kenaikan penjualan. Disebutkan juga, 92,5 persen UMKM mengalami penurunan omzet 92,6 persen sehingga membutuhkan restrukturisasi pinjaman. Adapun 26,6 persen UMKM tidak dapat membayar pinjaman.
Untuk mengatasi persoalan itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengusulkan kembali bantuan presiden (banpres) produktif bagi 20 juta pelaku usaha mikro. Mereka adalah pelaku usaha yang belum menerima banpres itu tahun ini.
Tahun ini, pemerintah memberikan bantuan hibah tersebut bagi 12 juta pelaku usaha mikro senilai Rp 2,4 juta per penerima. Hingga awal Desember 2020, banpres produktif itu telah disalurkan kepada 11 juta pelaku usaha mikro.
Baca juga: Tahun 2021, Bantuan Presiden Diusulkan untuk 20 Juta Usaha Mikro
Tak hanya itu, pemerintah juga menggulirkan bantuan dan stimulus lain, antara lain kredit usaha rakyat, restrukturisasi kredit, subsidi bunga, serta fasilitasi pasar dan pembiayaan produk UKM kualitas ekspor. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama 20 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) di 32 provinsi dan 165 kabupaten/kota menggulirkan program ”Kredit Melawan Rentenir”.
Di tengah tingginya kebutuhan pembiayaan saat pandemi, program ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat dan pelaku UMKM untuk menolak rentenir. Masyarakat diminta mengakses bantuan kredit dari lembaga keuangan formal, seperti perbankan atau tekfin legal. Program ini dipadukan dengan temu bisnis antara pelaku UMKM dan industri jasa keuangan yang bergerak di sektor pembiayaan.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, Senin (7/12/2020), mengatakan, UMKM menjadi tulang punggung untuk menggerakkan kembali aktivitas ekonomi di era pandemi. Namun, salah satu persoalan utama yang kerap mereka hadapi adalah sulitnya mengakses pembiayaan dari bank atau lembaga pembiayaan resmi.
Ujung-ujungnya, karena ada kebutuhan yang mendesak atau susahnya prosedur di perbankan, mereka masih banyak yang tergiur mengakses kredit lewat rentenir atau tengkulak. Oleh karena itu, OJK dan TPKAD berupaya menggulirkan program ”Kredit Lawan Rentenir”.
”Melalui program ini, kami berharap ke depan masyarakat tidak lagi terjebak dengan tawaran kemudahan dan bunga tinggi dari rentenir serta beralih ke lembaga keuangan formal,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
OJK bersama 20 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah di 32 provinsi dan 165 kabupaten/kota menggulirkan program ”Kredit Melawan Rentenir”.
Baca juga: Perkuat Sinergi Pemulihan Ekonomi Nasional
Tiga model
Ada tiga model kredit yang disiapkan OJK untuk melawan rentenir, yakni kredit dengan proses cepat, kredit berbiaya rendah, serta kredit dengan proses cepat dan berbiaya rendah. Skema pembiayaan yang lebih cepat, mudah, dan murah itu untuk mengimbangi rentenir yang biasanya unggul menawarkan proses berbiaya murah dan cepat.
Sejauh ini, program kredit yang diluncurkan sejak Juni 2020 itu telah diserap oleh 48.745 orang debitor dengan total dana Rp 588,97 miliar. Tahun depan, OJK menargetkan peningkatan hingga mencapai sekitar 55.000 orang. Setiap tahun, jumlah debitor kredit cepat dan murah itu ditargetkan tumbuh rata-rata 10 persen.
”Targetnya sebenarnya bukan di kuantitas semata, melainkan kualitas, bahwa masyarakat jangan lagi terjebak dan meminjam ke rentenir. Harus ke lembaga keuangan formal,” kata Tirta.
Ada tiga model kredit yang disiapkan OJK untuk melawan rentenir, yakni kredit dengan proses cepat, kredit berbiaya rendah, serta kredit dengan proses cepat dan berbiaya rendah.
Lembaga keuangan formal itu seperti perbankan atau tekfin yang menawarkan layanan peminjaman peer to peer lending legal dengan standar yang jelas. Lewat program ”Kredit Lawan Rentenir”, proses pencairan kredit dilakukan dalam 3-12 hari kerja. Suku bunganya sama atau di bawah kredit usaha rakyat (KUR) dengan plafon maksimal Rp 50 juta serta jangka waktu peminjaman maksimal 36 bulan.
