Segala yang Otentik dari Gresik
Gresik seperti repihan peradaban yang telah mengembara semilenium pada tanah Nusantara dengan tinggalan yang cantik, unik, dan otentik yang seakan tak pernah habis untuk ditelisik.
Gresik seperti repihan peradaban yang telah mengembara semilenium pada tanah Nusantara dengan tinggalan yang cantik, unik, dan otentik yang seakan tak pernah habis untuk ditelisik.
Sampai sekarang masih bisa terus diperdebatkan kapan Islam masuk ke Nusantara sehingga kini menjadi agama mayoritas warga Indonesia. Namun, Dusun Leran, Pesucian, Manyar, Gresik, memiliki bukti arkeologis tertua untuk Islam di Nusantara dengan keberadaan makam Siti Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang memperlihatkan inskripsi kronogram 475 Hijriah atau 1082 Masehi.
Menurut Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto, makam Siti Fatimah tadi terkait dengan masa awal migrasi suku Lor dari Persia ke Jawa pada abad ke-10.
Dari sumber lain, yakni serat Calonarang, pada abad ke-11, di Jawa Timur terdapat dua kerajaan hasil pembagian oleh Airlangga, Raja Kahuripan.
Keduanya ialah Janggala (Kahuripan) dan Dhaha (Kadhiri) yang masih bertahan ketika imperium Majapahit berdiri dan berkuasa kurun abad ke-13 sampai abad ke-16.
Prasasti Gosari di perbukitan kapur utara di mana aksara Jawa kuna ditatah pada dinding goa Butulan, Gosari, Ujungpangkah, Gresik, menceritakan seorang bernama San Rama Samadaya yang merasa tersingkir dari perpolitikan di Majapahit sehingga mengasingkan diri dan bertapa.
Prasasti itu bertarikh 1376, sementara sejarah meyakini mahapatih Gajah Mada mangkat pada 1368 dan digantikan oleh Gajah Enggon. Prasasti Gosari menarik interpretasi bahwa Samadaya kalah bersaing dengan Enggon sehingga mengasingkan diri.
Gresik/Grasik muncul dalam Prasasti Karang Bogem bertarikh 1387 atau dua tahun sebelum Hayam Wuruk, Maharaja Majapahit termasyhur, mangkat.
Menurut Muhammad Yamin dalam Tatanegara Madjapahit (1962), terjemahan logam bertulis itu salah satunya ialah penggalan kalimat ”… jangan diganggu gugat penetapan ini. kemudian ada seorang kawulaku dari Grasik, pekerjaannya nelayan yang memiliki hutang sebesar satu keti dua laksa ...”.
Baca juga: Seni Arsitektur dan Keunikan Gresik Kota Lama
Pemerintah Kabupaten Gresik berkeyakinan bahwa kawasan yang kini terdiri atas 18 kecamatan sudah dikenal sejak abad ke-11 sebagai bandar atau pusat perdagangan mancanegara. Gresik adalah pertemuan kaum pedagang dari China, Campa, Siam, Bengali, Gujarat, Arab, dan Persia.
Kedatangan Maulana Malik Ibrahim, yang kemudian disebut Sunan Gresik, pada abad ke-14 dianggap sebagai tonggak penyebaran Islam di Jawa dan Nusantara.
Gresik semakin terkemuka di masa Sunan Giri yang mendirikan Giri Kedaton yang disebut-sebut menyaingi kemasyhuran Majapahit. Di masa inilah Sunan Giri juga dianggap sebagai pemimpin, yakni Sultan Ainul Yaqin, dengan penobatan pada 1487 yang dijadikan sebagai hari kelahiran Gresik.
Penetapan damar kurung dan sanggring gumeno sebagai warisan budaya tak benda merupakan kebanggaan tetapi menuntut masyarakat Gresik untuk memelihara kelestariannya.
Sunan Gresik dan Sunan Giri, dua tokoh Walisongo, dimakamkan di Gresik. Sebelumnya, makam Islam tertua terdapat di Gresik. Sejumlah kenyataan tadi memperlihatkan betapa Gresik merupakan wilayah terkemuka sebagai tetengger sekaligus penyebaran Islam di Nusantara. Semangat keislaman terus terpelihara sampai kini, termasuk dalam berbagai produk kebudayaan yang mengagumkan.
Kuliner
Di Jalan Sindujoyo, Gresik, masih tegak berdiri deretan toko yang menjual kuliner oleh-oleh khas. Jika ke sana, penulis hampir selalu membeli pudak, jubung, otak-tak bandeng, bandeng asap, bandeng kropok, opak, dan legen. Tak jauh dari sana dan mudah dijumpai ialah nasi krawu.
Jika mau keluyuran dan beruntung, mungkin bisa mendapat jajanan yang hampir pasti tidak ada di Surabaya, yakni sega (nasi) roomo Manyar, sega menir, sate laler dan bonggolan Sidayu, serta ikan sembilang Bungah.
