Teman Berbagi di Tengah Pandemi
Di masa pandemi Covid-19, perempuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah berbagi kekuatan. Mereka bertahan, berjuang, dan memajukan usaha.
Ibarat nyala lilin, lingkaran komunitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM perempuan menjadi secercah cahaya di tengah kabut ketidakpastian krisis ekonomi. Pandemi Covid-19 membuat mereka kian rekat, saling merangkul, hingga satu sama lain mampu mengangkat bisnis.
Bagi Elisabet Purnama (49), pemilik Beth\'s Kitchen di kawasan Jakarta Selatan, komunitas pelaku UMKM perempuan selayaknya saudara.
”Kami tidak hanya berbagi pengalaman dan pengetahuan soal menjalankan bisnis. Saya pun menemukan teman untuk berbagi cerita personal,” katanya saat dihubungi, Rabu (25/11/2020).
Sejak bergabung pada Mei 2020, komunitas itu berinteraksi secara dalam jaringan (daring). Interaksi rutin itu membuatnya mengenal rekan-rekannya, perempuan pelaku UMKM, secara pribadi. Ada yang periang, ada pula yang lucu. Keakraban di tengah komunitas itu sangat terasa.
Berada di dalam komunitas yang sama, Maya Marthia (41), pemilik usaha Ayam Bakar Geboy di Tangerang Selatan, Banten, mengisahkan, para pebisnis perempuan saling mempromosikan produk mereka. Bahkan, mereka saling membeli produk kelompok mereka. Bukan hanya karena penasaran, tetapi kerap kali produk itu dibeli karena diperlukan.
Mereka juga saling memberikan saran. Masukan mengenai foto produk, narasi pemasaran, hingga penentuan harga berseliweran di grup Whatsapp mereka.
”Karena yang muda juga bergabung, kami yang emak-emak merasa tertantang. Misalnya, dalam hal pengemasan. Kami jadi tahu sumber suplai pengemasan yang murah dan cantik. Di komunitas ini, kami saling membangun. Saya tidak takut merasa tersaingi karena rezeki tak akan tertukar,” tuturnya.
Mereka juga saling memberikan saran. Masukan mengenai foto produk, narasi pemasaran, hingga penentuan harga berseliweran di grup Whatsapp mereka.
Maya dan Elisabet adalah anggota komunitas Femalepreneur Indonesia. Komunitas itu beranggotakan peserta yang mengikuti pelatihan daring untuk mengembangkan UMKM. Berdasarkan informasi di akun Instagram @Femalepreneur.id, sejumlah kelas dan pelatihan daring diselenggarakan gratis.
Founder sekaligus Chief Operating Officer Femalepreneur Indonesia Titik Rusmiati menyebutkan, kapasitas pelatihan maksimal 250 orang per kelas. Setelah mengikuti pelatihan, para peserta bergabung dalam sebuah grup Whatsapp. Sejak berdiri secara resmi pada Maret 2020, saat ini ada sekitar 18 grup Whatsapp.
Sabar dan berdedikasi
Elisabet mengaku salut dengan kesabaran dan dedikasi mentor yang ingin memajukan UMKM milik peserta. Baginya, bergabung dengan Femalepreneur Indonesia merupakan keputusan tepat. Sebab, Elisabet baru membangun bisnis sejak Maret 2020 akibat pandemi Covid-19. Modalnya bergabung dengan Femalepreneur Indonesia menjadi fondasi yang kuat karena usahanya direncanakan secara fundamental.
Berkat bimbingan dan saran mentor, dia dapat memacu promosi dan pemasaran kue-kue hasil dapurnya, khususnya melalui media sosial Instagram. Semula, omzetnya di bawah Rp 1 juta per bulan. Kini, angkanya meningkat hingga 5-10 kali lipat.
Adapun menurut Maya, materi yang diperolehnya mudah diterapkan dalam bisnis. ”Ibu-ibu ada yang merasa buta teknologi. Namun, karena materinya begitu mendasar bagi pemula, semua peserta dapat mengikutinya. Kami belajar dari nol,” ujarnya.
Baca juga : Janji UMKM Menjadi Tangguh
Titik menambahkan, materi dari Jerman dan Amerika Serikat itu disusun dan didesain agar dapat diterapkan dengan mudah. Mentor mendampingi selama pelatihan, studi kasus, lembar kerja, bahkan pekerjaan rumah. Berbagai kegiatan dilalui dalam proses itu, antara lain membahas perencanaan bisnis dan keuangan, citra dan pemasaran, hingga penentuan harga produk.
