Juni-September 2020, Volume Ekspor Benih Lobster Mencapai 11,84 Ton
Benih lobster kembali diizinkan untuk diekspor per Mei 2020 melalui Permen KP No 12/2020. Sejak saat itu, volume ekspor pun meningkat signifikan hingga 11,84 ton hanya dalam tiga bulan (Juni-September).
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Pelegalan ekspor benih lobster bak membuka keran yang membuat air mengalir deras. Hanya butuh empat bulan sejak izin ekspor benih lobster dilegalkan pada Mei 2020, ekspor benih lobster meningkat signifikan hingga 11,84 ton.
Data Badan Pusat Statistik yang dikutip pada Rabu (25/11/2020) menunjukkan, pada Juni-September 2020, sebanyak 11,84 ton benih lobster (HS 03063110) diekspor. Total nilai free on board (FOB atau penawaran harga barang hingga ke atas kapal) sejumlah 25,37 juta dollar AS atau sekitar Rp 359,14 miliar.
Secara rinci, volume ekspor benih lobster pada 2020 yaitu 32 kilogram (Juni), 1,39 ton (Juli), 4,22 ton (Agustus), dan 6,2 ton (September). Dalam periode tersebut, benih lobster sebagian besar diekspor ke Vietnam (11,81 ton), Taiwan (8 kg), dan Hong Kong (19,43 kg).
Pengiriman ekspor benih lobster semuanya dilakukan melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Dengan kata lain, volume ekspor benih lobster yang tercatat BPS meningkat sejak diizinkannya kembali ekspor benih lobster.
Legalisasi ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia, yang ditetapkan pada 4 Mei 2020. Regulasi itu menggantikan Permen KP No 56/2016 yang, antara lain, melarang penangkapan dan atau pengeluaran benih lobster.
Peningkatan volume ekspor benih lobster juga sejalan dengan peningkatan jumlah perusahaan yang mendapatkan izin ekspor. Catatan Kompas, sampai akhir Juni 2020, jumlah perusahaan yang mengajukan permohonan ekspor benih lobster mencapai 100 perusahaan.
Dari jumlah tersebut, 30 perusahaan dinilai memenuhi kriteria berdasarkan hasil pengecekan Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, 14 perusahaan di antaranya diduga melakukan manipulasi data.
Dugaan pemalsuan data terjadi saat 14 perusahaan akan mengekspor benih lobster ke Vietnam pada September 2020 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Jumlah benih bening lobster yang akan dikirim mencapai 2,7 juta ekor, tetapi yang tertera dan dilaporkan dalam dokumen ekspor hanya 1,5 juta ekor.
Perusahaan-perusahaan yang diduga memanipulasi data antara lain PT NPK, PT TAM, PT SMC, PT ASSR, PT BSM, PT GPN, PT KBM, PT IPW, PT WNM, PT BDI, PT SAB, PT RP, CV SL, dan CV SW.
Pada Rabu dini hari, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Selain Edhy, KPK juga menangkap sejumlah orang dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (24/11/2020) malam hingga Rabu dini hari.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya kegiatan tangkap tangan terhadap Edhy. Kegiatan OTT diduga terkait dengan kebijakan ekspor benih bening lobster.
”Kegiatan (OTT) ini dilakukan oleh tim KPK atas penugasan resmi dengan menurunkan tiga kasatgas (kepala satuan tugas). Baik penyelidikan maupun penyidikan, termasuk juga dari JPU (jaksa penuntut umum) yang ikut dalam kegiatan dimaksud. Salah satu kasatgas tersebut benar Novel Baswedan,” kata Ali.
Saat ini, kata Ali, tim penyelidik KPK masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang ditangkap dalam rangkaian OTT, termasuk Edhy. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan sikap.
Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menyatakan, pihaknya masih menunggu informasi dari KPK terkait pengamanan Edhy saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta pasca-kunjungan kerja ke Amerika Serikat pada Selasa tengah malam. Ia menegaskan, KKP menghargai proses hukum yang sedang berjalan di lembaga anti-rasuah tersebut.
”Kami menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Mari kita menunggu bersama informasi resminya seperti apa dan biar penegak hukum bekerja secara profesional,” kata Antam.
Polemik ekspor
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyampaikan, penangkapan Edhy oleh KPK menunjukkan adanya persoalan di tubuh KKP, khususnya terkait dengan kebijakan ekspor benih bening lobster.
Susan menyoroti, penerbitan Permen KP No 12/2020 tidak disertai adanya kajian ilmiah yang melibatkan Komisi Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Bahkan, pembahasannya cenderung tertutup serta tidak melibatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster.
”Penetapan kebijakan ekspor benih lobster tidak mempertimbangkan kondisi sumber daya ikan Indonesia yang existing (ada). Pada statusnya di tahun 2017 dinyatakan, dalam kondisi fully exploited dan over exploited,” ujar Susan.
Selain itu, Permen KP No 12/2020 hanya menempatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster sebagai obyek pelengkap. Sebab, penerapan peraturan ini diikuti oleh penetapan puluhan perusahaan ekspor benih lobster yang terafiliasi kepada sejumlah partai politik.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia juga menemukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster di Indonesia. Salah satunya, pintu ekspor dari Indonesia ke luar negeri hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno-Hatta.
”KKP tidak memiliki peta jalan yang menyeluruh dan komprehensif dalam membangun kekuatan ekonomi perikanan (lobster) berbasis nelayan di Indonesia dalam jangka panjang. Sebaliknya, KKP selalu mengedepankan pertimbangan-pertimbangan ekonomi jangka pendek yang tidak menguntungkan negara dan nelayan,” kata Susan.