Mayoritas Pekerja Terdampak Covid-19 Belum Tersentuh Program
Program bantuan pemerintah untuk pekerja, yakni Kartu Prakerja dan subsidi upah, belum menyentuh mayoritas pekerja terdampak Covid-19. Dari 2,1 juta pekerja terdampak, hanya 95.559 orang yang mendapat Kartu Prakerja.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran program Kartu Prakerja dinilai belum banyak menyentuh pekerja yang kehilangan mata pencaharian akibat Covid-19. Demi mengatasi dampak resesi, pemerintah perlu mengevaluasi program bantuan untuk pekerja, baik melalui modifikasi program yang sudah ada maupun menambah program baru yang lebih tertarget.
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, Kamis (26/11/2020), berpendapat, program bantuan sosial ke pekerja sejauh ini terlalu luas, tanpa target yang fokus. Akhirnya, bantuan berpotensi salah sasaran, sementara jumlah pekerja yang terdampak Covid-19 terhitung besar.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ada 29,12 juta pekerja yang terdampak Covid-19. ”Sekarang ini semua sektor dipukul rata menerima bantuan. Padahal, ada yang memang sudah megap-megap, ada yang masih baik, bahkan ada yang masih untung,” ujar Faisal saat dihubungi di Jakarta.
Survei BPS pada Agustus 2020 menunjukkan, 66,47 persen peserta Kartu Prakerja berstatus masih bekerja, 22,24 persen peserta berstatus pengangguran, dan 11,29 persen termasuk golongan bukan angkatan kerja. Dari kelompok yang masih berstatus bekerja, 63 persen peserta bekerja penuh dan 36 persen berstatus setengah pengangguran.
Hal itu berbeda dari itikad awal pemerintah yang ingin memprioritaskan penyaluran program Kartu Prakerja untuk pekerja korban dampak Covid-19 yang kehilangan mata pencaharian, seperti para korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pekerja yang dirumahkan.
Di sisi lain, program bantuan subsidi upah belum mencakup semua lapisan pekerja karena hanya menargetkan pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta yang tergabung di BP Jamsostek. Hingga akhir November 2020, bantuan itu sudah disalurkan kepada 11,052 juta penerima, tetapi belum menyentuh pekerja yang tidak terdaftar di BP Jamsostek.
Oleh karena itu, menurut Faisal, program bantuan sosial untuk pekerja perlu dibenahi untuk tahun depan. Penyaluran bansos kepada pekerja seharusnya difokuskan pada sektor yang sudah pasti terpukul Covid-19. Misalnya, sektor perhotelan, restoran, akomodasi, transportasi, manufaktur, atau ritel yang memang banyak merumahkan dan mem-PHK pekerja.
”Penyaluran secara targeted ini bisa memperkecil peluang tidak tepat sasaran. Bentuknya juga sebaiknya bantuan langsung tunai agar langsung masuk ke rekening pekerja. Modelnya seperti bantuan subsidi upah tetapi dimodifikasi atau sekaligus membuat program baru yang targetnya lebih fokus,” katanya.
Menyayangkan
Masalah penyaluran bantuan untuk pekerja juga disoroti Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Kamis. Ia menyayangkan, dari 2,1 juta pekerja terdampak Covid-19 yang telah didata Kementerian Ketenagakerjaan, hanya 95.559 orang yang lolos menjadi peserta Kartu Prakerja.
Dari 2,1 juta pekerja terdampak Covid-19 yang terdata Kementerian Ketenagakerjaan, hanya 95.559 orang yang lolos jadi peserta Kartu Prakerja.
”Kami sangat menyayangkan, dari 2,1 juta orang pekerja yang terdampak dan diperintahkan Presiden secara langsung agar menerima karpet merah, ternyata hanya sebagian kecil yang menerima (bantuan),” kata Ida.
