Korporatisasi Petani Akan Tingkatkan Daya Saing Produk Pertanian
Integrasi para petani dalam kelompok koperasi diharapkan dapat meningkatkan daya saing. Melalui koperasi, volume hasil pertanian dapat dipastikan dengan kualitas dan standar yang sama sehingga lebih berdaya saing.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 dan kompetisi yang ketat telah berdampak para turunnya ekspor berbagai komoditas pangan yang dihasilkan petani. Korporatisasi petani perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan skala ekonomi sehingga lebih berdaya saing dan mampu masuk ke rantai pasok global.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat, pandemi Covid-19 menyebabkan 402.000 ton buah kopi tidak terserap di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Rendahnya penyerapan produk kopi tersebut terjadi karena 90 persen dari hasil produksi ditujukan untuk ekspor.
Small and Medium Enterprises Competitiveness Outlook 2019 menunjukkan, pemenuhan sertifikasi internasional menjadi tantangan utama bagi produk petani dan usaha kecil untuk masuk ke rantai pasok global. Dari skala 0-100, skor produk usaha kecil hanya 11,3.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Kementerian Koperasi dan UKM Riza Adha Damanik menyampaikan, untuk mendorong daya saing, pemerintah mengadakan program korporatisasi petani. Para penghasil produk pangan hijau yang awalnya orang per orang kini digabungkan dalam basis koperasi.
”Harapannya ada kepastian volume, kualitas, keberlanjutan, dan standardisasi. Dengan basis koperasi, kami mulai memberikan prioritas dana bergulir kepada koperasi, tidak lagi orang per orang,” kata Riza, Kamis (3/12/2020).
Paparan ini mengemuka dalam webinar bertema ”Produk Hijau Unggulan dalam Konteks Pembangunan Ekonomi Hijau Indonesia”. Acara diselenggarakan oleh Collaboration on Fostering Recovery through Economic Empowerment (CoFREE) Initiative.
Riza melanjutkan, program korporatisasi petani juga bertujuan meningkatkan serapan produk petani. Untuk itu, dalam program ini ada pula sistem resi gudang untuk menyimpan hasil produk pertanian yang belum dapat terserap pasar.
”Misalnya untuk 402.000 ton kopi di Bener Meriah Aceh yang belum terserap, dapat disimpan dahulu atau kita tunda penjualannya. Awal tahun depan ketika harga sudah membaik, kopi dapat diekspor,” kata Riza.
Agar lebih fokus membimbing dan mendampingi para pelaku UMKM, tahun depan struktur Kemenkop dan UKM akan dirampingkan menjadi empat kedeputian, dari yang saat ini ada enam kedeputian. Empat deputi tersebut adalah deputi bidang usaha mikro, deputi bidang usaha kecil dan menengah, deputi bidang koperasi, dan deputi bidang kewirausahaan.
”Setiap kedeputian ini nantinya akan punya treatment (perlakuan) dari hulu ke hilir. Ini juga menjadi strategi kami untuk memudahkan usaha kecil dan menengah agar mendapat sertifikasi internasional,” ujar Riza.
Dukungan
Co-Founder CoFREE Initiative, Aldi Muhammad Alizar mengatakan, bergabung dalam kelompok akan membuat kehidupan petani menjadi lebih baik.
”Manusianya dulu yang dibangun kapasitasnya. Kemudian berkelompok sehingga dapat membangun nilai yang lebih baik dan masuk dalam rantai pasok global,” kata Aldi yang juga Ketua Yayasan Anwar Muhammad.
Selain pelatihan pertanian, pelatihan kewirausahaan juga diberikan bagi petani agar tetap produktif selama menunggu masa panen. Dengan begitu, pendapatan rumah tangga dapat meningkat dan mendorong pengembangan ekonomi lokal.
Direktur Inovasi dan Korporasi Universitas Padjadjaran Diana Sari mengatakan, universitas juga siap mendukung UMKM hijau untuk Indonesia. Salah satunya, melalui pengabdian kampus kepada masyarakat.
”Secara konseptual, pengabdian kepada masyarakat di masa depan akan terkait dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial, budaya, ekonomi, politik, serta lingkungan. Termasuk di dalamnya menjaga kearifan lokal dan pelestarian lingkungan. Ini yang kami coba lakukan,” kata Diana.
Peluang ekspor
Kepala Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (ITPC) Sydney, Australia, Ayu Siti Maryam menyampaikan, 46 persen penduduk Australia mengonsumsi kopi. Rata-rata konsumsi kopi mencapai 1,91 kilogram per orang per tahun dengan 1,39 kilogram dibeli dalam bentuk biji kopi.
Jenis kopi yang diminati penduduk Australia, antara lain, kopi dari Sumatera dan Jawa Timur. Artinya, kopi Indonesia berpeluang besar untuk diekspor ke Australia.
”Produk kopi yang berpeluang diekspor itu green bean, tetapi kami sering mendapat keluhan, tingkat kekeringan biji kopi Indonesia tidak stabil. Pelanggan di Australia ingin tingkat kekeringan 12 persen,” ujar Ayu.
Sertifikasi, kata Ayu, juga menjadi poin penting. Meski negara Australia tidak mewajibkan pencantuman Australian Certified Organic, sertifikat ini sangat penting di tingkat bisnis.
Direktur Utama Angkasa Pura Kargo Gaustil Madani mengatakan, dalam mendukung ekonomi hijau, dikembangkan juga konsep logistik ramah lingkungan yang menghubungkan lingkungan dengan aktivitas logistik. Konsep ini bertujuan mengurangi dampak logistik terhadap lingkungan.
Misalnya, dengan mendorong penggunaan kemasan ramah lingkungan. Ketimbang menggunakan stirofoam, pengemasan barang lebih dianjurkan menggunakan karton yang juga dapat meningkatkan kapasitas.
”Kami juga punya fasilitas cool storage (mesin pendingin) yang relatif ramah lingkungan dalam penggunaan energinya. Pada intinya, kami berupaya menyiapkan layanan logistik yang efisien,” kata Gaustil.