Bio Farma Olah 36 Juta Vaksin hingga Februari 2021
Pemerintah belum berencana membeli vaksin dari produsen lain, selain Sinovac, untuk program vaksinasi. Sinovac dipilih pemerintah karena sejumlah faktor, yakni keamanan, kecepatan, dan kemandirian.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyatakan belum berencana membeli vaksin dari produsen lain, selain Sinovac, baik untuk program vaksinasi subsidi maupun mandiri. Pada tahap awal, tersedia 3 juta vaksin buatan Sinovac dan 36 juta dosis vaksin dari Sinovac yang akan diolah oleh PT Bio Farma (Persero).
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Budi Gunadi Sadikin, Selasa (8/12/2020), mengatakan, vaksin yang akan diproduksi PT Bio Farma (Persero) berasal dari vaksin bahan baku curah yang dibeli pemerintah dari Sinovac. Bahan baku vaksin sebanyak 45 juta dosis itu akan sampai di Indonesia seluruhnya pada Januari 2021.
Pada Desember 2020, sebanyak 15 juta dosis akan sampai terlebih dulu dan akan segera diolah oleh Bio Farma menjadi 12 juta vaksin yang siap diedarkan pada Januari 2021. Selanjutnya, pada Januari 2021, 30 juta dosis vaksin bahan baku sisanya menyusul untuk diolah menjadi 24 juta vaksin yang didistribusikan pada Februari 2021.
”Program vaksinasi dimulai sesudah ada kajian mendalam dan ilmiah yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” kata Budi dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta.
Meski demikian, setelah pengadaan vaksin dari Sinovac yang seluruhnya akan tiba Januari 2021, pemerintah belum berencana membeli vaksin dari produsen lain. Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto, yang juga juru bicara vaksinasi Covid-19, mengatakan, pemerintah sejauh ini masih mengandalkan vaksin Sinovac, baik untuk program vaksinasi subsidi maupun mandiri (berbayar).
Vaksinasi dari pemerintah akan menyasar 32 juta orang yang membutuhkan 73,96 juta dosis vaksin. Sementara program vaksinasi mandiri yang berbayar akan dijual untuk 75 juta orang yang membutuhkan total 172,6 juta dosis. ”Sejauh ini, untuk dua program tersebut masih menggunakan Sinovac. Sampai saat ini belum ada rencana pengadaan lain,” katanya.
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac yang baru sampai akan didistribusikan ke tujuh provinsi di daerah Jawa dan Bali. Sementara 1,8 juta dosis sisanya, yang juga akan tiba Desember 2020, akan didistribusikan ke 27 provinsi di luar Jawa dan Bali.
”Distribusi dan penyebaran vaksin ditentukan oleh sasaran prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Distribusinya akan dilakukan bertahap ke daerah,” kata Bambang.
Sebelumnya, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 menyebutkan, ada enam jenis vaksin yang akan dipakai di Indonesia. Selain dari Sinovac Biotech (China), ada vaksi dari AstraZeneca (Inggris), Sinopharm (China), Moderna (AS), Pfizer Inc and BioNTech (AS), dan Biofarma (Indonesia).
Sampai saat ini, belum diketahui data efikasi (kemanjuran) vaksin Sinovac yang belum mengumumkan hasil uji klinis tahap ketiganya. Uji klinis vaksin Covid-19 buatan Sinovac telah dimulai sejak Agustus lalu, salah satunya di Bandung, Jawa Barat. Produsen vaksin lain, seperti Pfizer, sudah mengeluarkan data efikasi dengan klaim 90 persen efektif dan Moderna dengan klaim 94,5 persen efektif.
Sejauh ini BPOM menilai, uji klinis fase ketiga vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang masih berjalan di Bandung dinilai memenuhi aspek cara produksi obat yang baik. Namun, izin penggunaan vaksin belum bisa diberikan karena belum ada data lengkap keamanan dan kemanjurannya (Kompas, 27/11/2020).
Direktur Utama PT Biofarma Honesti Basyir mengatakan, vaksin Sinovac dipilih atas dasar sejumlah faktor, yakni faktor keamanan, kecepatan, dan kemandirian. Selain itu, vaksin juga harus memiliki unsur khasiat dan mutu yang terjamin oleh lembaga berwenang dan dibuktikan lewat serangkaian uji, mulai dari praklinis hingga uji klinis tahap 1-3.
Sinovac, ujarnya, termasuk kandidat vaksin yang memenuhi unsur kecepatan. ”Melihat proses perkembangannya, calon vaksin Sinovac satu dari 10 kandidat yang paling cepat yang sekarang sudah masuk uji klinis fase ketiga. Dari sisi metode pembuatan vaksinnya menggunakan platform inactivated atau jenis virus yang sudah dimatikan. Platform ini sudah dikuasai oleh Bio Farma,” kata Honesti.
Sementara itu, standar plafon harga untuk program vaksin mandiri belum ditetapkan dan masih dalam proses penghitungan. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, harga penjualan untuk vaksin mandiri akan disesuaikan dengan jenis merek vaksin bersangkutan mengingat setiap vaksin memakan biaya produksi dan nilai pengadaan yang berbeda-beda.
Sebelum ini, Bio Farma pernah menyampaikan, harga vaksin Covid-19 akan berkisar Rp 72.500-Rp 200.000. ”Yang pasti harga akan dibatasi, nanti disesuaikan dengan jenis merek. Bisa saja untuk merek tertentu harganya bakal berbeda karena tergantung harga pembelian,” kata Erick.
Multilateral
Selain kerja sama bilateral, pemerintah juga melakukan kerja sama multilateral untuk mendatangkan vaksin. Pada Selasa (8/12/2020), Indonesia mengonfirmasi partisipasinya kepada GAVI, aliansi vaksin internasional di bawah koordinasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Pemerintah memberi konfirmasi untuk berpartisipasi, membuka akses bagi 20 persen dari target populasi Indonesia untuk bisa mendapat vaksin dengan harga baik,” kata Budi Gunadi.
Budi, yang juga Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional, mengatakan, sektor kesehatan menjadi kunci utama pemulihan ekonomi dan vaksinasi merupakan salah satu cara memulihkan sektor kesehatan.
”Apa yang kami lakukan di Satgas Ekonomi adalah membantu mengganjal agar selama sektor kesehatan belum pulih, masyarakat masih bisa hidup cukup. Jadi, tidak mungkin ekonomi akan berhasil kalau kesehatan belum pulih,” ujarnya.