Tidak semua kuliner yang disebut tadi akan dibahas, tetapi beberapa yang ternyata didaftarkan atau ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pudak dan otak-otak bandeng didaftarkan pada 2013 sebagai WBTB Gresik. Adapun yang telah ditetapkan ialah damar kurung dan sanggring gumeno (kolak ayam) pada 2017.
”Penetapan damar kurung dan sanggring gumeno sebagai warisan budaya tak benda merupakan kebanggaan tetapi menuntut masyarakat Gresik untuk memelihara kelestariannya,” kata Bupati Gresik Sambari Halim Radianto.
Baca juga: Selama Ramadhan, Digelar Pesantren Damar Kurung di Gresik
Adapun pudak diyakini oleh kalangan masyarakat Gresik telah ada sejak zaman Walisongo. Kudapan ini terbuat dari tepung beras atau sagu, gula pasir/gula kelapa, dan santan yang dikemas dengan ope atau pelepah daun pisang.
Pudak yang kenyal, manis, dan mengenyangkan ini terkadang ada yang berona hijau karena memakai daun pandan atau daun suji. Untuk kemasannya cukup rumit di mana pangkal pelepah pisang disamak untuk memisahkan kulit luar dan dalam.
Bagian dalam yang dimanfaatkan, dibersihkan, dan dipotong sesuai ukuran lalu dilipat dan dijahit seperti aksara L tanpa sudut untuk kemudian menjadi wabah adonan dan dijahit kembali.
Kue ini dikukus dan mampu bertahan sampai empat hari sehingga di masa lalu kerap dijadikan bekal oleh kalangan masyarakat nelayan dan pedagang yang melakukan perjalanan berhari-hari.
Sanggring merupakan tradisi masyarakat Gumeno setiap tahun pada malam 23 Ramadhan. Saat itu, masyarakat akan membuat sanggring untuk disantap sebagai hidangan berbuka puasa di Masjid Jami’ Sunan Dalem.
Tradisi ini berasal dari riwayat Sunan Dalem, putra Sunan Giri, ketika dalam pelarian ke Gumeno sakit, mendapat petunjuk bisa sembuh dengan makanan ayam kampung yang dimasak dengan santan kelapa, jinten, gula merah, dan bawang daun yang kemudian dikenal dengan sanggring. Nama sanggring berasal dari kata sang (raja/pembesar) dan gring/gering (sakit).
Baca juga: Wabah Covid-19 ”Serang” Tradisi Sanggring Gumeno
Warga Gumeno memegang teguh tradisi yang diwasiatkan oleh Sunan Dalem bahwa setiap tahun pada malam 23 Ramadhan agar menyiapkan dan menyantap sanggring. Bahan, proses memasak, tempat memasak memakai tungku dan kayu bakar tetap dipertahankan.
Hanya alat berupa kuali dari tanah liat yang sudah hancur dan sulit dicari sehingga terkadang diganti dengan kuali aluminium. Yang memasak hanya kaum lelaki seperti tradisi selama ini. Sanggring memuat fenomena sosial (gotong royong), tradisi budaya, ekonomi, dan religi yang sarat makna.
Sinaran
Damar kurung merupakan lampion atau lentera berbentuk kubus atau balok. Hiasan pada bagian atas berbentuk segi tiga siku-siku kembar atau sama sisi kembar sehingga pada sisinya membentuk seperti aksara M. Bagian bawah berpenyangga sedangkan sisi-sisinya merupakan lukisan dua dimensi.
Ornamen ini dipopulerkan oleh mendiang mendiang Masmundari, maestro seni lukis dari Gresik, yang secara elegan dan ciamik melukiskan keseharian masyarakat pada damar kurung.
Eko Henri Nurcahyo, budayawan sekaligus pegiat dan pengaju WBTB Jatim, mengatakan, damar kurung boleh jadi merupakan metamorfosis dari wayang beber, pertunjukan yang menceritakan lukisan kisah epos yang diterangi oleh lampu damar. Sunan Kalijaga mengembangkan wayang kulit, sedangkan Sunan Giri mengembangkan wayang kancil untuk dongeng bagi anak-anak.
Di Gresik, pada awalnya yang memproduksi damar kurung adalah Masmundari dan keluarganya. Kalangan warga memasang damar kurung menjadi tradisi menyambut Lailatul Qodar dalam masa Ramadhan.
Mereka menggantungkan lentera di depan rumah dengan harapan cahaya kemuliaan datang. Selepas kepergian Masmundari pada 2005, masyarakat Gresik yang merasa kehilangan kemudian coba melestarikan pembuatan damar kurung itu.
Damar kurung tidak lagi dipasang terbatas pada Ramadhan, tetapi oleh Pemerintah Kabupaten Gresik menjadi ornamen khas atau ikon untuk mempercantik suatu kawasan. Damar kurung dipasang di taman atau ruang publik sebagai bagian dari ikhtiar pelestariannya.