Di saat yang sama, program temu bisnis untuk pelaku UMKM juga terus digencarkan. Lewat program itu, UMKM dipertemukan dengan industri jasa keuangan untuk memperoleh bantuan produk atau layanan keuangan dan dicarikan solusi pembiayaan. Saat Bulan Inklusi Keuangan, Oktober-November 2020, skema business matching berhasil menjaring 419.000 orang debitor dengan total penyaluran kredit Rp 19,3 triliun.
Program ini akan digencarkan lagi tahun depan. ”TPAKD akan melihat konten lokalnya, relevansi dengan kebutuhan masyarakat setempat. Berikutnya, pembiayaan untuk bisnis mikro dan kecil dibuatkan model pembiayaan generik yang mudah dieksekusi dengan risiko yang relatif mudah diatasi. Ini diharapkan bisa menggerakkan ekonomi daerah,” ujar Tirta.
Baca juga: UMKM Dewa Penyelamat
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengatakan, pelaku UMKM memainkan peran yang sangat penting dalam pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, ketahanan dan bantuan pembiayaan untuk mengembangkan bisnis mereka perlu difasilitasi oleh pemerintah.
Saat ini, persoalannya bukan hanya semata-mata para pelaku UMKM kurang literasi keuangan. Namun, akses kredit ke lembaga keuangan formal kerap sulit ditembus oleh pengusaha mikro dan kecil. Hal itu yang menyebabkan banyak pelaku usaha kecil beralih ke rentenir yang bisa memberikan pinjaman lebih secara lebih fleksibel, murah, dan cepat.
”Rentenir itu ada karena pasarnya selama ini tidak terbuka untuk UMKM. Mereka kerap tidak punya pilihan. Dengan menumbuhkan inklusi keuangan, ditambah dengan akses yang lebih terbuka lewat ekonomi digital, tekfin, diharapkan akses mereka lebih terbuka, pilihan mereka lebih banyak,” kata Dendi.
Catatan keuangan
Tak cukup hanya memfasilitasi pasar dan permodalan, masih banyak UMKM yang membutuhkan pendampingan. Salah satunya adalah dalam memanajemen usaha, termasuk membuat catatan keuangan.
Konsultan keuangan Prita Hapsari Ghozie menyampaikan, persoalan utama yang sering kali dihadapi UMKM adalah tidak mencatat perputaran keuangan dari hasil usaha. Akibatnya, pelaku usaha tidak mengetahui bagaimana cara mengembangkan dan meningkatkan usaha.
”Sering kali UMKM itu jika ada masalah lantas jual barang, ada untung menambah barang, jarang ada yang menghitung sebenarnya apa yang dialami. Kita jadinya enggak tahu modal usaha kita harus diputar di mana,” kata Prita.
Persoalan utama yang sering kali dihadapi UMKM adalah tidak mencatat perputaran keuangan dari hasil usaha. Akibatnya, pelaku usaha tidak mengetahui bagaimana cara mengembangkan dan meningkatkan usaha.
Baca juga: Mencatat Keuangan sejak Awal Bikin UMKM Cepat Berkembang
Dengan mencatat arus keuangan, lanjut Prita, pelaku usaha akan mengetahui bagaimana memutar modal untuk mengembangkan usaha sehingga menjadi tepat guna.
Yani Mardiyanto (53), pelaku usaha kecil yang bergelut di bidang kain lukis dengan nama Nasrafa, memulai usahanya dari ukuran mikro. Dengan modal Rp 12 juta pada 2012, Yani mulai mencatat laporan keuangan.
”Sekecil apa pun omzet yang kita dapatkan, pembukuan harus dicatat. Kita harus disiplin dari awal untuk bisa mengembangkan usaha lebih maju,” ujarnya.
Selama dua tahun awal menjalankan usaha di Solo, Jawa Tengah, Yani berfokus membangun relasi dengan masyarakat dan pemerintah untuk mengenalkan serta mempromosikan produk kain lukis. Permintaan pun kian meningkat sehingga dibutuhkan modal lebih besar.
Tambahan modal sekitar Rp 20 juta lantas ia pinjam dari bank. Tak sulit baginya untuk mendapatkan pinjaman pembiayaan dengan skema kredit usaha rakyat karena pembukuan yang selama ini telah dibuat. (CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO)