Digitalisasi Pengelolaan Kekayaan untuk Menjawab Tantangan Pandemi
Bank DBS Indonesia menyambut peluang pertumbuhan dana kelolaan dari layanan pengelolaan kekayaan dengan mengembangkan layanan digital.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, dana kelolaan lini bisnis pengelolaan aset kekayaan mampu tetap tumbuh. Namun, pengelola aset kekayaan harus mengembangkan layanan digital sehingga layanan mereka lebih mudah diakses masyarakat.
Executive Director Wealth Management Talent Rotation Bank DBS Indonesia Keng Swee Koh menyampaikan, krisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19 pada tahun ini merupakan kondisi yang menantang untuk meningkatkan dana kelolaan.
DBS Indonesia menyambut peluang dan mengembangkan layanan pengelolaan kekayaan melalui teknologi digital.
”Digitalisasi produk pengelolaan kekayaan adalah cara Bank DBS Indonesia membawa layanan tersebut ke segmen masyarakat Indonesia yang lebih luas,” katanya dalam diskusi virtual yang digelar DBS Indonesia, Rabu (25/11/2020).
Menurut Koh, pengembangan akses digital fokus pada sistem dan akses yang secara langsung berhubungan dengan nasabah. Keberadaan platform digital akan memperluas jangkauan produk tersebut kepada masyarakat.
Dalam merancang solusi digital, fokus utama Bank DBS Indonesia bertumpu pada relevansi dengan nasabah. Selain itu, penyampaian dan isi pandangan keuangan disesuaikan dengan segmen kekayaan.
Indonesia, lanjut Koh, merupakan pasar yang sangat berkembang dalam segmen pengelolaan kekayaan. Namun, pertumbuhan dana kelolaan terhambat keterbatasan akses nasabah terhadap investasi dan pengelolaan aset kekayaan.
Hingga kini, penduduk Indonesia cenderung menyimpan dana di instrumen deposito dibandingkan dengan menginvestasikan dana tersebut pada instrumen portofolio. Pandemi Covid-19 menambah kecenderungan nasabah untuk menyimpan kekayaan dalam bentuk deposito dan tabungan.
”Masyarakat Indonesia membutuhkan lebih banyak edukasi mengenai investasi sebagai pilihan dalam mengelola dan mengembangkan kekayaan,” ujarnya.
Berdasarkan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), pendapatan per kapita Indonesia saat ini sekitar 4.100 dollar AS. Menurut Swee Koh, pendapatan per kapita Indonesia perlu bertambah sedikitnya 500 dollar AS, untuk memaksimalkan potensi bisnis pengelolaan kekayaan di Indonesia.
”IMF memproyeksikan pada 2024, pendapatan per kapita Indonesia 5.000 dollar AS. Dalam 4-5 tahun mendatang, lanskap bisnis pengelolaan kekayaan akan meningkat, didorong pertumbuhan kekayaan investor muda,” kata Koh.
Mengacu pada jurnal yang dirilis Hubbis pada September 2020, penetrasi dana kelolaan portofolio masyarakat Indonesia sekitar 4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand yang berkisar 15-25 persen.
Masyarakat Indonesia membutuhkan lebih banyak edukasi mengenai investasi sebagai pilihan dalam mengelola dan mengembangkan kekayaan.
Head of Sales and Distributions Consumer Banking Group Bank DBS Indonesia Melfrida Gultom menuturkan, perusahaan berinovasi secara digital untuk meningkatkan akses layanan pengelolaan kekayaan masyarakat.
Ia mencontohkan, melalui aplikasi digibank by DBS, nasabah dapat bertransaksi keuangan 24 jam dalam 7 hari, seperti menempatkan deposito dalam 12 mata uang asing, pembelian obligasi pasar primer dan sekunder, hingga transfer dana ke dalam dan luar negeri.
Perusahaan berinovasi secara digital untuk meningkatkan akses layanan pengelolaan kekayaan masyarakat.
Untuk memperluas jangkauan investasi ke luar negeri, Bank DBS Indonesia juga menawarkan berbagai produk instrumen investasi asing, termasuk investasi syariah di pasar internasional.