Tantangan yang dihadapi oleh industri gula berbasis tebu di dalam negeri dinilai makin kompleks. Penyelesaian problem di hulu dan hilir memerlukan kebijakan yang komprehensif.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keetergantungan Indonesia pada gula impor dinilai mengindikasikan seriusnya masalah yang dihadapi oleh industri gula berbasis tebu serta kebijakan pergulaan di Tanah Air. Problem yang membelit pelaku di hulu dan hilir membutuhkan solusi yang terintegrasi.
Guru Besar Universitas Lampung Bustanul Arifin, dalam National Sugar Summit 2020, Selasa (24/11/2020), mengatakan, sejumlah data mengindikasikan makin seriusnya masalah pergulaan nasional. Di hulu, luas panen, produktivitas, dan produksi tebu nasional cenderung turun, setidaknya dalam kurun lima tahun terakhir. Sementara di hilir, pabrik-pabrik gula makin kesulitan mendapatkan tebu, bahkan terpaksa berhenti giling lebih awal karena kesulitan bahan baku.
Dengan volume impor gula yang mencapai lebih dari 4 juta ton tahun 2019, Indonesia merupakan importir gula terbesar di dunia, jauh di atas impor China yang 3,4 juta ton, Amerika Serikat 2,9 juta ton, atau Bangladesh 2,3 juta ton. Tanpa kebijakan yang menyeluruh dari hulu hingga hilir, kelangsungan industri gula berbasis tebu di dalam negeri makin terancam.
Selain kebijakan yang jelas dan komprehensif, kata Bustanul, Indonesia mesti berinvestasi pada penelitian dan pengembangan yang berorientasi pada terobosan teknologi, memberikan insentif kepada petani skala kecil, menetapkan kebijakan harga yang kredibel, serta mengonsolidasikan lahan kecil dan memikirkan kemitraan guna meningkatkan daya saing.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyebutkan, kebutuhan gula nasional mencapai 5,9 juta ton, sekitar 2,8 juta ton untuk konsumsi dan 3,1 juta ton untuk kebutuhan industri. Oleh karena produksi gula dalam negeri 2,2 juta ton, sisa kebutuhan dipenuhi melalui importasi.
Menurut Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Supriadi, rata-rata kebutuhan gula mentah (raw sugar) mencapai 3,3-3,4 juta ton per tahun. Mayoritas gula mentah diolah menjadi gula rafinasi untuk kebutuhan bahan baku industri makanan-minuman dan farmasi.
Saat ini, pabrik gula yang mengolah tebu di dalam negeri mencapai 62 pabrik dengan total kapasitas terpasang 316.950 ton tebu per hari (TCD). ”Apabila pabrik-pabrik ini mengoptimalkan kapasitas terpasangnya, kebutuhan gula konsumsi rumah tangga dapat dipenuhi, bahkan dapat memproduksi kira-kira 500.000 ton gula rafinasi,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, defisit gula konsumsi mencapai 600.000 ton per tahun sebab produksi nasional sekitar 2,1 juta ton. Kementerian Pertanian akan mengurangi defisit itu secara bertahap melalui peningkatan produksi.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono menambahkan, langkah meningkatkan produksi akan ditempuh melalui bongkar ratoon kebun tebu seluas 75.000 hektar dan rawat ratoon 125.000 hektar. Kementerian juga akan membuka areal lahan tebu baru seluas 50.000 hektar. Dari strategi ekstensifikasi dan intensifikasi itu, produksi gula ditargetkan dapat bertambah 676.000 ton.
Menurut Bustanul, perbaikan efisiensi produksi di hulu dan di tengah perlu menjadi target strategis dan operasional sebagai indikator kinerja utama bagi industri gula BUMN. Pabrik-pabrik gula BUMN perlu belajar dari pabrik gula milik swasta yang bisa menjaga harga pokok produksi gula Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram hingga mampu bersaing di level global.
Secara terpisah, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) sekaligus Wakil Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Bayu Krisnamurthi berpendapat, selisih harga antara harga gula berbasis tebu dan gula impor yang mencapai Rp 4.000-Rp 4.500 per kilogram mencerminkan tidak efisiennya pabrik gula dalam negeri. Selisih itu turut memicu rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi sehingga turut menekan harga di tingkat petani tebu.