Setelah Jepang, Sulut Bidik Ekspor Langsung ke China via Udara
Pengusaha produk-produk pertanian dan perikanan di Sulawesi Utara didorong untuk menyiapkan diri menjadi eksportir. Pasar Asia Timur dan Asia Tenggara dibidik dengan penerbangan kargo langsung.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pengusaha produk-produk pertanian dan perikanan di Sulawesi Utara didorong untuk menyiapkan diri menjadi eksportir. Sejumlah instansi pemerintah di Sulut berupaya menjajaki pasar baru di Asia Timur dan Tenggara setelah sukses membuka rute penerbangan kargo ke Jepang beberapa waktu lalu.
Salah satu negara yang dibidik untuk menjadi importir produk asli Sulut adalah China. Ekspor direncanakan melalui jalur udara. Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Manado Ari Sugiarto, Rabu (25/11/2020), mengatakan, perbincangan multipihak masih berlangsung.
”Targetnya, tanggal 2 Desember 2020 sudah finalisasi. Kami masih membicarakannya dengan pemerintah provinsi dan pihak maskapai penerbangan. Detail teknisnya nanti akan disampaikan setelah pasti,” kata Ari.
Penerbangan dari Manado ke China selama ini diisi paling banyak oleh maskapai Lion Air. Menurut Ari, hal itu berarti pihak Bea Cukai tinggal berupaya mencari dan memenuhi muatan kargo. Namun, besaran kuota muatan ekspor masih belum dapat dipastikan. ”Harapannya, dinas di provinsi dan kabupaten bisa mendorong pengusahanya mengekspor,” ujar Ari.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara (Kanwil DJBC Sulbagtara) Cerah Bangun mengatakan, pemerintah membuka ruang sebesar-besarnya untuk ekspor. Hal ini ditunjukkan dari pembebasan bea keluar untuk produk perikanan.
”Tujuan kita memang untuk mendorong ekspor. Kami harap produk semakin beragam sehingga ada value added (nilai tambah) diiringi serapan tenaga kerja. Ada efek pengganda yang juga bisa dirasakan sampai ke tingkat nelayan kecil,” kata Cerah.
Kanwil DJBC Sulbagtara juga diberi kewenangan memberikan insentif berupa kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor bagi perusahaan ikan dan produk pertanian. ”Terhadap beberapa perusahaan, kami bebaskan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penghasilan impor bahan baku yang akan digunakan untuk ekspor,” kata Cerah.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Tienneke Adam berharap jalur ekspor ke China dapat segera dibuka. Sebab, selama ini banyak produk ikan tuna Sulut yang tidak terserap ekspor ke Jepang. Akibatnya, sektor perikanan di Sulut hanya mampu mengisi 8-9 ton dari kuota ekspor sebesar 25 ton ke Jepang dengan pesawat Garuda Indonesia.
Menurut Tienneke, Jepang hanya menyerap produk tuna yang masuk grade A, tetapi tidak grade B dan C. ”Karena itu, kami mencoba membuka jalur ekspor ke China yang menerima tuna grade apa saja, begitu juga Singapura,” kata Tienneke.
Sementara itu, Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado juga terus mengupayakan ekspor produk pertanian dan perkebunan. Produk turunan kelapa, seperti kelapa parut, dikirim ke beberapa negara, Rabu (18/11/2020). Sebanyak 104 ton dikirim ke China, 26 ton ke Irak, 26 ton ke Rusia, dan 37,4 ton ke Selandia Baru.
Ekspor bernilai sekitar Rp 16 miliar itu dikirim melalui Pelabuhan Laut Bitung dengan kontainer berstandar ekspor. Kapal akan singgah ke Jawa terlebih dahulu sebelum lanjut ke negara tujuan. Dua perusahaan pengekspor adalah PT Tri Mustika Cocominaesa dari Minahasa Selatan dan PT Royal Coconut dari Minahasa Utara.
Kepala Balai Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan mengatakan, ekspor kelapa parut selama Januari hingga Oktober 2020 sebesar 16.720 ton dengan nilai Rp 397,51 miliar. Volume ekspor meningkat 31,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019, yaitu 12.730 ton dengan nilai Rp 261,56 miliar.
Kelapa parut pun menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan selama pandemi Covid-19. ”Kelapa parut yang dikirim ke empat negara tersebut dijamin sehat dan aman sampai di negara tujuan. Sudah memenuhi persyaratan negara tujuan, baik dari aspek kesehatan maupun standar keamanan pangannya sebelum diberangkatkan,” ujar Donni.
Balai Karantina Pertanian Manado pun siap memfasilitasi ekspor melalui jalur apa pun. Untuk sementara, ekspor produk pertanian dan perkebunan ke Jepang masih termasuk kecil. Analis perkarantinaan Balai Karantina Pertanian Manado, James Assa, mengatakan, bawang merah sudah mulai diekspor ke Jepang, tetapi stoknya didatangkan dari Bima.
”Kami sudah menyiapkan lahan bawang merah di beberapa daerah di Sulut. Kami turun ke lapangan untuk membimbing petani mengembangkannya secara organik karena persyaratan sanitary dan phytosanitary (SPS) Jepang kandungan pestisida tidak boleh lebih dari 0,01 persen, sangat ketat,” tuturnya.
Bunga krisan dari Tomohon juga mulai diminati oleh pengusaha Jepang. Balai Karantina Pertanian Manado sedang membimbing para petani dan pengusaha untuk membuat profil bisnis sebagai syarat administrasi.