Arah Kebijakan Lembaga Pengelola Investasi Semakin Jelas
Pemerintah memastikan investor Amerika Serikat berminat menanamkan modal pada lembaga pengelola investasi milik Pemerintah Indonesia.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengembangkan opsi pembiayaan dan investasi sektor swasta terhadap proyek strategis nasional, salah satunya melalui dana asing yang masuk ke lembaga pengelola investasi. Pengelolaan dana investasi juga berpotensi mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam penutupan CEO Networking 2020, Selasa (24/11/2020), memastikan, investor asal Amerika Serikat berminat menanamkan modal pada lembaga sovereign wealth fund (SWF) milik Pemerintah Indonesia.
SWF atau lembaga pengelola investasi adalah lembaga negara yang ditugasi untuk mengelola surplus neraca perdagangan atau kekayaan negara berupa sumber daya alam ataupun aset keuangan yang diinvestasikan.
Lembaga yang pembentukannya ditargetkan rampung pada Januari 2021 itu akan mendapat amanat dari pemerintah untuk menjadi jembatan investasi pemerintah dalam mengelola aset-aset asing untuk tujuan jangka panjang.
Luhut menyampaikan, International Development Finance Corporation (IDFC) AS, salah satu lembaga sovereign wealth fund milik Pemerintah AS, telah menandatangani surat minat (letter of interest/LOI) berupa investasi 2 miliar dollar AS atau Rp 28,2 triliun untuk ditanamkan melalui lembaga pengelola investasi.
”Investasi bakal diarahkan ke proyek-proyek strategis nasional dan prioritas lainnya. Pemerintah terus mengembangkan opsi pembiayaan dan investasi sektor swasta terhadap proyek strategis nasional dan prioritas lainnya,” ujarnya.
Investasi bakal diarahkan ke proyek-proyek strategis nasional dan prioritas lainnya. Pemerintah terus mengembangkan opsi pembiayaan dan investasi sektor swasta terhadap proyek strategis nasional dan prioritas lainnya.
Meski Luhut tidak menyebutkan proyek-proyek strategis yang dimaksud, sejumlah proyek strategis nasional yang kerap menjadi target investasi adalah pembangunan di sektor energi, infrastruktur, serta proyek teknologi dan kesehatan.
Luhut menambahkan, investasi yang ditargetkan dapat digaet dan ditempatkan di lembaga pengelola investasi hingga 6 miliar dollar AS. Selain dari AS, menurut rencana, dana investasi juga akan diterima dari investor Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
”Kami berharap ke depannya akan semakin banyak lembaga yang bisa membuat komitmen untuk memasukkan investasi mereka ke lembaga pengelola investasi,” ujarnya.
Masalah kesehatan
Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional sekaligus Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mengatakan, masuknya dana asing melalui lembaga pengelola investasi berpotensi mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Namun, menurut Budi, pemerintah juga akan tetap fokus membenahi masalah kesehatan. Pasalnya, selama kasus penularan Covid-19 masih bertambah, masyarakat masih menghindari kontak fisik sehingga roda ekonomi tidak akan berputar.
”Berapa pun dana yang digelontorkan, efek dominonya tidak akan berjalan optimal apabila masalah fundamental, yakni kesehatan, belum terurai,” ujarnya.
Seiring upaya pemulihan ekonomi, masyarakat tetap didorong untuk menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin tinggi. Dengan demikian, masyarakat yang sehat tidak perlu khawatir menjalankan aktivitas ekonomi seperti biasa.
Budi menambahkan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan sektor yang harus dibantu. Sebab, sektor usaha ini paling terdampak perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Apalagi, sektor ini banyak menyerap tenaga kerja dan menyumbang produk domestik bruto nasional.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, per akhir 2018 ada 64 juta UMKM yang menyerap 116 juta tenaga kerja.
Restrukturisasi diperpanjang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperpanjang masa restrukturisasi kredit sampai dengan 2022. Semula, restrukturisasi hanya berlangsung sampai dengan akhir 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, dampak dari Covid-19 berpengaruh terhadap debitur bank yang membuat klasifikasi kreditnya tidak lancar. Semula, OJK memperkirakan pandemi Covid-19 bisa teratasi dalam satu tahun. Namun, kenyataannya memerlukan waktu lebih lama untuk pulih.
”Hasil evaluasi dan diskusi dengan seluruh pengusaha dan perbankan, sepertinya perlu diperpanjang lagi dan kemarin sudah diputuskan untuk diperpanjang sampai 2022. Ditambah setahun lagi,” kata Wimboh.
Namun, otoritas menyerahkan keputusan kepada perbankan apakah akan menjalankan restrukturisasi atau tidak. Jika tidak menerapkan restrukturisasi, perbankan harus membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
CKPN tersebut untuk menalangi kredit macet debitur dan sudah pasti berujung pada penurunan laba perbankan. Sampai dengan 26 Oktober 2020, OJK mencatat restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan senilai Rp 932,4 triliun terhadap 7,53 juta debitor.
Bunga penjaminan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan tingkat bunga penjaminan sebesar 50 basis poin untuk simpanan rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat, masing-masing menjadi 4,5 persen dan 7 persen. Adapun tingkat bunga penjaminan untuk valuta asing di bank umum turun 25 basis poin menjadi 1 persen. Tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku sejak 25 November 2020.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, keputusan menurunkan tingkat bunga penjaminan mempertimbangkan arah suku bunga simpanan perbankan yang trennya menurun. Selain itu, kondisi dan prospek likuiditas yang relatif stabil juga memberi ruang terhadap penurunan suku bunga simpanan.
Keputusan menurunkan tingkat bunga penjaminan mempertimbangkan arah suku bunga simpanan perbankan yang trennya menurun.
”Penurunan ini ditopang kondisi likuiditas yang cukup memadai. Di sisi lain, langkah penurunan ini juga mempertimbangkan stabilitas sistem keuangan,” ujar Purbaya.