Pelaku UMKM dalam kelompok ini sekaligus berperan sebagai ibu rumah tangga. Maka, mereka dibantu dan difasilitasi dengan rekaman pelatihan. Dorongan lain, mereka diajak aktif di grup WhatsApp.
Namun, sejauh ini, masih diperlukan dukungan pemerintah dan kemitraan dengan swasta agar dampaknya kian luas.
Suami mendukung
Kisah yang kerap kali muncul di masa pandemi Covid-19 adalah suami kehilangan pekerjaan. Hal itu juga dialami Elisabet.
”Saya sedih karena suami terkena pemutusan hubungan kerja. Namun, ada sisi positifnya. Tanpa dukungan suami, saya mungkin tidak akan percaya diri menjalankan bisnis ini. Saya menyebutnya blessing in disguise,” katanya.
Dukungan suami itu terwujud nyata. Sang suami membantu mengurus antaran kue, bahkan rela naik-turun dari hunian di lantai 15 ke lobi apartemen. Pengantaran kue bisa berlangsung hingga pukul 21.00.
Baca juga : Transformasi dan Pemberdayaan Ekonomi
Meski demikian, kesibukan itu tak membuat Elisabet meninggalkan pekerjaannya sebagai karyawan di industri garmen. Ia bekerja di kantor setiap Senin-Jumat. Lalu, memanggang kue dan menjualnya pada setiap akhir pekan.
Sementara, Maya menjadikan bisnis ayam bakar menjadi sumber penghasilan keluarga satu-satunya. Dia menjalankan usaha itu bersama suaminya sejak tiga tahun lalu. Semula, ia panik jika mendapat 30 pesanan secara mendadak dalam sehari. Kini, berkat sistem stok yang ia gunakan, Maya tak ragu lagi menerima 50-100 pesanan secara mendadak.
Keduanya menjalankan bisnis, dari tak memiliki pegawai hingga sekarang mempekerjakan lima karyawan. ”Meskipun demikian, saya juga melibatkan anak-anak untuk mengurus usaha ini. Ada yang membuat konten Youtube, laporan keuangan, hingga bersih-bersih,” katanya.
Hadapi ketidakpastian
Perempuan yang berkarya dan meniti profesi juga tak lepas dari ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Pendiri Wewomen.id, Tiara Annisaa, menyoroti sisi respons mental dan emosi perempuan dalam menghadapi situasi tersebut.
Sorotan itu bermuara pada sesi berbagi cerita yang diselenggarakan Wewomen.id secara daring. Misalnya, pada sesi ”Mental Agility: Survival Guide for Women in an Uncertain World” dan ”How to Bounce Back and Prepare When You Lose Your Job”.
Perempuan yang berkarya dan meniti profesi juga tak lepas dari ketidakpastian akibat pandemi Covid-19
Tiara berharap Wewomen.id menjadi wadah yang menjembatani dukungan antarperempuan. Sesi berbagi dibuat seinteraktif mungkin sehingga peserta dapat bercerita dan memperoleh perspektif dalam menghadapi tantangan yang tengah dialami.
”Tidak semua perempuan memiliki keistimewaan tempat bercerita. Oleh sebab itu, kami hadir. Gerakan ini juga lahir ketika saya dan pendiri lain ingin belajar meningkatkan karir dan kehidupan profesional. Sayangnya, kami belum menemukan mentor perempuan yang tepat pada saat itu,” katanya.
Melalui komunitas yang dibangun, Titik berharap perempuan pelaku UMKM perempuan memiliki pengetahuan dan pengalaman berbisnis. Dengan cara itu, perempuan pelaku UMKM memiliki daya mandiri dan percaya diri. Perempuan mampu berdaya dan menyuarakan aspirasi.
”Ada masa di mana saya merasa sulit menembus kemiskinan. Bisa sekolah saja, saya sudah merasa bersyukur. Namun, saya tetap berupaya dan bekerja keras untuk mengekplorasi mimpi-mimpi saya hingga akhirnya bisa ke luar negeri dan berbisnis. Saya ingin membagikan ruang eksplorasi ini kepada perempuan Indonesia,” tuturnya.
Pandemi menempa beragam komunitas, memperkuat rekatan antarmereka, dan menambah daya dalam berkarja. Mereka saling menopang untuk memulihkan perekonomian diri, keluarga, lingkungan, dan Indonesia. (JUD)