Eksportir Perikanan Minta Keringanan Syarat Uji Covid-19
China memperketat syarat ekspor produk perikanan dari Indonesia ke ”Negeri Tirai Bambu” itu. Eksportir siap mengadopsi syarat tambahan, tetapi meminta agar uji Covid-19 bagi nelayan diperingan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha pengolahan ikan siap memenuhi syarat tambahan ekspor produk perikanan yang diminta China. Akan tetapi, mereka meminta agar syarat wajib uji Covid-19 terhadap pekerja dan produk perikanan yang diekspor dikaji lagi agar tidak memberatkan.
Temuan lima kasus kontaminasi virus korona tipe baru pada kemasan dan produk perikanan RI yang diekspor ke China membuat Indonesia terancam embargo atau penghentian ekspor sementara. Ancaman embargo disikapi Pemerintah RI dengan memperketat pengawasan produk perikanan dari hulu ke hilir dan menerapkan sistem kendali. Cara yang dilakukan RI seiring dengan langkah China memperketat syarat pembelian produk perikanan RI.
Mulai Desember 2020, berlaku syarat tambahan ekspor untuk produk ikan yang dikirim ke China, antara lain kewajiban unit pengolahan ikan mencantumkan nama kapal penangkap ikan dan lokasi tangkapan ikan untuk ketertelusuran (traceability) produk. Anak buah kapal dan pekerja pabrik olahan beserta produk harus diuji Covid-19. Sementara ekspor ikan hasil budidaya mesti mencantumkan usaha dan lokasi tambak serta menerapkan sistem kendali uji Covid-19.
Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menyampaikan, pandemi Covid-19 merupakan permasalahan baru yang harus dihadapi. Pihaknya berharap pemerintah dapat bernegosiasi dengan otoritas China agar syarat tambahan diperingan.
Selama ini, eksportir dari unit pengolahan ikan telah mengikuti protokol kesehatan yang diminta pemerintah dan panduan teknis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Eksportir siap mengikuti permintaan China terkait syarat transparansi asal-usul produk. Persyaratan ketertelusuran produk dinilai serupa dengan persyaratan ekspor dari pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat, sebagai negara-negara tujuan utama ekspor perikanan Indonesia.
Eksportir siap mengikuti permintaan China terkait syarat transparansi asal-usul produk.
Akan tetapi, persyaratan uji Covid-19 terhadap nelayan, pembudidaya, dan pekerja pabrik pengolahan ikan diharapkan dapat diperingan melalui upaya diplomasi pemerintah. AP5I akan berkoordinasi dengan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP).
”Kami akan menanyakan lebih detail tentang uji Covid-19 agar tidak memberatkan bagi kami,” ujarnya dalam Konferensi Pers Musyawarah Nasional AP5I, Sabtu (5/12/2020).
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing KKP Artati Widiarti mengatakan, persyaratan dari negara tujuan ekspor semakin ketat. Persyaratan terkait keberlanjutan, ketertelusuran produk, dan sertifikasi semakin menguat. ”Pekerjaan rumah bagi kita untuk mengintegrasikan (proses) hulu-hilir secara transparan dan tercatat,” katanya.
Ia menilai, langkah China mempersoalkan temuan kontaminasi virus korona tipe baru pada produk dan kemasan perikanan dinilai berlebihan oleh sebagian negara. Sebab, otoritas China belum transparan mengenai metode pengujian Covid-19 yang diterapkan.
Persyaratan terkait keberlanjutan, ketertelusuran produk, dan sertifikasi semakin menguat.
China menempati peringkat teratas tujuan ekspor perikanan Indonesia dari sisi volume. Pada Januari-Oktober 2020, ekspor produk perikanan RI ke China sebanyak 346.960 ton dan Amerika Serikat (AS) 196.820 ton. Adapun dari sisi nilai, AS ada di peringkat teratas tujuan ekspor perikanan RI dengan nilai 1,72 miliar dollar AS, disusul China 675,39 juta dollar AS, dan Jepang 501,53 juta dollar AS.
Perluasan pasar
Pada akhir 2020, nilai ekspor perikanan Indonesia ditargetkan 5,3 miliar dollar AS. Sampai dengan Oktober, realisasi ekspor perikanan 4,2 miliar dollar AS. Strategi peningkatan ekspor antara lain memperbaiki kendala dalam negeri, meningkatkan diplomasi, dan akses pasar ke luar negeri.
Artati menambahkan, diperlukan upaya mendorong pasar-pasar alternatif yang potensial untuk memperkuat ekspor perikanan Indonesia. ”Tantangan kita adalah mencari pasar-pasar lain yang lebih kompetitif dan menguntungkan kita semua,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengemukakan, Indonesia perlu membuka pasar ekspor baru agar tidak bergantung pada pasar utama. Timur Tengah dan Afrika dinilai potensial untuk memperluas pasar.
”Diperlukan diplomasi perdagangan dengan negara tujuan ekspor dan membuka pasar ekspor baru di negara-negara yang belum menjadi pasar luar negeri. Oleh karena itu, perlu kerja sama promosi dan intelijen pemasaran dengan instansi pemerintah dan non-pemerintah di dalam negeri dan luar negeri,” tuturnya.