Sistem logistik rantai dingin diperlukan dalam pendistribusian vaksin Covid-19. Hal ini karena vaksin membutuhkan suhu rendah dalam penyimpanannya dari pabrik hingga pengguna.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan khusus menggunakan sistem logistik cold chain atau rantai dingin dibutuhkan dalam mendistribusikan vaksin Covid-19 ke wilayah-wilayah di Indonesia. Hal ini karena produk vaksin memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang logistik lain.
Lektor Teknik Transportasi Laut Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Tri Achmadi, Selasa (8/12/2020), mengatakan, barang logistik kemanusiaan terdiri dari berbagai jenis seperti bahan kebutuhan pokok, alat medis, barang preventif, obat-obatan, dan vaksin. Vaksin merupakan produk biologis yang memiliki kerentanan pada perubahan suhu.
”Umumnya vaksin perlu tersimpan pada suhu 2-8 derajat celsius. Suhu ini harus terjaga dari pabrik sampai ke puskesmas. Oleh karena itu, pendistribusian vaksin perlu penanganan khusus, yaitu melalui sistem logistik rantai dingin,” ujarnya dalam seminar web seri #9 ”Efektivitas PSBB dan Dukungan Logistik Kemanusiaan Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan pada Masa Pandemi Covid-19” yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan.
Pendistribusian vaksin perlu penanganan khusus, yaitu melalui sistem logistik rantai dingin.
Menurut Tri, sistem logistik ini dibutuhkan untuk menjaga suhu vaksin selalu berada pada kondisi ideal dari awal hingga akhir. Secara sederhana, sistem logistik rantai dingin merupakan logistik yang dilengkapi pengendalian suhu.
Peran sektor angkutan laut, sungai, danau, dan penyeberangan yang ditopang sistem logistik rantai dingin ikut menentukan dalam pendistribusian vaksin Covid-19. Dengan begitu, vaksin dapat diterima konsumen secara tepat produk, tepat jumlah, tepat tempat, tepat waktu, tepat kondisi, dan tepat biaya.
Tri menjelaskan, kontainer berpendingin yang mampu mengatur suhu dari 30 sampai minus 45 derajat celsius (reefer container) atau sampai minus 65 derajat celsius (ultra freezer reefer container) dapat dimanfaatkan dalam distribusi vaksin. Kontainer berpendingin tersebut dapat diangkut menggunakan empat jenis kapal.
Pertama, kontainer berpendingin diangkut langsung menggunakan kapal kontainer biasa. Kedua, kontainer berpendingin diangkut truk yang kemudian diseberangkan menggunakan kapal ro-ro. Ketiga, kontainer berpendingin diangkut menggunakan kapal penumpang 3 in 1 yang juga dapat membawa kontainer.
”Keempat, self propelled barge (tongkang bertenaga pendorong mandiri) dapat dipakai (untuk mengangkut kontainer berpendingin) masuk ke wilayah pedalaman,” kata Tri.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan enam jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Jenis vaksin yang ditetapkan itu merupakan vaksin Covid-19 yang diproduksi PT Bio Farma (Persero), Astra Zeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.
Pada Minggu (6/12/2020) malam, pemerintah juga telah mendatangkan 1,2 juta dosis vaksin buatan Sinovac Biotech Ltd, perusahaan farmasi asal China. Vaksin Sinovac ini diuji secara klinis di Bandung sejak Agustus lalu. Namun, vaksinasi massal masih harus menanti hasil kajian ilmiah, evaluasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk aspek mutu, keamanan, dan efektivitasnya, serta fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait dengan kehalalannya.
Atase Perhubungan Jepang Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang, Syamsu Rizal berpendapat, tantangan pendistribusian vaksin Covid-19 tidak hanya dialami Indonesia. Jepang juga mengalami tantangan sama.
”Vaksin yang dipilih Pemerintah Jepang memerlukan suhu yang cukup rendah sehingga (sistem logistik) rantai dinginnya menjadi tantangan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi mengemukakan, sejak awal pandemi, Presiden Joko Widodo meminta agar suplai logistik selalu dijaga. Per 7 Desember 2020, jumlah total kendaraan yang diseberangkan pada tahun ini sebanyak 5.539.409 unit, turun 33 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang sebanyak 8.238.623 unit.
Penurunan terbesar dialami kendaraan penumpang umum (minibus dan bus), yakni 55 persen. Kemudian disusul kendaraan roda dua yang turun 54 persen dan kendaraan penumpang pribadi yang turun 41 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
”Sementara itu, kendaraan barang turun 9 persen. Ini menunjukkan logistik masih terjaga karena penurunan (kendaraan barang) di angka satu digit ini konsisten sejak Mei 2020 hingga hari ini,” kata Ira.