Pandemi Covid-19 yang anti kerumunan berdampak besar pada industri MICE yang justru berbasis kerumunan. Skema hibrida pun menjadi terobosan dengan kombinasi virtual dan tatap muka.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri Meetings, Incentives, Conferencing, Exhibitions atau MICE yang berbasis pada pengumpulan banyak orang menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Inovasi hibrida pun dihadirkan melalui kombinasi antara pertemuan tatap muka dengan daring sebagai upaya beradaptasi.
Merujuk data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Indonesia Event Industry Council (Ivendo), potensi kerugian sektor MICE akibat pandemi Covid-19 berkisar Rp 2,69 triliun–Rp 6,94 triliun. Potensi kerugian ini terjadi karena 96,43 persen acara di 17 provinsi harus ditunda dan dibatalkan.
Presiden Direktur Dyandra Promosindo, Hendra Noor Saleh menyampaikan, selama 26 tahun Dyandra Promosindo berjalan, pandemi Covid-19 menjadi ujian yang luar biasa dan berkepanjangan. Sebab, pandemi Covid-19 anti terhadap kerumunan, sementara sifat bisnis industri MICE, yaitu mengumpulkan orang.
”Jadi pasti sangat terdampak dan potensi kerugian yang tercatat saat ini baru puncak gunung es. Dampaknya saya yakin menyebabkan multiplier effect karena banyak pihak yang biasanya terlibat dalam penyelenggaraan, sekarang tidak lagi, misalnya sales promotion girls dan penjual minuman,” kata Hendra, Jumat (27/11/2020).
Paparan ini disampaikan dalam acara Kompas Talks bertemakan ”Bisnis Event di Tengah Pandemi: Berdamai Dengan Situasi Melalui Inovasi”. Acara juga bekerja sama dengan Satuan Tugas Covid-19 untuk mengingatkan pentingnya protokol kesehatan dalam praktik bisnis ke depan.
Lebih lanjut, Hendra menegaskan, meski kondisi ini penuh tantangan, tetapi industri MICE tidak menyerah, melainkan beradaptasi dan berinovasi. Salah satunya, acara Synchronize Fest yang untuk pertama kalinya diselenggarakan melalui layar kaca pada 14 November 2020.
Sebelum Covid-19, sebanyak 12.000 tiket Synchronize Fest sudah terjual dari kapasitas 24.000 tiket. Para pembeli, kata Hendra, dapat melakukan pengajuan pengembalian, tetapi bagi yang tidak, tiket akan otomatis berlaku untuk tahun 2021.
Inovasi lainnya, mengadakan acara dengan skema hibrida. Seperti saat ini, sedang diselenggarakan Indonesia International Motor Show (IIMS) Motobike Show secara hibrida yang sudah dilakukan peluncuran virtual pada 10 November 2020.
Tahun 2020 pun mengusung inovasi baru, yaitu hadirnya segmen sepeda untuk menyesuaikan dengan gaya hidup masyarakat yang kini banyak menggunakan sepeda. Selain itu, ada segmen tukar tambah (trade in) motor yang mengusung tema, ”Bawa motor bekas Anda, bawa pulang motor baru Anda”.
”Inovasi digital di masa pandemi itu suatu keniscayaan yang otomatis akan meningkatkan cost (biaya). Tapi peluang ini diharapkan dapat meningkatkan bisnis dari 50 persen, menjadi 75 persen, bahkan 100 persen di era hibrida,” kata Hendra.
Acara lain, yaitu Create Ifex yang mengajak para produsen furnitur lokal yang memiliki orientasi ekspor. Acara yang diselenggarakan pada 11-14 Maret 2021 mendatang akan dilakukan secara hibrida di JI Expo Kemayoran dan secara virtual.
”Ifex ini semua penjual furnitur dari lokal, tetapi pembelinya hampir semua dari luar negeri. Jadi, kami lakukan inisiatif digital dan merancang serial event furniture bersama negara-negara Asia dengan waktu berdekatan sehingga pembeli juga bisa melakukan roadshow,” kata Hendra.
Sebelumnya, Direktur Dyandra Promosindo Addy Damarwulan menyampaikan, Ifex kali ini juga menyasar pengunjung dan konsumen lokal dari profesional dan keluarga. Bahkan, mahasiswa di bidang desain dapat hadir untuk mempelajari desain furnitur terbaru yang berorientasi ekspor.
”Acara ini biasanya didominasi oleh produsen luar negeri, tetapi kali ini menjadi kesempatan bagi pengusaha lokal untuk memasarkan produknya. Pameran yang biasanya menghubungkan pebisnis, sekarang juga diubah konsepnya menjadi pelaku usaha dan konsumen,” kata Addy.
Diversifikasi usaha
Upaya bertahan lain di tengah pandemi Covid-19, kata Hendra, yaitu melalui diversifikasi usaha. Per 1 Januari 2020, Dyandra Promosindo dipercayakan untuk mengelola empat kebun raya di Bogor, Cibodas, Purwodadi, dan Bedugul.
”Pengelolaan kawasan ini menjadi satu peluang usaha yang dapat dijalankan dengan pendekatan MICE. Kami menyadari, ke depan memang tidak bisa lagi acara dilaksanakan secara tatap muka penuh, tetapi rumusnya adalah hibrida dengan protokol kesehatan,” kata Hendra.
Secara terpisah, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyampaikan, pandemi Covid-19 mendorong adanya pergeseran jenis pekerjaan atau jabatan pekerjaan yang juga menuntut keahlian lebih, khususnya di bidang teknologi. Disrupsi pekerjaan khususnya terjadi pada pekerjaan yang bersifat konvensional yang mengutamakan interaksi secara fisik.
Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan keahlian-keahlian apa saja yang saat ini dan ke depannya dibutuhkan. Upaya ini guna mengurangi ketimpangan antara kebutuhan dan suplai tenaga kerja.
”Digitalisasi memang menjadi tantangan bagi pekerja yang bergantung pada kegiatan secara langsung. Pemerintah pun harus tetap merangkul dan memberi harapan kepada mereka untuk tidak khawatir tidak akan dipakai. Misalnya, dengan melibatkan mereka dalam pemasaran virtual secara kreatif,” kata Heri.