Konsumsi Pangan Lokal Pengganti Beras Ditingkatkan
Konsumsi beras sebagai sumber karbohidrat akan dikurangi. Sebaliknya, peran pangan sumber karbohidrat nonberas akan ditingkatkan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menurunkan konsumsi beras. Penurunan itu akan dialihkan ke pangan sumber karbohidrat lain dari dalam negeri.
Konsumsi beras masyarakat Indonesia saat ini sekitar 95 kilogram (kg) per kapita per tahun.
”Targetnya, angka ini menjadi 85 kilogram per kapita per tahun pada 2024,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi dalam peluncuran pasar dalam jaringan serta ekspos usaha mikro, kecil, dan menengah pangan lokal secara virtual, Kamis (26/11/2020).
Pangan lokal sumber karbohidrat nonberas yang akan ditingkatkan konsumsinya antara lain talas dari 0,6 kg per kapita per tahun menjadi 3,7 kg per kapita per tahun, kentang dari 2,9 kg per kapita per tahun menjadi 7 kg per kapita per tahun, dan ubi kayu dari 8,6 kg per kapita per tahun menjadi 18,1 kg per kapita per tahun.
Pangan lokal lain ialah sagu dari 0,3 kg per kapita per tahun menjadi 2,3 kg per kapita per tahun, jagung dari 1,7 kg per kapita per tahun menjadi 2,7 kg per kapita per tahun, dan pisang dari 7,2 kg per kapita per tahun menjadi 9,5 kg per kapita per tahun.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan, pengolahan pangan lokal juga perlu diperkuat. Ia mencontohkan, mi tidak harus terbuat dari gandum, tetapi juga bisa dari singkong, sagu, dan talas.
Pengolahan pangan lokal juga perlu diperkuat.
Produk hasil olahan itu mesti masuk ke pasar agar dapat dibeli konsumen. Platform perdagangan secara elektronik merupakan salah satu pasar strategis yang diakses konsumen.
External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya mengatakan, Tokopedia telah berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian melalui kampanye Food Market. ”Tujuannya, mengusung produk pertanian dan peternakan lokal sekaligus mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus keluar rumah,” katanya secara terpisah.
Harga dan selera
Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, yang dihubungi secara terpisah, menekankan, penguatan ragam pangan lokal mesti memperhatikan faktor-faktor yang mendorong konsumen membeli makanan sumber karbohidrat. Secara sederhana, faktor itu terdiri dari harga dan selera.
Harga mesti dibuat murah dan terjangkau bagi masyarakat. Adapun soal selera patut memperhatikan budaya makan. ”Nasi sering kali dimakan dengan gudeg, rendang, dan soto. Ada pula nasi tumpeng. Oleh sebab itu, pangan pengganti nasi harus memperhatikan kecocokan selera itu,” katanya.
Menurut Bayu, kebijakan diversifikasi seharusnya berorientasi pada ketahanan pangan dan gizi masyarakat Indonesia.
Harga mesti dibuat murah dan terjangkau bagi masyarakat. Adapun soal selera patut memperhatikan budaya makan.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa menyoroti peralihan konsumsi beras ke gandum sebagai sumber pangan karbohidrat. ”Saat ini, proporsi pangan berbahan baku gandum sekitar 25 persen. Saya khawatir proporsi ini dapat mencapai 50 persen,” ujarnya.
Dia menambahkan, dalam 20 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan produksi padi mencapai 0,78 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan impor gandum mendekati 1 persen per tahun.