Peningkatan nilai tambah batubara terus diupayakan agar tak sekadar digali dan dijual. Caranya adalah dengan memproses batubara menjadi gas. Syaratnya, harga jual tak boleh lebih mahal dari elpiji.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi VII DPR mengingatkan PT Bukit Asam Tbk untuk mempertimbangkan faktor keekonomian dalam proyek gasifikasi batubara menjadi dimetil eter atau DME sebagai pengganti elpiji. Salah satu hal paling krusial adalah harga jual DME diminta agar tidak lebih mahal dari elpiji. Bukit Asam dan pemerintah optimistis bahwa proyek ini bakal menguntungkan di masa yang akan datang.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR dengan BUMN sektor tambang yang berlangsung pada Senin (7/12/2020) di Jakarta. Turut hadir dalam rapat tersebut adalah Direktur Utama Mind ID, perusahaan induk pertambangan, Orias Petrus Moedak, beserta direksi anak usaha. Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas juga turut hadir dalam rapat tersebut.
Menurut Ketua Komisi VII DPR dari Partai Nasdem Sugeng Suparwoto, gasifikasi batubara menjadi DME, mengutip sebuah kajian, akan ekonomis jika harga batubara di bawah 18 dollar AS per ton dan harga minyak di atas 60 dollar AS per barel. Selain itu, gas alam sedang membanjiri pasar dunia dan harganya tengah melemah di masa pandemi Covid-19. Ia meminta Bukit Asam benar-benar memiliki kajian yang matang terkait proyek gasifikasi batubara menjadi DME tersebut.
”Dengan mempertimbangkan situasi tersebut di atas, apakah pada 2024 nanti benar-benar akan berproduksi (proyek gasifikasi Bukit Asam)? Harus ada jaminan bisnis. Jangan sampai merugikan di kemudian hari. Tolong dijaga betul aspek keekonomiannya,” kata Sugeng.
Gasifikasi batubara menjadi DME, mengutip sebuah kajian, akan ekonomis jika harga batubara di bawah 18 dollar AS per ton dan harga minyak di atas 60 dollar AS per barel.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Ramson Siagian menambahkan, sekali lagi dirinya mengingatkan agar Bukit Asam membuat kajian yang cermat dalam proyek gasifikasi ini. Ia berharap rakyat tidak diberi mimpi-mimpi indah, tetapi realisasinya justru membebani keuangan negara. Produk DME yang dibuat Bukit Asam harus berharga lebih murah dari harga elpiji di pasaran.
”Harga DME jangan sampai kalah bersaing dengan elpiji. Ini perlu dibuat analisisnya. Seandainya harga DME lebih tinggi, bagaimana cara menekannya agar lebih murah? Saya harap Bukit Asam sudah membuat perhitungan dengan cermat,” ujar Ramson.
Peringatan lain disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto. Menurut dia, proyek gasifikasi batubara menjadi DME harus mempertimbangkan potensi gas alam yang ada di Indonesia. Sebab, gas alam juga bisa menjadi pengganti elpiji dan memiliki harga yang lebih murah.
Menjawab berbagai masukan tersebut, Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin menyatakan, pihaknya sudah mengkaji faktor keekonomian proyek gasifikasi batubara menjadi DME. Kajian dilakukan bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Harga komoditas yang melemah di masa pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan acuan dengan tepat.
Harga elpiji impor, lanjut Arviyan, pada 2019 sebesar 568 dollar AS per ton, sedangkan dalam kurun 10 tahun terakhir rata-rata nilainya 650 dollar AS per ton. Berdasarkan kajian Bukit Asam dan pemerintah, harga DME sekitar 420 dollar AS per ton dan masih ada potensi diterapkan efisiensi untuk mengurangi biaya. Apalagi, bahan baku gasifikasi ini adalah batubara kalori rendah yang tak laku dijual di pasar internasional.
Produk DME yang dibuat Bukit Asam harus berharga lebih murah dari harga elpiji di pasaran.
”Untuk memproduksi 1 juta ton elpiji per tahun membutuhkan batubara sebanyak 6 juta ton. Kalau 20 tahun,ada 120 juta ton batubara yang diperlukan. Padahal, cadangan batubara Bukit Asam sebanyak 2 miliar ton,” kata Arviyan.
Bukit Asam menggandeng perusahaan lain dalam proyek gasifikasi batubara menjadi DME, yaitu PT Pertamina (Persero) dan Air Products, perusahaan Amerika Serikat selaku pemilik teknologi gasifikasi. Lokasi pabrik gasifikasi ada di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dan dijadwalkan beroperasi secara komersial pada 2024. Investasi proyek ini sebesar 2,4 miliar dollar AS dan akan ditanggung sepenuhnya oleh Air Products.
Kementerian ESDM telah menguji penggunaan DME sebagai pengganti elpiji di skala rumah tangga. Pengujian dilakukan di Palembang, Sumatera Selatan, dan di DKI Jakarta sejak akhir 2019 hingga awal 2020. Pengujian dilakukan lewat tiga tipe, yaitu tabung gas yang berisi 100 persen DME, tabung berisi 50 persen DME dan 50 persen elpiji, serta tabung dengan komposisi 20 persen DME dan 80 persen elpiji.
”Hasil uji terap menunjukkan bahwa nyala api DME berwarna biru dan api mudah dinyalakan. Hanya saja, waktu memasak menggunakan DME 1,2 kali lebih lama dibandingkan menggunakan elpiji. Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak dan bisa menggantikan fungsi elpiji,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.