Jawa Timur hanya menganggarkan Rp 454,26 miliar untuk usaha mikro, kecil, dan menengah yang jauh di bawah dana yang masih mengendap di perbankan senilai Rp 27,26 triliun.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan mengalokasikan Rp 454,26 miliar untuk usaha mikro, kecil, dan menengah pada 2021. Dana yang dianggarkan jauh lebih kecil daripada Rp 27,26 triliun milik Jawa Timur yang masih mengendap di bank dalam bentuk deposito.
Anggaran UMKM tadi hanya 1,6 persen dari dana yang masih parkir dan belum dibelanjakan oleh Pemprov Jatim. Menurut catatan Kementerian Dalam Negeri, dana Rp 27,26 triliun itu terbesar di antara daerah lainnya. Total dana pemerintah daerah se-Indonesia yang masih mengendap Rp 252 triliun sampai dengan September 2020.
Rata-rata belanja provinsi mencapai 54,9 persen di mana, menurut Kemendagri, Jatim di atas dengan capaian 60,53 persen. Namun, serapan belanja Jatim masih di bawah Jakarta (81,4 persen), Bali (77,8 persen), dan Gorontalo (72,2 persen).
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa belum bersedia memberikan komentar tentang masih adanya dana jumbo yang mengendap di perbankan.
Namun, tentang alokasi untuk UMKM, menurut Khofifah, akan digunakan sebagai penguatan kelembagaan, akses pembiayaan, produksi, restrukturisasi usaha, dan sumber daya manusia serta memfasilitasi pemasaran.
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Jatim sebenarnya amat tinggi, yakni 54 persen dari produk domestik regional bruto atau PDRB yang memperlihatkan seluruh nilai produksi barang dan jasa. Dalam masa wabah Covid-19 yang masih berlangsung dan belum teratasi, sektor UMKM terbukti tangguh dan banyak yang masih mampu bertahan dan berkembang.
Khofifah mengatakan, tahun depan atau 2021, pemulihan ekonomi yang terpukul akibat pagebluk harus mengikutsertakan UMKM karena ketangguhan yang teruji. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, kata mantan Menteri Sosial ini, populasi UMKM dari hasil sensus ekonomi 2016 dan survei pertanian antarsensus 2018 ada lebih dari 9,78 juta UMKM.
Pakar statistik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Kresnayana Yahya, mengatakan, minimnya alokasi dana dibandingkan dengan duit yang mengendap di perbankan mengindikasikan perhatian terhadap UMKM masih rendah.
Pemprov Jatim berambisi membuat UMKM naik kelas bahkan mendunia. Namun, sebelum itu, perlu didata terlebih dahulu situasi riilnya. Pelaku UMKM sebenarnya tidak semata-mata butuh modal kerja, tetapi justru paling penting mendapatkan pendampingan, pemantauan, dan evaluasi dalam kerangka pembinaan atau pemberdayaan.
”UMKM tetap tangguh meski didera situasi bencana atau krisis karena idealnya pendampingan tidak boleh berhenti,” kata Kresnayana.
Data BPS memperlihatkan ada 9,78 UMKM di Jatim, tetapi, dalam pengamatan Kresnayana, jarang sekali terungkap keberadaan dan sepak terjangnya. Pengklasifikasian dalam pusat data UMKM di Jatim belum andal. Misalnya ada yang beromzet miliaran rupiah dalam sebulan, tetapi statusnya masih disebut UMKM sehingga model pembinaan masih sama dengan yang beromzet jutaan rupiah.
”Harus ada klasifikasi sehingga segala bantuan, kesempatan pameran, pelatihan, pendampingan itu tepat sasaran serta UMKM bisa dengan mudah masuk ke dalam percaturan perdagangan yang berkelanjutan,” kata Kresnayana.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, berbagai upaya ditempuh agar UMKM mampu bertahan dan tetap bergeliat di tengah pandemi, antara lain memberdayakan UMKM dalam pemenuhan kebutuhan alat pelindung diri, yakni masker, face shield, sarung tangan, dan cairan penyanitasi.
Pemerintah juga menyediakan ruang bagi UMKM untuk menambah pelatihan keterampilan. Segala kegiatan untuk pemberdayaan UMKM tetap dengan menerapkan protokol kesehatan ketat sebagai anjuran dalam adaptasi normal baru. Promosi dan penjualan juga didorong dengan pembukaan akses dalam marketplace dan fokus ekspor.
”Kami juga memfasilitasi dan mengoptimalkan penyediaan sentra atau stan untuk tempat penjualan dan display produk UMKM,” ujar Wiwiek.
Akan tetapi, pagebluk memang berdampak luas, termasuk terhadap UMKM, sehingga omzet menurun. Untuk itu, pemerintah memfasilitasi koordinasi UMKM dengan badan, dinas, dan kantor untuk menjadi peserta Program Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, manfaat dana yang masih mengendap akan lebih terasa jika dibelanjakan dalam program prasarana dan sarana. Dana Rp 27 triliun itu akan berdampak signifikan, misalnya, jika dialokasikan untuk mempercepat pembangunan jalan lintas selatan yang selama 20 tahun ini baru terselesaikan kurang dari 60 persen.
”Dalam situasi yang masih berat karena wabah, pengusaha memerlukan stimulus sehingga dapat mulai bergerak leluasa untuk pemulihan ekonomi,” kata Adik.