Permintaan Ekspor Furnitur Meningkat, Bahan Baku Rotan Langka
Permintaan terhadap furnitur rotan terus meningkat. Namun, kelangkaan bahan baku menghambat pengembangan industri tersebut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Di tengah meningkatnya permintaan ekspor furnitur rotan, pelaku industri kesulitan mendapatkan bahan baku rotan. Akibatnya, perusahaan terpaksa menolak order dan produksi terhambat. Pemerintah didesak segera menuntaskan persoalan klasik itu.
Dalam diskusi kelompok terarah oleh Himpunan Industri Mebel dan Kerajian Indonesia (HIMKI) di Lawangabang, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/12/2020), para pelaku usaha mengeluhkan kelangkaan bahan baku rotan yang terjadi hampir setiap tahun dan semakin parah dalam empat bulan terakhir. Padahal, permintaan terhadap furnitur rotan menunjukkan tren positif.
Reynaldi dari PT House of Rattan mengatakan, ketika pandemi Covid-19 menyerang awal tahun, orderan untuk furnitur rotan anjlok hingga 20 persen. Namun, setelah Mei, permintaan dari pembeli di luar negeri meningkat drastis.
“Peningkatannya bisa 100 sampai 150 persen dibandingkan tahun lalu. Namun, karena kesulitan bahan baku, kami tidak menerima order itu,” katanya. Pihaknya menargetkan mengekspor furnitur sebanyak 15 kontainer per pekan. Namun, ia hanya mampu mengirim 3 kontainer.
Presidium HIMKI Satori mengatakan, kelangkaan bahan baku dirasakan hampir seluruh pelaku usaha furnitur rotan. Namun, pihaknya masih mendata kebutuhan bahan baku rotan. Di Cirebon dan sekitarnya saja, katanya, butuh sekitar 9.000 ton rotan per bulan.
Pihaknya menduga, kelangkaan bahan baku karena penyelundupan rotan ke luar negeri. Sejumlah negara yang tidak memiliki hutan rotan, misalnya, tetap mampu mengekspor furnitur rotan.
Padahal, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, rotan asalan tidak boleh diekspor. Apalagi, sekitar 80 persen jenis rotan dunia ada di Indonesia.
Di sisi lain, pelaku usaha di luar negeri mengincar rotan Indonesia dengan menawarkan harga lebih tinggi dan pembelian secara berkelanjutan. “Harga rotan di Cirebon, saat ini berkisar Rp 17.000 sampai Rp 20.000. Itu barangnya enggak ada. Padahal, sebelumnya Rp 13.000 – Rp 14.000,” katanya.
Satori mengklaim, pengusaha di Cirebon bukan penentu harga karena rantai perdagangan rotan panjang. Di tingkat petani, harga rotan bisa di bawah Rp 5.000 per kg. Setelah dari petani, rotan dibawa ke pengepul kecil lalu pengepul besar, pedagang antar pulau, pengepul, hingga industri di Jawa.
Selain dugaan penyelundupan, kelangkaan bahan baku juga dipicu pembelian jenis dan ukruan rotan yang terbatas.
Selain dugaan penyelundupan, kelangkaan bahan baku juga dipicu pembelian jenis dan ukruan rotan yang terbatas. Padahal, petani memanen rotan dengan ukuran beragam. Penyebab lainnya adalah bencana banjir di hutan, penghasilan dari pertambangan dan sawit yang lebih besar, hingga ancaman keamanan karena keberadaan teroris di hutan Sulawesi Tengah.
Akibat kelangkaan bahan baku, operasional pabrik rotan terganggu. Sejumlah pabrik, misalnya, hanya membuat kerangka mebel, bukan furnitur secara utuh. Jumlah tenaga kerja pun terancam berkurang.
Kelangkaan bahan baku di tengah pandemi Covid-19 turut mengurangi produksi dan ekspor furnitur rotan. Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor furnitur rotan pada Januari – Mei 2020 sekitar 37,6 juta dollar AS. Pada 2019, nilai ekspornya tercatat 81,3 juta dollar AS.
“Tahun depan diperkirakan ada permintaan ekspor yang drastis setelah tahun ini permintaan turun. Permintaan dari AS saja bisa naik 6,5 sampai 8 persen nanti,” kata Ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur.
Itu sebabnya, pihaknya mendesak pemerintah mencari solusi atas masalah klasik kelangkaan bahan baku. Selain memastikan tidak ada penyelundupan rotan, HIMKI mendorong pemerintah membuat badan urusan logistik rotan yang menghubungkan sektor hulu dan hilir serta menjamin ketersediaan bahan baku.
Kasubdit Industri Kayu dan Rotan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Mediarman mengatakan, pihaknya tengah mengumpulkan data kebutuhan bahan baku dan produksi rotan untuk mengatasi masalah kelangkaan bahan baku. “Larangan ekspor bahan baku akan kami pertahankan,” ujarnya.