Data 2,1 juta pekerja yang terdampak Covid-19 itu diidentifikasi Kementerian Ketenagakerjaan dari dinas ketenagakerjaan dan usulan dari sejumlah kelompok masyarakat, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Menurut Ida, dari 2,1 juta orang tersebut, kementerian memprioritaskan 555.540 orang untuk masuk dalam daftar prioritas (whitelist) menerima Kartu Prakerja.
Data itu diserahkan Kemenaker kepada Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja pada Oktober 2020. Namun, berdasarkan hasil penyisiran berlapis oleh Manajemen Pelaksana, hanya 95.559 orang yang dinyatakan lolos di seleksi gelombang ke-11 atau gelombang terakhir Kartu Prakerja untuk tahun 2020.
Menurut Ida, Kartu Prakerja tidak bisa dijadikan satu-satunya opsi bantuan sosial bagi pekerja yang terdampak Covid-19. Mekanisme program yang menggunakan metode pendaftaran terbuka itu tidak mungkin bisa mengakomodasi semua pekerja yang termasuk dalam daftar prioritas pemerintah.
Oleh karena itu, perlu ada program lain untuk mengakomodasi pekerja korban pandemi yang belum tersentuh bantuan Kartu Prakerja. ”Kami sudah usul ke Kementerian Keuangan agar mereka yang tidak terakomodasi itu bisa difasilitasi Kementerian Ketenagakerjaan lewat pelatihan vokasi atau lewat program perluasan kesempatan kerja,” kata Ida.
Perbedaan data
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Purbasari mengatakan, pihaknya telah bekerja sesuai dengan aturan peraturan Presiden dan peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Berdasarkan payung hukumnya, Kartu Prakerja memang tidak hanya ditujukan untuk korban PHK. ”Orang yang masih bekerja juga boleh menjadi penerima, sebagai bentuk peningkatan dan perluasan keterampilan,” kata Denni.
Kartu Prakerja memang tidak hanya ditujukan untuk korban PHK.
Hasil survei oleh Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja menunjukkan, 88 persen penerima Kartu Prakerja berstatus penganggur. Perbedaan data antara survei BPS dan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja itu dimungkinkan karena adanya perbedaan metodologi penelitian serta definisi mengenai bekerja dan menganggur.
”Dalam data kami, saat mendaftar, peserta hanya ditanyakan apakah mereka menganggur, yang dijawab dengan ya atau tidak. Sementara BPS menanyakan dengan definisi status bekerja yang detail. Versi BPS, bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan minimal 1 jam dalam seminggu terakhir untuk memperoleh penghasilan. Jadi, perbedaan data itu harus dipahami dengan konteks perbedaan definisi tersebut,” kata Denni.
Menurut dia, mekanisme pendaftaran Kartu Prakerja yang terbuka melalui situs resmi justru memberi peluang kepada pekerja yang tidak terdata dalam daftar prioritas Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengakses bantuan. Survei BPS menunjukkan, pandemi berdampak pada 29 juta penduduk usia kerja, di mana 5 juta di antaranya sama sekali tidak bekerja.
”Angka-angka itu lebih besar daripada whitelist Kementerian Ketenagakerjaan. Namun, kesempatan mereka untuk mendapat bantuan tidak hilang karena yang di luar whitelist dapat mendaftar langsung untuk mendapatkan Kartu Prakerja,” ujarnya.
Menurut Denni, sebelum dilanjutkan tahun depan, program Kartu Prakerja akan dievaluasi oleh komite di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sejauh ini anggaran yang disediakan untuk program Kartu Prakerja pada 2021 adalah Rp 10 juta, tetapi jumlah kuota penerimanya belum ditentukan. Kuota akan bergantung pada model dan metode pelaksanaan program yang tetap berbasis daring atau dibuat menjadi luring.
”Sepertinya, sampai triwulan I tahun 2021 program ini masih akan berkarakter semi-bansos sehingga masih tetap akan ada pelatihan dan insentif. Selebihnya, kami masih menunggu hasil evaluasi dan arahan komite,” kata Denni.